HomeHeadlineSebaiknya Sandi Menyerah untuk 2024?

Sebaiknya Sandi Menyerah untuk 2024?

Kecil Besar

Sikap Partai Gerindra yang tegas mengusung Prabowo Subianto tampaknya membuat Sandiaga Uno melakukan manuver dengan mendekat ke PPP. Namun, bergabung dengan PPP sekiranya tidak memberikan keuntungan yang besar bagi Sandiaga Uno untuk maju di Pilpres 2024? Lantas, apakah Sandi harus menyerah sebagai kandidat di Pilpres 2024?


PinterPolitik.com

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno telah menyampaikan bahwa dirinya sangat berambisi untuk menjadi presiden di 2024. Namun, kesiapan Sandi untuk nyapres tentu membuat internal Partai Gerindra kebingungan. Pernyataan tersebut sesuai dengan tanggapan Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno yang menilai Sandi sepertinya tidak patuh pada arahan Partai Gerindra.

Keleluwesan bicara siap nyapres dianggap memberi kesan bahwa Sandiaga tak bisa diusik oleh elite Gerindra lainnya. Padahal Gerindra sudah tegas mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) di Pilpres 2024.

Ambisi itu sekiranya mendorong Sandi untuk melakukan manuver mendekati Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dalam artikel PinterPolitik yang berjudul Ini Rahasia Sandi Pilih PPP, telah dijelaskan bahwa Sandi memiliki kedekatan dengan para kiai dan ulama.Relasi itu terjalin sejak Pilgup DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019 kala berpasangan dengan Prabowo.

PPP sendiri sudah menyampaikan secara terbuka dukungan mereka kepada Sandi. “Ya memang Sandiaga Uno termasuk salah satu kandidat potensial untuk diusung sebagai calon presiden,” ungkap Ketua DPP PPP Achmad Baidowi pada 13 Februari 2023.

Belakangan ini, rumor kepindahan Sandi ke PPP juga semakin santer terdengar. Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani menyampaikan bahwa partainya akan menyambut gembira jika Sandi bergabung.

Dengan adanya dukungan terbuka dari PPP, ini tentu menjadi tanda tanya kepada Sandi. Jika sang Menparekraf benar-benar berambisi menjadi kandidat di 2024, kenapa ia masih bertahan di Gerindra? Bukankah Gerindra sudah pasti mengusung Prabowo?

sandi sebentar lagi gabung ppp ed.

Keputusan Berat

Wolfgang C. Muller dalam buku Policy, Office, or Votes menjelaskan para politisi selalu membuat rencana-rencana yang penting, tetapi terkadang mereka tidak akan bisa memutuskan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, karena setiap pilihan selalu ada konsekuensi.

Baca juga :  Rian d'Masiv-Anies “di Antara Kalian”?

Kepindahan Sandi dari Partai Gerindra menuju PPP sekiranya adalah keputusan yang sangat berat. Terlebih, bagi Sandi kedua partai ini memiliki keberuntungan masing-masing. Namun, jika Sandi meninggalkan salah satu partai, maka Sandi harus menanggung konsekuensi atas keputusan yang telah dipilih.

Menurut pengamat politik Jamiluddin Ritonga, jika Sandi bergabung dengan PPP, maka sama saja tidak memberikan keuntungan yang lebih baginya.

Tanggapan Jamiluddin dapat dikatakan benar, sejauh ini PPP memiliki elektabilitas yang sangat rendah dalam sejumlah survei.

Berdasarkan rilis Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), misalnya, elektabilitas PPP hanya mencapai 2,9 persen. Selanjutnya berdasarkan Indo Riset sebesar 3,6 persen, Voxpopuli sebesar 2 persen, dan Centre for Indonesia Strategic Actions(CISA) yang hanya mencapai 1,07 persen.  

Melihat data tersebut, dapat diketahui bahwa daya tawar PPP sangatlah kecil. Sekalipun Sandi mendapat tiket dari PPP, itu bukan tawaran yang seksi untuk partai lain untuk mendekat.

Melihat bacaan survei, misalnya dari rilis terbaru Litbang Kompas, elektabilitas Sandi di bursa capres hanya menyentuh 1,6 persen. Sandi jauh tertinggal dari Ganjar Pranowo (25,3 persen), Prabowo (18,1 persen), dan Anies Baswedan (13,1 persen).

Posisi ini sekiranya membuat Sandi tengah dihantui dilema. Jika tetap di Gerindra, pintunya tertutup karena Prabowo yang diusung. Namun, jika keluar dan bergabung ke PPP, Sandi berpotensi tidak mendapat keuntungan politik.

Sebelumnya beredar kabar bahwa Sandi akan menjadi Ketua Umum PPP. Namun, belakangan kabar itu dibantah langsung oleh Plt Ketum PPP Mardiono. Bantahan itu sekiranya membuat situasi ini hanya menguntungkan PPP. Partai Kakbah akan mendapatkan efer ekor jas dari Sandi, namun Mas Menteri tidak memiliki tunggangan yang mumpuni untuk bertarung sebagai kandidat 2024.

Lantas, jika demikian keadaannya, apa langkah yang lebih bijak untuk diambil Sandi?

infografis 2024 bukan panggung sandi

2024 Bukan Takdir Sandi?

Sebagai renungan, kita mungkin dapat memulai dari wejangan Bung Karno soal rotan. Ada kalanya kita harus mundur atau mengalah untuk menang di kemudian hari. Ini sama seperti rotan yang ditarik mundur untuk memberikan pukulan atau hantaman yang keras.

