HomeCelotehFahri Hamzah “Tobat” Mendadak?

Fahri Hamzah “Tobat” Mendadak?

“Sekarang ada kapitalisme baru yang lebih menjanjikan, kapitalisme komunis China. Dari situ diambil kesimpulan, kita harus mengambil jalan mengikuti pola perkembangan ekonomi kapitalisme China yang sebenarnya tidak cocok dengan kita”. – Fahri Hamzah, Waketum Partai Gelora


PinterPolitik.com

Kalau diperhatikan secara seksama, memang banyak hal menarik yang bisa dilihat dari tuntutan para pendemo yang menolak Undang-Undang Cipta Kerja. Misalnya nih, pasca gerakan buruh yang menolak tersebut, muncul wacana mengapa para buruh ini nggak bikin partai politik sendiri. Iyess, Partai Buruh.

Hmm, tapi bau-baunya model Partai Buruh itu punya sejarah kelam di republik ini. Yep, Partai Komunis Indonesia alias PKI adalah partai politik yang berangkat dari gerakan buruh dan petani. Jadi ya udah pasti agak sulit mewujudkan model partai yang demikian lagi.

Selain itu, ada juga tuduhan menarik lainnya yang tersebar di media sosial, misalnya yang menyebut UU Ciptaker sebagai produk komunisme. Iyess, nggak salah denger cuy, dituduh produk komunisme.

Konteksnya memang sejalan dengan peringatan G30S PKI yang jatuh pada akhir bulan September lalu. Tapi sayangnya yang nuduh sepertinya kurang jauh pikniknya. Uppps. Soalnya kalau para buruh aja mendemo, maka udah pasti UU Ciptaker ini cenderung pro kelompok kapitalis dan sangat tidak mungkin produk komunisme.

Tapi eh tapi, bukan berarti itu sepenuhnya salah loh, terutama jika entitas komunisme yang dimaksud itu bukan pahamnya dalam bidang ekonomi, tapi mengarah pada negara. Iyess, komunisme Tiongkok – well walaupun secara ekonomi negara ini amat sangat kapitalis.

Mungkin hal inilah yang coba digarisbawahi lagi oleh Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah. Mantan politikus PKS ini menyebutkan bahwa UU Ciptaker ini terlihat seperti ingin mencontoh produk hukum di Tiongkok.

Baca juga :  Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Menurutnya, kapitalisme model baru ala Tiongkok lebih menarik dan menjanjikan ketimbang kapitalisme konservatif ala Amerika Serikat dan negara Barat lainnya. Kapitalisme Tiongkok memang dicirikan oleh adanya pasar bebas, tetapi tanpa adanya pelaksanaan demokrasi.

Menurut Fahri, hal inilah yang kemudian cenderung bertentangan dengan budaya politik di Indonesia yang demokratis. Konteks “contekan dari Tiongkok” ini menurut Fahri terlihat dari protes yang dikeluarkan oleh investor dari negara-negara Barta terhadap UU Ciptaker.

Hmm, sebenarnya yang bikin heran tuh Bang Fahri sendiri sih. Soalnya sebelumnya cukup “membela” pemerintah terkait politik dinasti, juga saat nyerang PKS dan Partai Demokrat yang menolak UU Ciptaker. Kenapa tiba-tiba sekarang jadi agak keras bahasanya ya? Uppps.

Semoga nggak drastis-drastis banget ya perubahannya. Takutnya dituduh jadi Two Faces kayak di seri Batman: The Dark Knight. Yang bisa berubah banget pandangannya menjadi ekstrem seketika. Uppps.

Menarik untuk ditunggu. (S13)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.