HomeRuang PublikSekilas Sejarah Hukum

Sekilas Sejarah Hukum

Oleh Muchyar Yara

Hukum eksis sebagai sebuah sistem yang mengatur tingkah laku dan hak-hak dalam sebuah negara dan masyarakat. Bagaimana sejarahnya hukum bisa mencapai sebuah sistem seperti sekarang ini?


PinterPolitik.com

Hukum adalah sebuah sistem tentang aturan-aturan tingkah laku dan hak-hak yang diakui oleh sebuah masyarakat atau yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang di dalam sebuah negara. Hukum membedakan antara apa yang boleh dan apa yang dilarang.

Sistem Hukum Mesir

Kehadiran sistem peradilan yang terorganisir di Mesir sekitar tahun 4000 SM menandai permulaan dari sejarah hukum. Di bawah sistem ini, ucapan raja adalah hukum. 

Istana-istana menjadi pusat dari hukum dengan para hakimnya yang mengelola hukum. Catatan-catatan tentang wasiat-wasiat, perjanjian-perjanjian, hak-hak dan batas-batas tanah, dan semua perbuatan hukum dipelihara dan disimpan di dalam istana-istana.

Sistem hukum Mesir ini bertahan sampai Mesir di duduki oleh Kerajaan Romawi pada abad pertama Masehi.

Kitab Hammurabi

Kitab Hukum Hammurabi merupakan kitab hukum tertulis yang paling tua – berasal dari sistem hukum Mesopotamia dan disusun pada kurang lebih tahun 2100 SM.

Kitab Hukum Hammurabi merupakan satu di antara kitab hukum kuno yang paling penting dan memuat hampir seluruh koleksi dari hukum Babilonia yang pernah ditemukan.

Hammurabi yang berkuasa selama 42 tahun dari 1792-1750 SM mengorganisasikan kembali administrasi hukum dan membentuk sebuah susunan hukum tertulis yang teratur.  Kitab hukumnya ini di dasarkan pada kumpulan peraturan dari bangsa Sumeria dan Akkadian yang lebih awal.   

Kitab Hukum Hammurabi terdiri dari 282 ketentuan yang secara sistematis tersusun di bawah judul-judul seperti keluarga, buruh, hak milik pribadi, pertanahan/perumahan, jual-beli, dan perdagangan. Tindakan-tindakan hukum dimulai menurut kitab hukum ini dengan tuntutan/gugatan tertulis. Kesaksian harus dilakukan di bawah sumpah.

Hukum berpedoman pada prinsip-prinsip seperti, “yang kuat tidak boleh melukai yang lemah” dan “hukuman harus sesuai dengan kejahatan”, serta bersifat keras di dalam menerapkan hukuman dengan menetapkan “mata dibalas dengan mata” atau “gigi dibalas dengan gigi”. Keabsahan dan keberlakuan hukum dipelihara melalui otoritas para dewa dan negara. 

Beberapa cara pengaturan terhadap harta benda diakui, termasuk jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar (barter), hibah, persembahan, pinjam-meminjam, pengagunan, dan penjaminan. Hukum jual-beli mencakup doktrin yang kemudian oleh Bangsa Romawi disebut sebagai “caveat emptor” yang berarti, “seharusnya pembeli berhati-hati.” 

Riba (bunga yang tinggi) dianggap sebagai pelanggaran. Kitab hukum juga menetapkan plafon harga bagi barang-barang, seperti juga menetapkan gaji maksimum untuk buruh, seniman, dan para profesional.

Kejahatan-kejahatan yang diancam hukuman mati harus melalui persidangan di hadapan majelis hakim. Kejahatan besar meliputi bigami, lari dari pertempuran/peperangan, incest, penculikan, perzinaan, mencuri, dan kesaksian palsu. Namun, cukup aneh karena ternyata membunuh tidak termasuk sebagai kejahatan di dalam kitab hukum.

Di antara hukum keluarga, terdapat ketentuan yang mengharuskan adanya perjanjian perkawinan secara tertulis. Mas kawin dan penyelesaian perkawinan diperbolehkan dengan hukuman bagi pihak yang melanggar perjanjian perkawinan. 

Seorang suami yang ingin menceraikan istrinya harus menyediakan tunjangan bagi istrinya (alimony) dan dukungan keuangan bagi anak-anaknya. Para istri diperbolehkan mengajukan perceraian karena alasan perselingkuhan, kekejaman, atau penyia-nyiaan pihak suami.

