HomeNalar PolitikTaktik Psikologis di Balik Pembekalan Prabowo 

Taktik Psikologis di Balik Pembekalan Prabowo 

Dengarkan artikel berikut

Acara pembekalan para calon menteri yang dilakukan Presiden Terpilih, Prabowo Subianto jadi sorotan publik. Kira-kira apa motif di baliknya? 


PinterPolitik.com 

Dalam dunia pendidikan, kegiatan latihan dasar kepemimpinan (LDK) yang kerap dilakukan banyak sekolah tampaknya mampu menjadi memori inti bagi sejumlah orang, bahkan setelah belasan tahun lulus dari sekolah. Yess, selain pengalamannya yang mengasyikkan, program LDK kerap menjadi langkah awal yang krusial bagi pendewasaan generasi muda.  

Program tersebut umumnya dirancang untuk membekali siswa dengan keterampilan penting, seperti komunikasi, pengambilan keputusan, dan kolaborasi. Para peserta diajarkan bagaimana menjadi pemimpin yang efektif, mampu memahami dan merespons kebutuhan kelompok mereka. 

Nah, ngomongngomong soal LDK, belakangan ini terdapat perkembangan berita yang kiranya cukup mengingatkan kita semua kepada salah satu kegiatan paling berkesan ketika sekolah tersebut, yakni “Hambalang Retreat”. Singkatnya, ini adalah kegiatan yang digelar Presiden Terpilih, Prabowo Subianto untuk membekali para calon menteri dan wakil menterinya agar siap mengemban tugas sebagai kabinet pemerintah 2024-2029. 

Kegiatan yang unik ini secara spontan memunculkan memori lama mayoritas warganet karena terkesan seperti acara LDK ketika sekolah dulu, apalagi para peserta menurut Budi Santoso, Sekjen Kemendag yang diundang, diminta membawa baju putih dan obat-obatan pribadi.  

Namun, di balik segala antusiasme yang muncul seputar berita Hambalang Retreat ini, tidak sedikit warganet yang bertanya-tanya, kira-kira apa yang sedang dilakukan Prabowo dengan menggelar acara pembekalan tersebut? Terlebih, jika diingat-ingat, Prabowo adalah Presiden Terpilih pertama Indonesia yang melakukan hal tersebut. 

Inilah asumsi alasan psikologis mengapa Prabowo menggelar acara Hambalang Retreat

image

Skenario Cerdik Prabowo? 

Acara Hambalang Retreat ini bisa jadi tidak hanya sekadar ajang formalitas, tetapi juga merupakan langkah strategis yang sarat dengan implikasi politik dan psikologis.  

Di satu sisi, pembekalan ini berfungsi untuk membekali para calon menteri dengan pemahaman dan visi yang jelas mengenai tugas dan tanggung jawab mereka. Namun, lebih dari itu, acara ini merupakan upaya Prabowo untuk menanamkan tanggung jawab moral yang mendalam kepada para calon menteri, memicu rasa tanggung jawab mereka baik kepada publik maupun kepada dirinya sebagai pemimpin. 

Baca juga :  Menguji "Otot Politik" Andika Perkasa

Dalam konteks teori psikologi, acara pembekalan ini menciptakan kondisi di mana para calon menteri merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar.  

Teori psikologi sosial, seperti Teori Kontrak Sosial dari Thomas Hobbes, menyatakan bahwa individu cenderung merasa terikat untuk memenuhi harapan yang telah mereka buat ketika pekerjaan mereka diungkap kepada publik. Dengan adanya pemberitaan mengenai pembekalan ini, para calon menteri tidak hanya bertanggung jawab kepada Prabowo, tetapi juga kepada masyarakat yang mengawasi setiap langkah mereka.  

Rasa yang muncul akibat publikasi ini menciptakan apa yang dikenal sebagai “beban tanggung jawab moral”, di mana mereka merasa harus bertindak dengan integritas dan transparansi dalam menjalankan tugasnya. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa Prabowo adalah satu-satunya calon presiden dalam sejarah Indonesia yang melaksanakan pembekalan semacam ini, yang menambah dimensi eksklusif dan signifikan pada tanggung jawab yang mereka emban. 