Baca juga :  Lady Gaga: ‘Bad Romance’ Indonesia-Singapura?

Nah, Sandi dapat mengambil filosofi rotan yang disebutkan Bung Karno itu. Mungkin, jika memang tidak besar peluang untuk bertarung di 2024, Sandi harus merelakannya dan mempersiapkan Pilpres 2029.

Dalam catur, ini disebut dengan strategi sham sacrifice. Rudolf Spielmann dalam bukunya The Art of Sacrifice in Chess, mendefinisikan sham sacrifice sebagai strategi mengorbankan bidak dalam waktu tertentu, di mana nantinya pengorbanan itu menghasilkan keuntungan materil (memakan bidak musuh) yang setara atau lebih besar.

Ini berbeda dengan real sacrifice, di mana pengorbanan yang dilakukan tidak mendapatkan kembali keuntungan materil.

Sandi mungkin harus mengorbankan 2024 untuk fokus mempersiapkan Pilpres 2029. Ini mungkin dapat dikatakan sebagai sham sacrifice dari Mas Menteri. Ia berkorban melepas pertarungan di 2024 untuk bertarung di Pilpres 2029.

Namun, jika Sandi memutuskan tidak ingin melepas momentum 2024, target paling realistis untuk Sandi adalah calon wakil presiden. Kembali mengutip rilis Litbang Kompas, Sandi merupakan cawapres dengan elektabilitas tertinggi yang mencapai 12,4 persen.

Jika targetnya adalah RI-2, bergabung dengan PPP mungkin bukan keputusan yang buruk. Seperti yang terjadi di Pilpres 2019, karena Sandi dan Prabowo satu partai, Sandi harus keluar dari Partai Gerindra.

Dengan menjadi kader PPP, Sandi dapat “menawarkan” dirinya sebagai cawapres di kandidat yang diusung menjadi capres. Baru-baru ini, PKS juga membuka peluang untuk menduetkan kembali Anies dengan Sandi.

“Saat ini, PKS belum menentukan cawapres, artinya Sandi masih berpeluang untuk bisa diusung PKS. Siapa saja berpeluang, termasuk Sandi, apalagi punya survei yang tinggi dan pernah menang bersama Anies,” ungkap Juru Bicara PKS Muhammad Iqbal pada 23 Februari 2023.

Well, hanya waktu yang dapat menjawab bagaimana karier politik Sandi kedepannya. Apakah Sandi akan mengorbankan 2024 atau tetap memilih bertarung, kita akan melihatnya bersama. (R86)

spot_imgspot_img

#Trending Article

The X Saga: Khamenei dan Elon?

Di tengah konflik Iran dan Israel, figur Ayatollah Ali Khamenei justru semakin “bangkit” di platform media sosial seperti X. Mengapa bisa?

Menguak “Benteng” Perang Indonesia

Dunia tengah bergolak, dan bayang-bayang Perang Dunia 3 kembali menghantui percakapan global. Tapi di tengah kecemasan itu, mungkinkah Indonesia justru jadi salah satu tempat paling aman di bumi? 

Puan–Anies, Masa Depan PDIP?

Babak baru hubungan PDIP dan Anies Baswedan terus terjalin dan yang terbaru terlihat di momen HUT Jakarta. Dari rival menjadi sekutu potensial, kerja sama ini bisa membuka jalan koalisi besar 2029 dan bisa saja menjadi alternatif yang signifikan dampaknya.

Chaos Pemblokiran Hormuz, Siapa “Rungkad”?

Dengarkan artikel ini. Audio ini dibuat dengan teknologi AI. Selat Hormuz mungkin jauh dari Asia Timur dan Selatan, tapi jika ditutup, justru Tiongkok, India, dan...

Jalan Manis Anies

Anies Baswedan harus tetap menjaga relavansinya dalam narasi pembentukan opini masyarakat, jika ingin maju lagi di 2029.

Reset Senyap di Jantung Kekuasaan?

Gosip soal pergantian Kapolri – dan Panglima TNI – memang terus berhembus di media sosial.

Kontemplasi Stealth Bomber Sjafrie?

Di tengah ketidakpastian global dan konflik Iran-Israel, plus Amerika Serikat, Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin dihadapkan pada dilema klasik pertahanan Indonesia: alutsista mencolok vs. sistem pertahanan menyeluruh.

Ulil and the “Wahabi” Blame Game

Viral cuplikan video Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla labeli aktivis lingkungan sebagai “Wahabi”. Mengapa label ini tiba-tiba dimunculkan?

More Stories

Seandainya Kasus Mario Tidak Viral

Kasus penganiayaan yang dilakukan anak pegawai Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo menjadi titik awal terkuaknya transasksi keuangan janggal fantastis. Pejabat negara Sri Mulyani...

Piala Dunia U-20, Pemerintah Tak Termaafkan?

FIFA secara resmi telah membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Keputusan FIFA membuat seluruh Tim Nasional (Timnas) U-20 dan masyarakat Indonesia kecewa....

Willow Project, Biden Tiru Jokowi?

Pengesahan Willow Project oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden agaknya cukup serupa dengan apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2020...