HomeNalar PolitikSkenario Kegagalan Anies-Imin Kian Nyata? 

Skenario Kegagalan Anies-Imin Kian Nyata? 

Kecil Besar

Pencapresan Anies Baswedan tampak “terancam” setelah isu dan wacana Pilpres 2024 yang sebaiknya hanya diikuti dua pasangan seolah mulai menemui relevansinya. Lalu, mengapa isu ini bisa muncul dan bagaimana dampak politiknya? 


PinterPolitik.com 

Pencapresan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar seolah “terancam” setelah wacana Pilpres hanya diikuti dua pasangan calon kembali mencuat. Musababnya, muara dua poros itu hanya mengarah pada Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. 

Menariknya, meski skenario itu disebut cukup sulit untuk terjadi, di sisi lain, isu justru tampak menemui relevansinya di satu titik tertentu. Utamanya jika memetakan karakteristik para aktor politik, hingga dinamika politik yang begitu cair. 

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno, misalnya, yang menyebut asumsi jika dua poros itu diasumsikan Ganjar atau Prabowo melawan Anies-Cak Imin, maka hal tersebut akan sulit. 

Menurutnya, skenario akan lebih masuk akal jika head-to-head Prabowo dan Ganjar, sementara Anies-Cak Imin akan “bubar jalan”. 

Kendati sudah dideklarasikan, poros koalisi Anies-Cak Imin belum tentu yang paling aman untuk benar-benar mendaftar ke KPU bulan depan sebagai capres-cawapres 2024. 

Namun, ada satu hal mengganjal yang seolah tak diungkap ke permukaan mengenai probabilitas “bubar jalan”-nya koalisi Anies-Cak Imin, yakni “operasi khusus” yang dimaksudkan mengerucut pada satu kepentingan tertentu. Bagaimana itu bisa terjadi? 

anies tidak didaftarkan ke kpu

Operasi Sporadis? 

Setidaknya, terdapat tiga alasan mengapa isu Pilpres 2024 hanya diikuti dua poros dan skenario duet Anies-Cak Imin bubar muncul. 

Pertama, karena begitu dinamisnya proses politik di Indonesia, bahkan hingga menit akhir. Preseden ini turut diakui oleh Adi yang menyebut sebelumnya banyak poros politik yang bubar seperti Koalisi Indonesia Bersatu, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya, hingga koalisi Semut Merah. 

Baca juga :  Minerba Prabowo: Brave New World

Kedua, isu yang diawali oleh pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengenai “efisiensi” pragmatis, idealis, maupun politis tampak tak sepenuhnya keliru.  

Di titik ini, narasi mengenai keterbukaan akan lebih baik dicapai “kesepakatan di awal” dibandingkan menghabiskan energi dua putaran tampak menjadi cukup logis. 

Ketiga, potensi saling jegal dengan cara yang tak diinginkan kiranya juga bisa dihindari. Setidaknya, itu bisa saja merugikan poros politik Anies-Cak Imin. 

Sebagaimana diketahui, Cak Imin kemungkinan masih harap-harap cemas atas kasus rasuah di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada tahun 2012 yang turut menyeret namanya sebagai saksi. 

“Kartu” Cak Imin – terlepas dari bagaimana pembuktiannya kelak – bukan tidak mungkin bergulir liar saat atmosfer persaingan dan kampanye sedang panas-panasnya nanti. 

Namun, relevansi dan logika tersebut agaknya tidak muncul begitu saja dari ruang hampa. Tak menutup kemungkinan, relevansi isu dua poros di Pilpres 2024 terkonstruksi sedemikian rupa demi tujuan tertentu. Mengapa demikian? 

kalahkan anies misi ahy demokrat

Hanya Demi Singkirkan Anies? 

Di balik skenario dua paslon atau dua poros tersebut, satu-satunya aktor yang akan mengalami kerugian terbesar adalah Anies Baswedan. 

Ya, berkaca pada komparasi logika individu dan logika organisasi dalam dimensi politik, skenario dua poros atau dua paslon di Pilpres 2024 tak akan memberikan dampak besar bagi parpol. 

Andai koalisi Anies-Cak Imin bubar, maka besar kemungkinan Partai Nasdem dan PKB akan bergabung dengan poros Ganjar. Sementara itu, PKS bisa saja merapat ke poros Prabowo. 

