HomeCeloteh2024, Siapa Mau Gandeng NU?

2024, Siapa Mau Gandeng NU?

“Hasil survei tahun 2022 menyatakan bahwa 59,2 persen dari seluruh penduduk muslim Indonesia mengaku NU. Kalau umat Islam diperkirakan 250 sampai 260 juta, 59,2 persen itu berapa? Bisa sampai hampir 150 juta. Ini luar biasa,” – Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)


PinterPolitik.com

Baru-baru ini, Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf membeberkan bahwa  59,2 persen dari seluruh penduduk beragama Islam di Indonesia mengaku sebagai warga Nahdlatul Ulama (NU) – atau biasa disebut sebagai Nahdliyin

Ketum PBNU yang akrab disapa Gus Yahya ini menyampaikan data tersebut berdasarkan hasil survei terbaru yang dilakukan oleh suatu lembaga survei pada tahun 2022. 

Bagi Gus Yahya, angka ini terus meningkat – jika dibandingkan dengan hasil survei tahun 2018 yang sebelumnya menunjukkan 50,5 persen dari total umat Islam di Indonesia. 

Anyway, jika kita kaitkan dalam konteks politik, kenyataan tentang warga NU yang lumayan besar merupakan ladang elektoral yang memikat para stakeholder politik negeri ini. 

Hal ini sejalan dengan kenyataan demokrasi elektoral yang saat ini kita anut – yang mana di dalamnya jumlah suara (kuantitas) seolah menjadi modal mutlak kemenangan partai atau kandidat yang akan berkompetisi. 

image 132
Gus Yahya Ternyata Presiden?

Hmm, bisa jadi pernyataan Gus Yahya ini bisa ditafsirkan sebagai “pesan politik tidak langsung” ya? Apalagi hari-hari ini suasana politik semakin mengental menjelang kontestasi politik 2024. 

Melalui pesan tersebut, Gus Yahya ingin mengatakan kalau NU sudah saatnya dilirik karena merupakan lumbung suara jelang Pemilu dan Pilpres 2024 nanti. 

Namun, muncul pertanyaan, apakah jumlah warga NU yang diklaim di atas juga punya preferensi politik yang sama dengan PBNU? Atau, jangan-jangan, sebagai warga NU, mereka hanya menjalankan tradisi agama NU tanpa ikut dalam konstelasi politik yang sering bersinggungan dengan PBNU? 

Dalam konteks ini, sering kali pengikut NU dibagi dalam dua kategori. Pertama, yang disebut sebagai NU Struktural, yakni pengikut NU yang mempunyai afiliasi ke-NU-an karena terlibat dan menjadi bagian dari struktur NU. 

Yang kedua adalah NU kultural. Mereka yang menjadikan NU sebagai bagian dari realitas tradisi keagamaan. Ikatan kultur yang menjadikan mereka terikat menjadi bagian dari ke-NU-an. 

Jika melihat dalam konteks dikotomi semacam ini, maka kita akan melihat adanya opsi-opsi yang mungkin terjadi – bukan opsi linear yang meyakini warga NU mempunyai preferensi politik dengan PBNU. 

Penyebabnya kemungkinan karena adanya multiple identity yang akan dihadapkan pada pilihan politik seorang warga NU. 

Penjelasan ini ingin menggambarkan bahwa sebenarnya tidak ada konsep yang tunggal atau linear dalam melihat realitas politik, tapi memiliki dimensi lain, yaitu dimensi multiple identity

Filsuf Amartya Sen menyebut konsep ini sebagai plural identity atau identitas majemuk, yang mana sebagai seseorang dalam sebuah masyarakat yang kompleks tidak hanya mempunyai satu identitas. Dalam dirinya, terdapat kemajemukan identitas yang berlapis dan kesemuannya menyatu dalam dirinya. 

Pada akhirnya, dalam pendekatan ini, kita dapat melihat adanya identitas yang berlapis. Pendekatan ini dapat dijadikan perspektif baru ketika membenturkan antara identitas kelompok tertentu di satu sisi dengan identitas lain di sisi lainnya. 

Keduanya bisa saling bertautan satu dengan lainnya, termasuk dalam ideologi politik dan juga perjuangan akan ide tersebut. Semuanya akan terkulminasi dalam hal preferensi politik tertentu dalam konteks politik elektoral. 

Hmm, di tengah hiruk pikuk pencapresan menjelang Pilpres dan persiapan partai-partai hadapi Pemilu. Munculnya statement Gus Yahya, terkesan ingin “mencuri perhatian”, atau jangan-jangan ini bagian dari “pitching” promosikan NU? Upps. Hehehe. (I76)


Perang Dunia 3 akan Meletus di Arktik?
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Ganjar Punya Pasukan Spartan?

“Kenapa nama Spartan? Kita pakai karena kata Spartan lebih bertenaga daripada relawan, tak kenal henti pada loyalitas pada kesetiaan, yakin penuh percaya diri,” –...

Eks-Gerindra Pakai Siasat Mourinho?

“Nah, apa jadinya kalau Gerindra masuk sebagai penentu kebijakan. Sedang jiwa saya yang bagian dari masyarakat selalu bersuara apa yang jadi masalah di masyarakat,”...

PDIP Setengah Hati Maafkan PSI?

“Sudah pasti diterima karena kita sebagai sesama anak bangsa tentu latihan pertama, berterima kasih, latihan kedua, meminta maaf. Kalau itu dilaksanakan, ya pasti oke,”...