Kitab Hukum Hammurabi diyakini memiliki pengaruh yang sangat besar di dalam pembangunan peradaban Barat selama berabad-abad sejak kitab hukum ini ditulis. Artefak yang mengandung kitab hukum ini ditemukan di Susa, Iran, pada tahun 1901.

Hukum Romawi

Sumbangan terbesar dari Kekaisaran Romawi adalah memperkenalkan sebuah Sistem Hukum kepada bangsa-bangsa yang ditaklukkannya. Hukum Kekaisaran Romawi yang tertulis dan terpadu (unifikasi) pada puncaknya tersebar dari Inggris sampai ke Mesir – menggantikan aturan dan kebiasaan setempat yang tidak tertulis.

Hukum Romawi pada awalnya bersumber dari sistem hukum Romawi Kuno dan kemudian menjadi basis hukum di Eropa Barat serta negara-negara yang dipengaruhi oleh sistem hukum Eropa.

Asal-usul

Hukum Romawi memiliki asal-usul jauh ke belakang bahkan sebelum Romawi menjadi sebuah negara, yaitu dari kebiasaan-kebiasaan keluarga yang diturunkan dari generasi ke generasi dan dari keputusan-keputusan para kepala suku ataupun raja-raja.

Pada saat Republik Romawi di dirikan (509 SM), sebagian besar dari hukum kebiasaan ini masih berlaku – bukan hukum tertulis tetapi tidak tertulis yang dipertahankan oleh sebahagian terbesar keluarga ningrat kuno (gentes). Ini berarti rakyat awam (plebeians) selalu berada pada posisi yang dirugikan dalam setiap perselisihan.

Kodifikasi 12 Meja (Twelve Tables) 

Tahun-tahun pergolakan berakhir dengan dibentuknya sebuah komisi yang terdiri dari 12 orang ahli hukum (decemviri legibus scribundis) yang mengumpulkan dan menerbitkan untuk pertama kalinya sebuah kodifikasi (Kitab Tertulis) yang berisikan kebiasaan-kebiasaan tidak tertulis Romawi. Kodifikasi dinamakan “12 Meja” (the Twelve Tables) pada 451-450 SM.

Kodifikasi ini pada umumnya berkaitan dengan harta-benda dan tata cara memperoleh ganti rugi atas perbuatan-perbuatan yang salah. Kodifikasi 12 Meja diberlakukan sebagai undang-undang (UU) oleh sebuah Majelis Pemerintahan Romawi (Comitia Centuriata), dan kadang kala UU diberlakukan oleh badan-badan perwakilan lainnya.

Namun, perkembangan hukum yang terbesar di bawah Republik Romawi berasal dari dua sumber lain, yaitu jurisconsults dan praetors. Jurisconsults terdiri dari para warga terkemuka yang dikenal selalu melakukan pengkajian dan menafsirkan hukum secara memuaskan dan dikagumi.

Mengingat UU awal ini bertepatan dengan permulaan dimulainya bahasa tulisan di Romawi, maka bahasanya belum jelas dan sering kali memerlukan penjelasan lebih lanjut. Para anggota jurisconsults memiliki prestise yang tinggi, dan para pejabat maupun rakyat awam secara teratur berkonsultasi kepada mereka.  

Terlebih lagi, dengan pengukuhan Agustus sebagai kaisar yang pertama pada tahun 27 SM, beliau memberikan kewenangan kepada jurisconsults untuk mengeluarkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan hukum yang ditanyakan kepada kaisar. Praktik ini terus berlanjut di bawah kaisar-kaisar berikutnya.

Praetors dipilih setiap tahunnya dari hakim-hakim yang tugasnya meliputi juga mengelola pengadilan. Mereka juga mendapati bahwasanya undang-undang masih kurang jelas dan banyak hal belum tercakup di dalamnya. 

Karenanya, sebelum menduduki jabatan sebagai Praetors masing-masing mengumumkan sebuah maklumat bahwa berdasarkan alasan-alasan tertentu ia mengakui hal-hal yang dinilainya sesuai/cocok sebagai ketentuan hukum (di luar yang tercantum dalam UU).

Maklumat ini hanya berlaku selama yang bersangkutan menjabat sebagai Praetors. Namun, biasanya penerus-penerusnya pada umumnya berpegang juga pada maklumat yang dikeluarkan oleh pejabat terdahulu dan mempertahankannya karena telah terbukti pantas dan dikenal umum dengan membuang bagian-bagian kecil yang sudah tidak sesuai lagi. 

