HomeHumaniaJOKOWINOMIC

JOKOWINOMIC

“Jokowi, sang fenomenal yang mengawali karir pemerintahannya sebagai walikota Surakarta. Lalu bagai The Flash (superhero cepat) ia menjelma menjadi Gubernur DKI Jakarta. Saat ini, 2 tahun sudah, pria yang bernama panjang Joko Widodo ini memimpin Indonesia sebagai Presiden.”


pinterpolitik.com

JAKARTA – Dengan segala kontroversinya dalam bersikap, berbicara serta mengeluarkan kebijakan negara, ia menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia bangkit dari keterpurukan. Kebijakan Jokowi sungguh sangat mencengangkan, bagi sebagian pihak, kebijakan-kebijakannya dianggap aneh atau bahkan mengerikan. Beresiko, berpihak, terobosan! Itu yang banyak dikatakan orang tentang kebijakan Jokowi.

Wajah desa, pemikiran dunia!

Pria yang berperawakan kurus ini memang terlihat biasa-biasa saja. Tetapi ternyata Jokowi merupakan model baru dari kemajuan politik di Indonesia, berbeda sekali dengan para pendahulunya, ia tidak naik ke kursi kepresidenan melalui militer atau sistem partai politik. Semuanya bermula pada tahun 2005, ketika pengusaha sukses direkrut oleh para pemimpin bisnis sesama untuk mencalonkan walikota kampung halamannya Surakarta.

“Saya mungkin memiliki wajah seseorang yang berasal dari desa, tapi saya punya otak internasional,” begitu ujar Jokowi.

Bisnisnya memang terlihat biasa, hanya furniture, tapi ternyata sering membawanya ke Eropa, Amerika Serikat, dan Australia. Dia mengirim anak-anaknya ke sekolah di Singapura dan Australia, di mana sulungnya menerima diploma bisnis setelah dua tahun di University of Technology di Sydney. Walau begitu, hidupnya tetap sederhana, ia tidak pernah menjadi anggota kosmopolitan maupun elite bisnis seperti di Jakarta, modalnya hanya tulus menjadi pengusaha.

Sebagai walikota Surakarta, Jokowi perlahan membangun konsensus untuk kebijakannya, lalu penuh semangat dalam rangka membangun sistem transportasi umum dan membersihkan daerah kumuh. Pada tahun 2012, didukung oleh konglomerat dan para pemimpin politik yang melihat keberhasilannya, maka ia didaulat untuk memenangkan Gubernur DKI Jakarta. Dia segera memperbaiki pemerintahan kota, meluncurkan skema kesehatan kota yang baik dan sistem transportasi yang terartur.

Bahkan banyak pihak yang pesimis dengan gaya kepemimpinannya, itu terbukti sejak ia masih melakukan kampanye politik untuk pilpres yang dilaluinya. Berbagai ahli dalam dan luar negeri berpendapat sedikit miris tentang Jokowi.

“Don’t expect the Jokowi presidency to be smooth,” said Dr Marcus Mietzner, Associate Professor with the Australian National University.

Begitu ia terpilih menjadi Gubernur Jakarta, pers mulai berbicara tentang dia sebagai calon presiden potensial. Dia mulai kampanye pemilihan presiden pada tahun 2014 dengan dukungan yang kuat dalam pemilu, berhadapan dengan rival berat yaitu Prabowo Subianto. Namun demikian, Jokowi akhirnya menang. Pemilu kemudian menunjukkan bahwa Jokowi mengungguli Prabowo di daerah pedesaan, di mana pesan populis Prabowo tidak memiliki efek yang baik.

 “He will not be the messiah that some people have made him out to be. He will also most probably not be a great president; Jokowi will have trouble relating his style of governance on the ground to the national level. No one has tried what he is doing before,” said Dr Marcus Mietzner, Associate Professor with the Australian National University.

