HomeCelotehMisteri Hilangnya “Pedang” Jokowi di KPK

Misteri Hilangnya “Pedang” Jokowi di KPK

“Saya pikir bukan bola panas. Karena (menyeleksi) dari sekian banyak menjadi 10 itu bukan pekerjaan yang mudah”. – Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan


PinterPolitik.com

Isu tentang calon pimpinan alias capim KPK memang tengah menjadi bahan pergunjingan serius. Pasalnya, dari nama-nama yang lolos seleksi, ada beberapa di antaranya yang punya rekam jejak bermasalah.

Ibaratnya nih, ajang pemilihan pimpinan lembaga anti rasuah ini kayak ujian chunin di cerita komik Naruto yang disusupi oleh banyak Shinobi berbahaya. Wih, tahu-tahu ada Orochimaru yang muncul kan bisa bahaya ya. Uppps.

Buat yang belum tahu, Orochimaru adalah salah satu peran antagonis dalam komik tersebut yang punya kekuatan ular. Ngeri-ngeri sedap lah kalau ngelihat wajah doi.

Nah, balik ke soal panitia seleksi alias pansel KPK, mereka sendiri juga dianggap bermasalah karena berisi orang-orang yang berpotensi punya pertautan kepentingan dengan intitusi tertentu, katakanlah dalam hal ini kepolisian.

Akibatnya, beberapa calon yang sempat diloloskan juga disebut-sebut punya pertalian jejak dengan kepolisian. Salah satunya adalah Kapolda Sumatra Selatan Irjen Firli Bahuri yang sebelumnya dianggap melanggar kode etik ketika bertugas di KPK. Tak heran banyak yang mengkritik keberadaannya dalam daftar capim KPK.

Nah, yang terbaru nama Firli juga diloloskan dalam 10 capim yang diberikan ke Presiden Jokowi. Yang lebih mengundang banyak pertanyaan lagi adalah nama sang Kapolda masih juga diloloskan oleh Jokowi ke DPR.

Hadeh. Bisa tambah makin sewot itu para aktivis anti korupsi gara-gara keputusan Jokowi ini. Makin kacau lah dunia per-shinobian kalau kayak gini. Hehehe.

Apalagi, salah satu nama yang juga diloloskan oleh Jokowi adalah Roby Arya Brata, sosok yang sempat mengusulkan agar KPK tak mengurusi korupsi yang terjadi di kepolisian dan kejaksaan.

Beh, ini mah lebih parah daripada Orochimaru namanya. Kan KPK itu diadakan biar juga bisa mengusut kasus-kasus korupsi di lembaga-lembaga penegak hukum yang lain termasuk kepolisian dan kejaksaan.

Hayoo, kalau KPK nggak boleh melakukannya, terus siapa nih nanti yang mengusut korupsi di kejaksaan dan kepolisian? Mau minta Ki Joko Bodo? Uppss. Maaf, Ki. Ini cuma bercandaan aja. Hehehe.

Yang jelas, ini bisa jadi preseden yang buruk untuk pemerintahan Jokowi di periode kedua. Pasalnya, doi kan identik dengan tangan kuatnya dalam memberantas korupsi.

Lha kalau ngelolosin capim lembaga anti korupsi yang bermasalah, emang masih bisa dibilang Pak Jokowi bertaring dalam pemberantasan korupsi? Ini mah sama aja Pak Jokowi membuang “pedang” yang biasa dipakai untuk memperkuat kekuatan politiknya.

Noh, BLBI sama Bank Century kan kayak siluman kasusnya, muncul pada saat dibutuhkan. Upppss. Itu kata orang-orang loh ya Pak. Hehehe.

Atau jangan-jangan ada deal-deal atau masalah yang mau disembunyiin nih dengan milih capim bermasalah? Upppss. Itu kata orang-orang juga loh Pak. Hehehe. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Baca juga :  Ini Rahasia Jokowi Kalahkan Megawati?
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?