Melalui cara ini sejumlah besar hukum yang pantas dan berguna (mudah dilaksanakan) dapat dikumpulkan, dicoba dan diuji sejalan dengan meningkatkan kerumitan persoalan-persoalan di dalam perkembangan urusan negara.  Dengan meningkatnya kekuasaan kaisar dan pejabat pemerintah (birokrat) pada satu pihak, serta menurunnya kekuasaan pejabat-pejabat yang dipilih rakyat, maka peranan Praetor juga berkurang. 

Pada awal abad ke-2 M, Kaisar Hadrian memerintahkan maklumat-maklumat yang dikeluarkan oleh Praetors disusun dan dikodifikasikan oleh seorang ahli hukum.  Maklumat yang telah distandarisasikan ini kemudian menjadi bahan studi dan komentar para ahli hukum yang tulisan-tulisannya melengkapi Hukum Romawi kemudian. 

Kaisar, sebagai hakim, juga memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Maklumat di dalam urusan-urusan hukum. Namun, tidak seperti hakim-hakim di masa Republik, kekuasaan kaisar adalah seumur hidupnya sehingga maklumatnya berlaku untuk jangka waktu yang cukup lama. 

Tambahan lagi, biasanya kaisar-kaisar yang kemudian memperhatikan ketetapan-ketetapan yang dibuat oleh pendahulunya.

Para kaisar, khususnya pada awal era kekaisaran, sangat tergantung pada nasehat dari ahli-ahli hukum yang terkenal serta pendapat/persetujuan dari Senat, sebuah badan yang beranggotakan para negarawan senior yang memberikan nasehat kepada hakim-hakim. Pendapat/persetujuan dari Senat pada akhirnya diperoleh secara dengan sendirinya – ketetapan-ketetapan yang dibuat Kaisar menjadi satu-satunya sumber hukum.

Kodifikasi Justinian (Corpus Juris Civilis)

Perkembangan hukum Romawi diakhiri dengan kodifikasi yang dikenal sebagai Corpus Juris Civilis (Tubuh Hukum Perdata), yang menggabungkan semua hukum yang ada menjadi satu kode tertulis. Itu diumumkan (533-534 M) oleh kaisar Bizantium Justinian I dan dikenal sebagai Kode Justinian. Kode itu adalah kumpulan hukum dan pendapat masa lalu dari ahli hukum Romawi dan juga termasuk UU baru yang diberlakukan oleh Yustinianus.

Hukum Justinian adalah bagian dari kumpulan Hukum Rpman, yang dikenal sebagai Corpus Juris Civilis (Tubuh Hukum Perdata), yang disiapkan pada masa pemerintahan kaisar Bizantium Justinian I (memerintah 527-565). Pada abad ke-6 M, massa materi hukum Romawi yang terkumpul dalam 1.000 tahun pembangunan umumnya tidak tersedia bagi mereka yang membutuhkannya, dan sering kali mengandung kontradiksi. Di awal masa pemerintahannya, Yustinianus mendirikan tiga komite di bawah kepemimpinan umum penasihat hukum utamanya, Tribonian, untuk mengumpulkan dan menyunting materi hukum.

Baca juga :  AI Akan Bunuh Manusia, Ini Alasannya 

Satu komite mengumpulkan semua hukum yang berasal dari kaisar sendiri. Ini membentuk Kode yang muncul dalam 12 buku dalam 529 dan, terutama, berisi hukum publik, administratif, dan pidana. Komite lain menyusun dan menghilangkan kontradiksi dari tulisan-tulisan ahli hukum Romawi terkemuka untuk membentuk Intisari. 

Karya ini berisi lebih dari 9.000 kutipan yang disusun dalam 50 buku. Penyulingan keahlian hukum ini sangat mempengaruhi perkembangan hukum Eropa. 

Panitia ketiga menyiapkan buku teks, Institut, untuk siswa pemula. Itu masih digunakan dan telah menjadi model untuk teks-teks selanjutnya. Corpus juga memasukkan Novellae, yang kemudian menjadi pemberlakuan Yustinianus dan dua penggantinya.

Kode Justinian menjadi dasar dari sistem hukum sipil saat ini. Hukum perdata dan Common Law, di Inggris adalah dua sistem hukum utama di dunia saat ini di luar negara komunis atau sosialis.