Namun, dari pandangan miring tersebut, setidaknya Jokowi membuktikan memberi perubahan untuk Indonesia. Awal ia menjalankan sistem pemerintahannya, ia gaungkan Nawacita, yaitu 9 dasar yang mencakup visi dan misinya bersama Jusuf Kalla. (https://id.wikipedia.org/wiki/Nawa_Cita)

 

The Power Of Blusukan

Selain beberapa hal terkait program kerja tersebut, Jokowi juga aktif dalam “Blusukan” untuk mengontrol  proyeknya. Baik proyek skala nasional maupun daerah. Hal yang menurut banyak kalangan terdenagr unik ini sebenarnya telah menjadi ciri khasnya sejak menjadi walikota Surakarta.

“Jokowi blusukan itu untuk ‘social-learning’. Dengan melihat kondisi warga secara langsung, Jokowi sedang mempelajari apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh warganya,” kata analis sekaligus pakar perencanaan tata kota, Bakti Setiawan.

Baca juga :  Mengapa Trah Jokowi Sukses dalam Politik?

Blusukan yang akan dilakukan presiden Joko Widodo dinilai mampu mengefektifkan kebijakan dan program yang diusung pemerintahan Jokowi-JK tersebut. Apa yang mereka cita-citakan terlihat bahwa benar-benar dikontrol secara langsung, tidak hanya melalui laporan pertanggungjawaban ataupun hal-hal formal lainnya.

“Jokowi juga tipe pemimpin yang selalu memastikan bahwa antara policy (kebijakan), rencana dan pelaksanaan harus sejalan. Blusukan itulah cara dia memastikan bahwa apa yang direncanakan benar-benar dilaksanakan di lapangan,” kata Analis Politik Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Arie Sujito.

Dari blusukan itu juga Jokowi mendengarkan suara rakyat sebagai dasar menetapkan kebijakan dan membuat rencana yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sehingga, apa yang direncanakan memang betul-betul yang dibutuhkan rakyat, bukan hanya yang diingini pemimpin. Sebab seringkali kita melihat banyak pemimpin memiliki program-program yang baik, tapi tidak selamanya berguna atau selaras dengan kebutuhan masyarakatnya. Akhirnya, proyek-proyek yang dilakukan mangkrak, atau malah menjadi proyek yang mubazir. Sehingga dengan gaya blusukan Jokowi inilah, lahir rasa percaya masyarakat dan kedekatan antara rakyat dengan pemimpinnya. Sehingga apa yang diutarakan oleh Jokowi dan Jusuf Kalla dalam Nawacita, dapat benar-benar diwujudkan untuk kemajuan bangsa.

Strategi “Paket Ekonomi”

Sejalan dengan Nawacita yang telah digaungkan, maka kebijakan yang diterapkan Jokowi dimaksimalkan untuk dapat selaras dengan tujuan awal Nawacita itu sendiri. Maka ia bersama JK mengeluarkan berbagai macam Paket Ekonomi. Kembali lagi hal ini menjadi kontroversial. Banyak pihak yang pro dan kontra. Namun Jokowi tidak bergeming sedikitpun.

“Saya ingin menekankan di sini bahwa paket kebijakan ekonomi ini bertujuan untuk menggerakkan kembali sektor riil kita yang akhirnya memberikan fondasi pelompatan kemajuan perekonomian kita ke depan,” tutur Jokowi.

Secara cepat pemerintahan Jokowi menjalankan paket ekonomi tersebut. Beberapa diantaranya terkait dengan penyederhanaan Birokrasi yang terlihat carut marut sebelumnya. Lalu beberapa kali pula presiden mengadakan pertemuan dengan negara-negara penting sebagai langkah mengundang investor masuk ke dalam negeri. Segi penyerapan dana sungguh digenjot oleh Jokowi, kiranya semua untuk program yang membangun bangsa.

