HomeCelotehAnies dan “Jebakan” Jusuf Kalla

Anies dan “Jebakan” Jusuf Kalla

“Anies lebih bermanfaat bersama Surya Paloh, dengan kekuatan Media Group bisa melindungi Anies dari ‘gempuran’ parpol di DKI yang beroposisi dengan Pemprov DKI. Paling tidak Nasdem, Gerindra, dan PKS bisa menjadi pelindung agenda Anies di DKI”. – Satyo Purwanto, Direktur Ekskutif Oversight of Indonesia’s Democratic Policy


PinterPolitik.com

Kedekatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan politikus senior Jusuf Kalla alias Pak JK emang udah jadi rahasia umum. Pada Pilkada 2017 lalu, JK memang menjadi king maker – kalau ingin disebut demikian – bagi pencalonan Anies untuk kursi nomor satu di DKI Jakarta.

Hasilnya? Anies melenggang mulus dan tak terbendung. Padahal, elektabilitas doi awal-awalnya paling kecil.

Nah, setelah JK tak lagi menjabat sebagai wakil presiden, rupanya hubungan keduanya tetap terus terjalin. Bahkan, banyak yang menyebutkan bahwa Pak JK kemungkinan akan kembali menjadi king maker bagi Anies untuk Pilpres 2024.

Hanya saja, beberapa pengamat juga memberikan catatan agar Anies tak terlalu “terjebak” dalam hubungannya dengan JK tersebut. Mereka menyebutkan bahwa Pak JK adalah bagian dari oligarki kekuasaan – well seperti yang kerap dilontarkan kritikannya oleh Rizal Ramli – yang tak lagi punya basis partai politik.

Banyak yang justru menyarankan agar Anies lebih mendekat ke Surya Paloh dan Partai Nasdem yang dipimpinnya. Selain akan mendapatkan dukungan partai tersebut, Anies juga bisa mendapat modal dukungan media yang dipunyai oleh Surya Paloh.

Kemudian, Anies juga disarankan untuk mendekat ke para elite Partai Golkar, terutama Bambang Soesatyo yang saat ini menjadi Ketua MPR dan Airlangga Hartarto yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum partai beringin tersebut.

Hmm, iya juga sih. Tapi, bukannya Surya Paloh, Airlangga Hartarto maupun Bamsoet juga mewakili kekuasaan oligarki kan ya? Uppps. Well, tapi mereka masih jadi pemegang kekuasaan di partai politik sih. Jadi masuk akal juga kalau mendekat ke mereka akan jadi tambahan modal politik.

Baca juga :  Golkar Berhasil Dilobi Puan?

Yang jelas, kondisi ini sebenarnya menjadi pembenaran pemikirannya sosiolog asal Jerman, Robert Michels, tentang the iron law of oligarchy alias hukum besi oligarki. Menurutnya, keberadaan oligarki tak bisa dipisahkan dari demokrasi itu sendiri karena menjadi bagian yang intrinsik dan kebutuhan utama dari demokrasi itu sendiri.

Wih. Jadi, Pak Anies bukan menghindari jebakan, tapi harus menjebakkan diri gitu maksudnya ya? Uppps. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya nih. Kalau ke Surya Paloh udah lumayan dekat. Tinggal manuver Anies ke Golkar nih yang patut ditunggu. (S13)


Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?