Struktur dari Hukum Romawi

Secara tradisional, studi hukum Romawi dibagi menjadi lima bagian: hukum orang, hukum benda, hukum waris, kewajiban, dan tindakan.

Hukum Orang

Dalam hukum Romawi awal, sangat penting untuk menetapkan status seseorang – yakni status antara bebas atau budak, warga negara atau orang asing, pria atau wanita, orang tua atau anak, dan seterusnya – karena hanya dengan demikian hak dan kewajiban hukum dapat ditentukan.

Pada awalnya, status dalam keluargalah yang paling penting. Namun, ketika para ahli hukum Romawi bersentuhan dengan budaya lain atau jatuh di bawah pengaruh filsafat Yunani, status berdasarkan kelahiran memberi jalan kepada hubungan kontraktual.

Bangsa Romawi juga menciptakan badan hukum atau korporasi, sebuah badan fiktif yang diberkahi oleh negara dengan hak-hak orang perseorangan.

Hukum Benda

Hukum benda mendefinisikan barang apa yang dapat dan tidak dapat dimiliki oleh individu, menjelaskan metode akuisisi dan transfer yang akan diakui dan dipertahankan oleh sistem hukum, dan mencatat sejauh mana hak seseorang atas properti dapat diubah atau dibatasi oleh klaim individu lain.

Hukum Waris

Hukum suksesi memperlakukan, dalam kasus wasiat, pengalihan properti kepada ahli waris yang haknya bergantung pada hubungan mereka dengan almarhum. Itu juga mengatur pembuatan wasiat. Ketika rasa keadilan dan kemanusiaan Romawi berkembang, hak pewaris sepenuhnya untuk mengabaikan ahli waris alami sangat terbatas.

Hukum Kewajiban

Hukum kewajiban menyangkut hak dan kewajiban yang muncul dari pengejaran komersial atau kontrak dan juga dari sejumlah tindakan ilegal, tort atau delik, yang mewajibkan pelaku untuk mengganti rugi orang yang dirugikan.

Hukum Tindakan

Hukum tindakan berisi prosedur yang harus diikuti dalam perselisihan. Ini berkembang dari ketergantungan yang cukup besar pada swadaya oleh penggugat pada hari-hari awal menjadi ketergantungan yang hampir sepenuhnya, dari panggilan hingga eksekusi, pada negara.

Pengaruh Hukum Romawi

Pada masa Yustinianus, sebagian besar Eropa Barat berada di tangan raja-raja barbar yang mengatur campuran hukum Jerman mereka sendiri dan hukum Romawi sebelumnya. Namun, pada abad ke-11 para sarjana Italia menemukan kembali dan mulai mempelajari dan mengajar Corpus Juris Civilis

Hal ini terjadi pada saat perdagangan yang meluas dan aktivitas komersial membuat hukum negara universal lebih sesuai daripada yang lain. Dengan demikian hukum Romawi (Continental Law) menjadi dasar hukum di seluruh Eropa Barat, kecuali Inggris yang memberlakukan Common Law yang kemudian menyebar ke Dunia Baru dan mendasar di Amerika Selatan dan Tengah, Louisiana, dan Quebec; itu diadopsi di Afrika Selatan dan Sri Lanka dan memainkan peran dalam kode negara berkembang. 

Melalui Byzantium ia mencapai Rusia, di mana ia masih menyediakan sebagian dari hukum itu. Jus gentium Romawi (hukum rakyat), yang dikembangkan di Republik untuk mengatur hubungan dengan orang non-Romawi, menjadi dasar dari sebagian besar hukum perdagangan modern.

Hukum di Zaman Pertengahan

Sistem hukum lain berkembang sebelum Abad Pertengahan, sistem hukum Cina dan Yunani, misalnya. Sistem hukum kanon Ibrani (lihat Talmud), Islam, Hindu (lihat Manu), dan Katolik Roma (lihat Hukum Kanon) berakar pada agama, tetapi pengaruhnya meluas ke dunia sekuler. Akan tetapi, sistem hukum Romawi memiliki pengaruh terbesar pada perkembangan hukum Barat.

Hukum Germanic

Kemunduran Kekaisaran Romawi di Eropa Barat pada abad ke-5 dan kebangkitan suku-suku Jerman menekan perkembangan hukum di sebagian besar Eropa.