Ekonom ANZ Bank Asia-Pasifik Daniel Wilson mengatakan bahwa apa yang dijanjikan oleh pemerintahan Jokowi-Jk menarik, “wants to see a more decisive result so the way forward is clearer”.

Sejauh ini telah 6 (enam) Paket Ekonomi dikeluarkannya bersama Jusuf Kalla. Besar harapan masyarakat untuk dapat terlaksananya program-program tersebut. Sebenarnya apa yang dijalankan pemerintah, cukup  memiliki satu hal, yaitu menjunjung tinggi azas Kedaulatan Rakyat. Sehingga apapun kebijakan maupun pekerjaan pemerintah, sebaiknya memiliki azas tersebut. Dimana dimaksudkan di dalamnya bahwa negara terbentuk karena adanya perjanjian masyarakat. Perjanjian masyarakat disebut juga dengan istilah kontrak sosial. Sehingga menurut Thomas Hobbes dan John Lock yaitu “Kedaulatan rakyat mengandung arti, bahwa yang terbaik dalam masyarakat ialah yang dianggap baik oleh semua orang yang merupakan rakyat. Pengertian kedaulatan itu sendiri adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara yang tersedia.” Oleh karena itu, kedaulatan rakyat membawa konsekuensi, bahwa rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Kembali kepada program Paket Ekonomi tersebut, bahwa apa yang dilakukan Jokowi semata-mata hanya untuk perbaikan arah negara ini. Baik secara ekonomi, sosial, politik maupun budaya. Memang ekonomi sebagai sisi yang berbenturan dengan banyak hal. Jika ekonomi kacau, maka sektor-sektor lainpun akan merasakan efeknya. Maka mata rantai pembangunan yang nyata terlihat bahwa Jokowi memperbaiki ekonomi, birokrasi, pajak, serta sektor hukum. Bahkan sejauh ini, Indonesia mengalami perubahan peringkat dalam rasio korupsi. Menurut Transparency International Indonesia (TII) Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perceptions Index (CPI) Indonesia tahun 2016 yaitu dengan IPK skor 37 dari rentang 0-100 dan menduduki peringkat 90 dari 176 negara yang diukur. Meski secara skor naik satu poin dibanding tahun sebelumnya yang meraih skor 36, peringkat IPK Indonesia turun dua peringkat dibanding 2015 yang menempati urutan 88 dari 168 negara yang diukur.

Baca juga :  Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Menurut Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Teten Masduki hasil survei ini tidak memuaskan Presiden Joko Widodo. Dengan berbagai kebijakan yang dilakukan, Presiden berharap skor IPK Indonesia lebih baik.

“Tentu tidak (puas). Pasti presiden kita tidak happy kalau poin CPI kita hanya naik satu poin. Kita tentu berharap skornya lebih baik,” kata Teten usai peluncuran IPK Indonesia 2016 di Sari Pan Pacific, Jakarta, Rabu (25/1).

Teten mengatakan, Indeks Persepsi Korupsi merupakan acuan bagi pelaku bisnis. Semakin baik indeks persepsi korupsi menandakan semakin baik pula kemudahan berbisnis di Indonesia karena potensi suap yang semakin kecil. Dengan demikian, pelaku usaha tidak ragu berbisnis di Indonesia karena yakin aset mereka tidak akan hilang. Untuk itu, dalam upaya mendongkrak skor IPK Indonesia, pihak pemerintah akan mengundang TII untuk memaparkan dan berdiskusi mengenai hasil survei ini. Berdasarkan hasil tersebut, kenaikan satu poin skor IPK Indonesia tahun 2016 menjadi 37 berkaitan dengan sejumlah kebijakan pemerintah. Beberapa di antaranya kebijakan mengenai reformasi birokrasi, penyederhanaan-penyederhanaan bisnis, pelayanan publik dalam paket kebijakan deregulasi ekonomi. Di sisi lain, hasil survei ini belum merekam reformasi hukum yang sedang dilakukan pemerintah karena kebijakan ini relatif baru berjalan. Dapat dikatakan bahwa korupsi terutama di sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat terjadi karena adanya celah dari sisi pemerintah dan pelaku bisnis. Untuk itu, pemerintah berupaya menutup peluang terjadinya celah dengan memperketat proses pengadaan barang dan jasa mulai dari penganggaran hingga pengadaan.