Sekali lagi, Anies menjadi pihak yang paling dirugikan karena merupakan sosok yang “serve no master”.  

Lalu, mengapa menetralisir Anies kini seolah tengah terjadi melalui isu relevansi dua poros atau paslon? 

Baca juga :  Sejauh Mana “Kesucian” Ahok?

Satu jawaban yang muncul dari interpretasi case tersebut kiranya tak terlepas dari gagasan perubahan yang dibawa Anies selama ini. Terlebih, Anies pun cukup berani menguak bahwa terdapat konglomerat yang takut untuk mendukung dirinya di Pilpres 2024. 

Tak menutup kemungkinan, isu sporadis relevansi dua poros bertujuan untuk memengaruhi aktor politik pendukung Anies agar turut gentar dan menarik dukungan di menit akhir. 

Terdapat probabilitas pula, kemunculan isu sporadis itu adalah strategi politik yang mengadopsi praktik operasi intelijen, yakni upaya cerai-berai, baik dalam konteks psikologis rival maupun jauh di dalam garis pertahanan musuh. 

Akan tetapi, penjabaran di atas masih sebatas interpretasi semata. Berbagai skenario yang akan terjadi memang masih bisa saja terjadi, baik dalam konteks yang dapat diprediksi maupun di luar kalkulasi manapun sebelumnya. (J61)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana “Kesucian” Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, “kesucian” Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

Teror Soros, Nyata atau “Hiperbola”? 

Investor kondang George Soros belakangan ramai dibincangkan di media sosial. Apakah ancaman Soros benar adanya, atau hanya dilebih-lebihkan? 

Begitu Sulit Sri Mulyani

Kementerian Keuangan belum juga memberikan paparan kinerja APBN bulan Januari 2025.

Mitos “Hantu Dwifungsi”, Apa yang Ditakutkan?

Perpanjangan peran dan jabatan prajurit aktif di lini sipil-pemerintahan memantik kritik dan kekhawatiran tersendiri meski telah dibendung sedemikian rupa. Saat ditelaah lebih dalam, angin yang lebih mengarah pada para serdadu pun kiranya tak serta merta membuat mereka dapat dikatakan tepat memperluas peran ke ranah sipil. Mengapa demikian?

Inikah Akhir Hidup NATO?

Perbedaan pendapat antara Amerika Serikat (AS) dan negara-negara anggota Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) belakangan terlihat semakin kentara. Apa maknanya?

Apocalypse Now Prabowo: Sritex dan Tritum Konfusianisme

Badai PHK menghantui Indonesia. Setelah Sritex menutup pabriknya dan menyebabkan 10 ribu lebih pekerja kehilangan pekerjaan, ada lagi Yamaha yang disebut akan menutup pabrik piano yang tentu saja akan menyebabkan gelombang pengangguran.

Tiongkok Pesta Thorium, Bisa Pantik “Perang”? 

Dunia dihebohkan dengan kabar bahwa Tiongkok berhasil menemukan cadangan thorium yang jumlahnya diprediksi bisa menghidupi kebutuhan energi negara tersebut selama 60 ribu tahun. Kira-kira, apa dampak geopolitik dari hal ini? 

More Stories

Sejauh Mana “Kesucian” Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, “kesucian” Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

Mitos “Hantu Dwifungsi”, Apa yang Ditakutkan?

Perpanjangan peran dan jabatan prajurit aktif di lini sipil-pemerintahan memantik kritik dan kekhawatiran tersendiri meski telah dibendung sedemikian rupa. Saat ditelaah lebih dalam, angin yang lebih mengarah pada para serdadu pun kiranya tak serta merta membuat mereka dapat dikatakan tepat memperluas peran ke ranah sipil. Mengapa demikian?

Ini Akhir Cerita Thohir Brothers?

Mega korupsi Pertamina menguak dan mulai terarah ke Menteri BUMN, Erick Thohir, dan sang kakak, Garibaldi atau Boy Thohir. Utamanya, terkait jejaring kepentingan personal dan politik yang bisa saja akan menjadi pertimbangan Presiden Prabowo Subianto kelak atas sebuah keputusan. Benarkah demikian?