Suku-suku Jermanik yang menaklukkan hanya membawa sedikit untuk menggantikan hukum Romawi. Hukum Jerman dimulai sebagai kebiasaan suku yang tidak tertulis, bukan pemberlakuan otoritas tertinggi di negara bagian. 

Lex Salica yang disusun sekitar tahun 500 M adalah yang paling penting dari kode-kode kesukuan Jermanik tertulis. Dibandingkan dengan Kode Justinian, bagaimanapun, Lex Salica kasar dan belum sempurna. 

Setiap suku Jerman diatur oleh adat dan aturannya sendiri. Keseragaman dan yurisprudensi sistematik dari sistem hukum Romawi sangat kontras dengan peraturan yang berbeda di antara suku-suku.

Hukum Jermanik adalah hukum adat tak tertulis dari orang Jerman sejak masuknya mereka ke dalam catatan sejarah hingga akhir Abad Pertengahan awal. Itu bukan hukum orang atau negara yang bersatu.

Hukum Germanic awal memiliki 3 karakteristik:

Itu adalah hukum adat, bukan hukum undang-undang atau pekerjaan seorang legislator.

Hukum seakan hidup dalam kesadaran dan keyakinan setiap individu.

Itu melekat pada orang, bukan pada wilayah, dan dianggap tidak dapat diubah.

Itu adalah hukum tidak tertulis, disampaikan secara lisan. Aturan hukum dinyatakan secara sederhana, formal, dan langsung. Selain itu, tindakan hukum harus terlihat atau terdengar; persyaratan ditetapkan untuk formalitas tertentu, untuk saksi atau bahkan untuk majelis, dan untuk penggunaan simbol hukum.

Masyarakat Germanic

Orang-orang Jerman dibagi menjadi beberapa kelompok, dan semua hukum mereka pada awalnya adalah hukum kelompok.

Kelompok tertua dan terpenting adalah Sippe, atau kerabat, yang terdiri dari laki-laki yang dihubungkan oleh ikatan darah dari nenek moyang mereka dan orang lain yang termasuk sebagai hasil perkawinan. Sippe memenuhi beberapa kewajiban publik. Itu adalah federasi untuk perdamaian di antara para anggota dan dengan demikian memberi mereka hak atas hukum dan kebebasan. Itu memberikan perlindungan, terutama kehormatan anggota; itu menetapkan pedoman untuk dinas militer dan untuk penyelesaian tanah.

Sippe dibagi menjadi beberapa rumah, masing-masing di bawah kendali laki-laki kepala keluarga. Kekuasaannya (Munt) meliputi istrinya, anak-anak yang lahir dari istrinya dan diakui olehnya, dan pembantu rumah tangga bebasnya. Munt pada dasarnya adalah kekuasaan atas orang-orang, tetapi ia juga memiliki kewajiban untuk melindungi. Pada masa-masa awal, tanah tidak dimiliki, dan barang bergerak bukan milik individu tetapi milik rumah.

Catatan Tertulis

Di bawah pengaruh budaya Romawi dan Kristen di tanah yang mereka taklukkan, orang-orang Jermanik mulai mengurangi kebiasaan mereka menjadi tulisan.

Pada saat ini terjadi, raja-raja sudah mulai membuat hukum; memang, Visigoth dan Lombard tidak membuat perbedaan lahiriah antara hukum adat lama dan hukum raja baru.

Koleksi tertulis pertama dari hukum Jermanik berasal dari sekitar abad ke-5. Bagi bangsa Visigoth, Codex Euricianus (c.475) yang komprehensif merupakan koleksi paling awal dan menunjukkan pengaruh besar Hukum Roman.

Namun, tak lama kemudian, pada tahun 506, Alaric II mengumumkan Lex Romana Visigothorum (Breviary of Alaric), sebuah kompilasi berdasarkan sumber Romawi untuk orang Romawi yang tinggal di wilayahnya. 

Kemudian, untuk bangsa Goth saja, Leovigild (w. 586) mengeluarkan Codex yang telah direvisi. Lex Visigothorum (c.654) yang sangat penting dari Raja Reccesvinth sekali lagi berlaku untuk Visigoth dan Romawi dan berisi hukum adat Jermanik.

Burgundi memiliki Lex Burgundionum (501), yang diumumkan oleh Raja Gundobad. Itu berlaku untuk Jerman dan dalam perselisihan antara Romawi dan Jerman. Raja yang sama mengeluarkan (506) kode terpisah untuk orang Romawi, Lex Romana Burgundionum tetapi ini tampaknya tidak memiliki kepentingan praktis.