 

“Big hope”

Sejalan dengan seluruh pekerjaan yang telah dilakukan Jokowi, perlu kita apresiasi apapun itu. Sebab tanpa terasa, perubahan sikap dan mental bangsa Indonesia yang disuarakan oleh Jokowi melalui Revolusi Mental, mulai terasa. Pelayanan publik lebih transaparan, sektor keuangan mulai sehat dan akuntabel. Tidak lupa juga sektor infrastruktur yang terus berbenah. Mungkin tidak bisa kita rasakan dengan waktu yang singkat, namun dengan segenap kepercyaan antara Pemerintah dan masyarakat maka proses itu seyogyanya dapat dilakukan dengan baik. Teringat potongan sajak seorang seniman lawas, W.S Rendra, “Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing. Diktat-diktat hanya boleh memberi metode, tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan. Kita mesti keluar ke jalan raya, keluar ke desa-desa, mencatat sendiri semua gejala dan menghayati persoalan yang nyata. Inilah sajakku, pamplet masa darurat. Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan? Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan……”

Mengapa sajak tersebut terasa nyata? Apakah mulai kita lihat realita? Ya, bangsa ini perlu pemimpin yang turun ke jalan, turun ke desa, mendengar serta melihat rakyatnya. Memegang serta memeluk rakyatnya. Agar siapapun masyarakat merasa dihargai dan diperhatikan. Kiranya besar pengharapan kita sebagai warga negara, bahwa apapun yang dilakukan para pemimpin kita dalam pemerintahan, sejatinya hanya untuk kesatuan dan kepentingan negara ini. Bhineka Tunggal Ika yang menjadi lagu pujian bagi negara ini, sepatutnya tetap dikobarkan. Melalui pemerintahan Jokowi ini, kita sematkan cita-cita mulia. Bagai super hero dengan keahlian dan kekuatan supernya,  kita berharap Jokowi dapat memimpin negeri ini dengan sebaik-baiknya.

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Lolos “Seleksi Alam”, PKS-PKB Seteru Abadi?

Berkaca pada hasil Pileg 2024, PKB dan PKS agaknya akan menjadi dua entitas politik yang akan terlibat dalam persaingan ceruk suara pemilih Islam ke depan. Terlebih di saat PAN seakan telah melepaskan diri dari karakter Islam dan PPP harus “terdegradasi” dari kancah legislatif nasional.

Jokowi Makin Tak Terbendung?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan meminta jatah menteri dari pemerintahan Prabowo Subianto. Apakah Jokowi makin tak terbendung?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Prabowonomics: Jurus ‘Lompatan Katak’?

Program makan siang dan susu gratis ala Prabowo merupakan jenis school feeding program. Mungkinkah ini jadi kunci penting Prabowonomics?

More Stories

Bukti Indonesia “Bhineka Tunggal Ika”

PinterPolitik.com mengucapkan Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia ke 72 Tahun, mari kita usung kerja bersama untuk memajukan bangsa ini  

Sejarah Mega Korupsi BLBI

KPK kembali membuka kasus BLBI yang merugikan negara sebanyak 640 Triliun Rupiah setelah lama tidak terdengar kabarnya. Lalu, bagaimana sebetulnya awal mula kasus BLBI...

Mempertanyakan Komnas HAM?

Komnas HAM akan berusia 24 tahun pada bulan Juli 2017. Namun, kinerja lembaga ini masih sangat jauh dari harapan. Bahkan desakan untuk membubarkan lembaga...