Pembekalan ini juga berfungsi untuk membangun citra Prabowo sebagai pemimpin yang tidak hanya peduli pada pengangkatan menteri, tetapi juga berkomitmen untuk membentuk mereka menjadi individu yang mampu menjawab tantangan yang ada. Ketika para calon menteri merasa bahwa mereka diharapkan untuk tidak hanya memenuhi kriteria teknis, tetapi juga moral dalam menjalankan fungsi mereka, mereka akan cenderung berusaha untuk tidak mengecewakan harapan publik.  

Dengan demikian, Prabowo berhasil menciptakan mekanisme pengawasan yang lebih ketat melalui rasa tanggung jawab moral ini, sehingga diharapkan akan muncul kinerja yang lebih baik dari para calon menterinya. Dari sudut pandang politis, langkah ini juga dapat dilihat sebagai strategi untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi.  

Dengan menanamkan tanggung jawab moral, Prabowo ingin memastikan bahwa para calon menteri tidak hanya berfokus pada keuntungan pribadi atau partai, tetapi pada kepentingan masyarakat luas.  

Tapi, apakah taktik demikian akan berhasil? Adakah contoh-contoh nyatanya di negara lain?  

image

Selandia Baru dan Kanada Jadi Role Model? 

Taktik yang mirip-mirip dengan apa yang dilakukan Prabowo telah diterapkan oleh pemimpin negara lain yang berhasil dalam menciptakan pemerintahan yang responsif dan akuntabel. Contohnya, Justin Trudeau, Perdana Menteri Kanada, yang dikenal karena pendekatan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi.  

Baca juga :  Siasat Rahasia Prabowo-Sri Mulyani?

Trudeau menerapkan kebijakan yang mendorong keterlibatan publik dalam proses pengambilan keputusan, serta memastikan bahwa menterinya memahami pentingnya melayani rakyat. Melalui pelatihan dan pembekalan yang intensif, Trudeau mampu membangun tim kabinet yang tidak hanya terampil tetapi juga peka terhadap kebutuhan masyarakat. Pendekatan ini berhasil meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan mendorong partisipasi aktif dari berbagai elemen masyarakat. 

Selain itu, Jacinda Ardern, mantan Perdana Menteri Selandia Baru, juga menerapkan strategi serupa dengan menekankan empati dan koneksi dengan masyarakat. Ardern mengorganisir sesi mendengarkan publik, di mana menterinya diminta untuk secara langsung berinteraksi dengan masyarakat dan memahami tantangan yang mereka hadapi. 

Ini bukan hanya membangun kepercayaan tetapi juga menciptakan rasa tanggung jawab di kalangan menteri untuk bertindak sesuai dengan kebutuhan rakyat. Dengan cara ini, Ardern berhasil mengubah citra pemerintahannya menjadi lebih dekat dan responsif terhadap aspirasi rakyat. 

Menyadari keberhasilan yang telah dicapai oleh pemimpin-pemimpin tersebut, Prabowo memiliki kesempatan untuk menerapkan pendekatan serupa dalam pemerintahan barunya. Harapan ini semakin mendesak di tengah berbagai tantangan sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh bangsa, di mana keberhasilan pemerintahan akan sangat bergantung pada kemampuan untuk mendengarkan dan merespons kebutuhan rakyat. 

Oleh karena itu, pembekalan calon menteri di Hambalang bukan hanya sekadar langkah awal, tetapi juga sebuah harapan besar untuk mengubah arah dan kultur pemerintahan Indonesia. Jika Prabowo dan tim kabinetnya dapat menginternalisasi nilai-nilai ini dan menerapkannya dalam praktik sehari-hari, maka masa depan pemerintahan baru ini berpotensi menjadi lebih cerah.  

Dengan semangat yang kuat untuk berbuat baik dan memberikan layanan yang terbaik bagi masyarakat, Prabowo memiliki kesempatan membangun kepercayaan publik yang telah lama hilang. Ini adalah kesempatan untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih baik, yang mampu menjawab tantangan zaman. Tentunya, besar harapannya hal ini bisa dibuktikan nantinya. (D74) 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?

Hype Besar Kabinet Prabowo

Masyarakat menaruh harapan besar pada kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

More Stories

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Sejumlah pihak berpandangan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan lebih proteksionis. Seberapa besar kemungkinannya kecurigaan itu terjadi?