Kumpulan hukum Lombard dimulai dengan Dekrit Raja Rothair tahun 643, yang dibedakan dengan sistematisasi yang jelas dan ketepatan ekspresi. Kemudian, raja-raja menambahkan hukum baru. Hukum Lombard terkait erat dengan hukum Saxon, Anglo-Saxon, dan Jerman Utara. Dari semua hukum Jermanik, hanya hukum itu yang mendapat perlakuan ilmiah, terutama di fakultas hukum di Pavia.

Hukum Perdata Modern

Napoleonic Code

Terlepas dari penghormatan baru terhadap hukum, kelemahan pemerintahan kerajaan dan kekuatan sistem feodal di Abad Pertengahan bertentangan dengan hukum nasional yang bersatu. Akan tetapi, absolutisme kerajaan dan nasionalisme yang berkembang pada abad ke-16, ke-17, dan ke-18 mulai mempersatukan bangsa-bangsa dan dengan demikian memberikan landasan bagi sistem hukum yang bersatu. 

Baca juga :  Sejarah Penistaan Kata Diktator

Revolusi Perancis pada tahun 1789 dan bangkitnya kekuasaan Napoleon I melahirkan hukum sipil Perancis, atau Napoleonic Code, pada tahun 1804. Napoleonic Code, atau Kode Napoleon, adalah upaya sukses pertama di zaman modern untuk menghasilkan kode hukum nasional yang seragam yang diatur dalam urutan logis dan diungkapkan dalam terminologi yang jelas dan tepat. 

Itu dibuat oleh komisi yang ditunjuk oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1800, ketika dia menjadi Konsul Pertama Prancis, dan dipimpin oleh Jean Jacques Regis de Cambaceres. Itu diundangkan sebagai Kode Sipil pada tahun 1804. Kode tersebut menggantikan hukum Prancis yang telah menjadi kumpulan Hukum Roma, adat istiadat setempat, dan hukum gerejawi.

Sebagai kodifikasi hukum sipil, itu dibagi, seperti Kode Justinian, menjadi tiga bagian utama yang berhubungan dengan orang, properti, dan hak dan kewajiban. Bagian pertama mencakup hak-hak sipil dan perkawinan, perlindungan hak milik pribadi, dan pendidikan. 

Bagian kedua membahas topik-topik seperti kepemilikan real properti dan domain terkemuka. Feodalisme dan hak istimewa kelas dihapuskan. Bagian ketiga dari kode tersebut menyangkut warisan, hadiah, dan hak kontraktual.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata diikuti oleh empat kitab undang-undang lainnya yang berhubungan dengan acara perdata (1807), hukum dagang (1808), acara pidana (1811), dan hukuman (1811). Ini berfungsi sebagai model kode di negara lain, terutama di Eropa dan Amerika Latin. 

Beberapa di antaranya mengadopsinya hampir secara keseluruhan. Sebagian besar hukum di provinsi Quebec adalah hukum Napoleon. Di Amerika Serikat, Louisiana mengadopsi variasi kode pada tahun 1825; versi revisi (1870) masih berlaku.

Pengaruh Kode Napoleon

Tersebar di seluruh Eropa oleh penaklukan Napoleon, itu menjadi yang paling berpengaruh dari kode nasional hukum perdata dan merupakan dasar dari kode nasional lainnya yang mengikuti: Kode Sipil Austria pada tahun 1811, Kode Sipil Italia pada tahun 1865, Kode Sipil Spanyol pada tahun 1888, dan Kode Sipil Jerman tahun 1900. 

Kode komprehensif lainnya disusun di Belgia, Rumania, Bulgaria, Jepang, Mesir, dan banyak negara di Amerika Latin. Bahkan hukum di negara bagian Louisiana, yang awalnya diselesaikan oleh Prancis pada tahun 1682, sangat didasarkan pada Hukum Perdata Prancis.

Sistem hukum perdata modern yang muncul dari hukum Romawi kuno dibedakan oleh kodifikasi, perlakuan undang-undang yang sistematis dan komprehensif.

Pengadilan hukum perdata mendasarkan keputusan mereka pada undang-undang dan bukan pada preseden yudisial; yang terakhir adalah dasar Common Law. Jika putusan pengadilan sipil diserang, serangan itu atas dasar undang-undang tersebut telah disalahartikan atau disalahgunakan.

