HomeCelotehBerani Jokowi Senggol Keluarga Cendana?

Berani Jokowi Senggol Keluarga Cendana?

“Presiden telah menerbitkan Perpres Nomor 19 Tahun 2021 tentang TMII yang di dalamnya mengatur penguasaan dan pengelolaan TMII dilakukan oleh Kemensetneg”. – Mensesneg Pratikno


PinterPolitik.com

Keluarga Cendana jadi salah satu nama keluarga paling terkenal di Indonesia. Mungkin tidak seperti keluarga Kardashian yang identik dengan show business, tapi sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa mereka punya nama besar warisan dari Soeharto.

Walaupun Soeharto akhirnya jatuh pada 1998, posisi Keluarga Cendana tetap punya signifikansi dalam panggung politik nasional. Anak-anak Soeharto seperti Titiek dan Tommy adalah beberapa yang memilih untuk ikut terjun ke dunia politik.

Namun, karena warisan sejarah sang ayah dan namanya yang sudah kadung buruk akibat pemerintahannya selama 32 tahun yang dianggap otoriter, perlahan tapi pasti anak-anak Cendana juga ikut tergeser dari panggung politik nasional.

Baca Juga: Apa Pentingnya Formula E untuk Anies?

Baik Titiek maupun Tommy sama-sama menjadi tokoh yang tergeser dari Partai Golkar. Ambisi keduanya untuk menjadi yang tertinggi di partai kuning tersebut, sepertinya belum mendapatkan peruntungannya. Akhirnya, Tommy keluar dan membentuk Partai Berkarya. Belakangan, Titiek dan saudara-saudari mereka yang lain ikut bergabung dalam partai ini.

Nah, konteks geser-menggeser ini sepertinya sedang terjadi lagi. Kali ini terkait upaya pemerintah mengambil alih Taman Mini Indonesia Indah alias TMII. Apa hubungannya dengan anak-anak Soeharto? Well, taman miniatur Indonesia ini dikelola oleh Yayasan Harapan Kita yang diisi oleh anak-anak Soeharto.

Taman yang pengerjaannya dimulai tahun 1972 hingga 1975 ini merupakan ide dari Bu Tien Soeharto yang pengen bikin Disneyland ala Indonesia. Hmm, masih jauh sih kayaknya untuk sampai ke status Disneyland hehehe.

Adapun pengambilalihan ini dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden nomor 19 tahun 2021 tentang TMII. Soalnya, aset-aset di TMII adalah milik negara dan nilainya mencapai Rp 20 triliun. Selama 44 tahun terakhir, TMII dikelola oleh Yayasan Harapan Kita yang diketuai oleh Tutut Soeharto yang sayangnya dalam kurun waktu itu, pengelola tidak menyetorkan pendapatan ke kas negara. Wih, padahal aset negara kan ya, minimal harus ada pendapatan untuk negara juga.

Baca juga :  Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Nah, yang jadi pertanyaan terbesarnya adalah apakah ini emang jadi bagian dari upaya pemerintahan Presiden Jokowi menguber-uber Keluarga Cendana ya? Soalnya sebelumnya juga ada tuh perjanjian kesepakatan pertukaran informasi keuangan dengan negara-negara seperti Swiss, Austria dan Singapura, yang nota bene sangat mungkin juga dilakukan untuk melacak kekayaan yang ke luar di akhir era Soeharto.

Buat yang belum tahu, investigasi Majalah TIME menyebutkan ada uang US$ 9 miliar milik Soeharto yang di tahun 1998 ditransfer ke banyak bank dari Swiss ke Austria. Hmm, jadi tahu kan arahnya ke mana? Uppps.

Menarik untuk ditunggu deh kelanjutan kisah ini. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.

MK Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran, Tapi Sahkan Prabowo?

Pendapat menarik diungkapkan oleh Denny Indrayana yang menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) bisa saja hanya mendiskualifikasi Gibran dan tetap mensahkan kemenangan Prabowo sebagai presiden.