Hukum Eropa kontinental modern dihasilkan dari perpaduan hukum adat Jermanik dan hukum Romawi. Untuk ini ditambahkan kontribusi dari hukum feodal, hukum kanon, dan hukum pedagang. Itu adalah proses bertahap yang dibentuk oleh nasionalisme, perang, dan revolusi serta direvisi dan diubah untuk memenuhi tantangan masyarakat modern.

Common Law

Di Inggris, bagaimanapun, sistem peradilan hukum kedua, yang dikenal sebagai hukum umum, berkembang. Berbeda dengan sistem hukum perdata, hukum adat bukanlah kode tertulis tetapi didasarkan pada keputusan pengadilan tertulis yang merupakan preseden. 

Doktrin mengikuti preseden ini disebut dengan tatapan decisis (Latin, “untuk berdiri dengan memutuskan hal-hal”). Statuta memodifikasi hukum daripada mewujudkannya seperti dalam sistem hukum perdata.

Hukum Inggris pada awalnya didasarkan pada kebiasaan suku Jermanik. Ketika orang Normandia menginvasi Inggris pada tahun 1066, mereka menemukan sistem hukum yang lebih maju daripada milik mereka. 

Normandia di bawah William I (r.1066-87) dan penerusnya Henry II (r.1154-89) dan Edward I (r.1272-1307) mengkonsolidasikan kebiasaan lokal yang bertentangan ke dalam hukum umum. Tujuan mereka adalah mengekang kekuasaan pemilik tanah feodal dan memastikan supremasi raja.

Pengadilan oleh juri dilembagakan, dan Magna Carta (1215) menempatkan raja di bawah supremasi hukum. Hakim, atau hakim, melakukan perjalanan dari kota ke kota untuk mengadili kasus. 

Kantor hakim menjadi karier penuh waktu. Masuk ke bar bergantung pada pengetahuan hukum. 

Permohonan kepada kanselir raja untuk solusi yang adil atas kesalahan yang tidak dibenarkan oleh pengadilan hukum umum menciptakan badan hukum terpisah yang disebut ekuitas, yang tidak digabungkan dengan hukum umum di Inggris sampai tahun 1873, dan bertahan di Amerika Serikat di beberapa negara bagian.

Magna Carta

Magna Carta, piagam kebebasan besar yang diminta dari Raja Inggris John oleh para baron pemberontaknya dan disegel di Runnymede pada tanggal 15 Juni 1215 – terkenal sebagai perwujudan perlawanan terhadap monarki yang tidak diatur oleh hukum.

Pemberontakan para baron dan pengikutnya berasal dari permintaan John untuk dinas luar negeri yang mereka rasa tidak wajib, dari kebijakan John untuk memastikan loyalitas pribadi mereka dengan intimidasi, dan dari kebijakan dalam negeri — terutama peningkatan tuntutan keuangan — tidak hanya dari John dirinya sendiri tetapi juga pendahulunya Henry II dan Richard I. 

Oposisi baron awalnya bermaksud untuk memulihkan apa yang dianggapnya sebagai masa lalu yang indah dari raja-raja Norman (William I, William II, dan Henry I). Namun, pertimbangan realistis menyebabkan desakan pada reformasi pragmatis. 

Masalahnya, dengan demikian, menjadi salah satu kendali atas inovasi yang diperkenalkan oleh raja-raja Angevin daripada pembatalannya. Piagam tersebut, beberapa di antaranya dibingkai oleh Stephen Langton, uskup agung Canterbury, menetapkan undang-undang tentang poin-poin yang diajukan oleh para pemberontak dan berusaha untuk mereformasi pelanggaran tertentu.

Gereja, kata piagam itu, harus bebas. Mengikuti konsesi gerejawi, Magna Carta menetapkan kebebasan untuk semua orang bebas sehingga semua dapat dipertahankan dari keinginan kerajaan. 

Pajak tertentu tidak boleh dipungut tanpa persetujuan bersama dari kerajaan, yang keputusan perwakilannya mengikat semua orang (pendahulu dari “tidak ada pajak tanpa perwakilan”). Para baron menyetujui tumbuhnya yurisdiksi kerajaan sejak tahun 1154, tetapi pasal-pasal tertentu berusaha mengendalikan arah reformasi hukum. Evolusi due process tercermin dalam persyaratan bahwa pengadilan yang layak diadakan sebelum pelaksanaan hukuman dan keputusan yang sah di pengadilan kerajaan.

Banyak dari 63 klausul Magna Carta berurusan dengan hak istimewa feodal yang hanya menguntungkan para baron. Selain itu, piagam tersebut segera dilanggar oleh Raja John, menyebabkan dimulainya kembali perang saudara. 

Meski demikian, penerus John, Henry III, menerbitkannya kembali, dan pada tahun 1225, ketika menerima bentuk akhirnya, diterima oleh semua pihak. Itu tetap menjadi simbol utama supremasi hukum.

Ketika kebangkitan hukum Romawi dan kodifikasi yang dihasilkannya menyebar ke seluruh benua Eropa selama bagian akhir Abad Pertengahan, ia berhenti di Selat Inggris. Nasionalisme yang kuat dan profesi hukum yang bersatu mempertahankan sistem common law di Inggris.

Serikat pengacara dan murid mereka muncul di abad ke-14. Pengadilan-pengadilan memberikan pendidikan bagi mahasiswa hukum. Keputusan pengadilan diterbitkan (1300-1535) dalam Buku Tahunan, dan keputusan ini dirujuk dalam berdebat dan memutuskan kasus.

Buku Tahunan memberikan catatan hukum yang umum dan berkelanjutan, memastikan pengembangan sistem bahasa Inggris yang unik.

Common Law maju melalui pengajaran dan penulisan sarjana hukum Inggris. Henry de Bracton (w. 1268) dan Sir Edward Coke (1552-1634) menganjurkan sistem common law dalam risalah hukum mereka. Komentar Sir William Blackstone tentang Hukum Inggris (1765-69) menganalisis hukum Inggris dan menjadi dasar pendidikan hukum di Dunia Baru.

Pengaruh Common Law

Sistem common law menyebar melalui penjajahan dan penaklukan Inggris. Amerika Serikat adalah salah satu yang pertama mengadopsi dan mempertahankan sistem ini. 

Common Law juga ada di negara-negara Persemakmuran Inggris dan bekas jajahan seperti India. Sistem hukum ini Fleksibel dan dapat disesuaikan dengan perubahan masyarakat.



Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.


Bibliography: 

Holmes, Oliver Wendell, Jr., The Common Law (1881; repr.  1964);  Jolowicz, H.  F., Historical Introduction to the Study of Roman Law, 2d ed.  (1952);  Merryman, John, The Civil Law Tradition (1969);  Pound, Roscoe, Interpretations of Legal History (1923);  Rading, Charles M., The Origins of Medieval Jurisprudence:  Pavia and Bologna (1988); Watson, Alan, The Evolution of Law (1989). 


Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Lolos “Seleksi Alam”, PKS-PKB Seteru Abadi?

Berkaca pada hasil Pileg 2024, PKB dan PKS agaknya akan menjadi dua entitas politik yang akan terlibat dalam persaingan ceruk suara pemilih Islam ke depan. Terlebih di saat PAN seakan telah melepaskan diri dari karakter Islam dan PPP harus “terdegradasi” dari kancah legislatif nasional.

Jokowi Makin Tak Terbendung?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan meminta jatah menteri dari pemerintahan Prabowo Subianto. Apakah Jokowi makin tak terbendung?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Prabowonomics: Jurus ‘Lompatan Katak’?

Program makan siang dan susu gratis ala Prabowo merupakan jenis school feeding program. Mungkinkah ini jadi kunci penting Prabowonomics?

More Stories

Partai vs Kandidat, Mana Terpenting Dalam Pilpres 2024?

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tampak cukup bersaing dengan tiga purnawirawan jenderal sebagai kandidat penerus Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan (Menhan). Namun, di balik ingar bingar prediksi iitu, analisis proyeksi jabatan strategis seperti siapa Menhan RI berikutnya kiranya “sia-sia” belaka. Mengapa demikian?

Mencari Rente Melalui Parte: Kepentingan “Strongmen” dalam Politik

Oleh: Noki Dwi Nugroho PinterPolitik.com Berbicara mengenai "preman", yang terbersit di benark sebagian besar orang mungkin adalah seseorang dengan badan besar yang erat dengan dunia kriminalitas....

Adu Wacana Digital di Pilpres 2024: Kemana Hak-Hak Digital?

Oleh: M. Hafizh Nabiyyin PinterPolitik.com Hilirisasi digital. Ramai-ramai orang mengetikkan istilah tersebut di mesin pencari pasca debat calon wakil presiden (cawapres) yang dihelat 22 Desember 2023...