HomeNalar PolitikKok Aldi Taher Pede Nyaleg?

Kok Aldi Taher Pede Nyaleg?

Komedian sekaligus politisi, Aldi Taher, berhasil menarik perhatian publik karena ulahnya yang unik dalam sebuah wawancara beberapa waktu lalu. Menarik kemudian untuk kita pertanyakan, mungkinkah Aldi sebenarnya menyimpan intensi politik yang serius di balik wataknya yang menggelitik?


“Jangankan KPU, saya saja bingung kenapa saya terjun ke politik ya,” Aldi Taher, politikus sekaligus selebriti Indonesia

PinterPolitik.com

Pada hari Kamis 25 Mei 2023, antero media sosial Indonesia dihebohkan oleh viralnya video wawancara politisi Partai Perindo sekaligus selebriti, Rahmat Aldiansyah Taher, atau Aldi Taher, di stasion televisi TV One. Bagaimana tidak, wawancara yang seharusnya bisa menguak alasan-alasan mendasar kenapa Aldi masuk ke politik malah dijawab dengan jawaban-jawaban yang menohok dan menggelitik.

“Doakan saya terpilih, saya pengen baca Al-Qur’an di Senayan, saya mau mencontohkan Mbak Puan, Pak Bamsoet dan semua,” kata Aldi, memberikan jawaban yang mungkin paling mendekati alasan sebenarnya kenapa ia menjadi calon legislatif (caleg) pada Pemilihan Umum 2024 (Pemilu 2024).

Cuplikan-cuplikan wawancara tersebut lantas spontan mengisi timeline Twitter dan Instagram para user Indonesia, karena sifatnya yang sangat menghibur. Memang, ada beberapa yang memberikan komentar negatif kepada Aldi, seperti mengatakan “bagaimana jadinya DPR kalau dia kepilih”, dan semacamnya.

Akan tetapi, tidak sedikit juga yang justru menanggapi apa yang dilakukan Aldi dengan komentar yang cenderung konstruktif.

“Mungkin saja, Aldi Taher ini nyaleg karena emang sarkas ke caleg yang berasal dari artis, yang cuma jadi endorse partai doang,” kata salah satu akun yang berkomentar di postingan Instagram @pinterpolitik.

Yang jelas, terlepas dari tanggapan positif dan negatif yang tersebar di sosial media, fenomena munculnya seorang politisi nyentrik yang bernama Aldi Taher ini menarik untuk kita bincangkan bersama. Bagaimana bisa seseorang yang sedemikian gemarnya melawak mencalonkan diri dalam kontestasi politik paling sengit di Indonesia?

Mengapa Aldi bisa begitu berani? Mungkinkah apa yang dilakukannya hanya demi hiburan, atau justru menyimpan intrik politik menarik yang barangkali belum disadari banyak orang?

image 47

Kekuatan Persuasi dan Karisma

Sebuah adagium lama yang populer berbunyi: “bukankah semua orang menyembunyikan sesuatu?”.

Di balik keluguan, ketidak bersalahan, dan kepolosan seseorang, selalu akan ada kemungkinan bahwa orang tersebut menyimpan sebuah intensi misterius yang mungkin tidak akan terduga oleh orang-orang lain di sekitarnya, bahkan orang terdekat sekali pun.

Tentu, dugaan ini berlaku pada seluruh umat manusia, termasuk Aldi Taher.

Baca juga :  Biden ‘Setengah Hati’ Selamati Prabowo?

Yess, walaupun anggapan umum yang beredar adalah Aldi dipandang sebagai orang yang senang bercanda dan mungkin tidak pantas terpilih menjadi seorang legislator, kita tetap tidak boleh meremehkan intensi politik yang bisa saja tersembunyi di balik cangkang seorang Aldi yang senang menghibur.

Terkait kegemarannya yang senang bercanda, bisa saja Aldi sesungguhnya mengandalkan “kekuatan magis” persuasi dan karisma. Dannagal G. Young, seorang profesor ilmu komunikasi di Universitas Delaware, berpandangan bahwa pesan komedi memiliki kemampuan yang kuat untuk memengaruhi opini publik, keterlibatan, dan perilaku politik publik.

Dari sejumlah penelitian yang dilakukannya, setidaknya ada tiga poin yang bisa kita rangkum untuk menjelaskan kenapa guyonan politik yang dilakukan Aldi bisa bermakna lebih dari sekadar lelucon belaka.

Pertama, relatibilitas dan ketersukaan. Ketika seorang politisi menunjukkan selera humor, hal itu dapat membuat mereka lebih dapat diterima dan disukai publik. Ini karena humor memiliki kemampuan untuk mendobrak hambatan dan menciptakan rasa koneksi antara mereka yang menyampaikannya dan mereka yang mendengarnya. Ketika seorang politisi dapat membuat orang tertawa, maka itu dapat membantu menjembatani kesenjangan antara mereka dan para pemilih, yang akhirnya menumbuhkan rasa keakraban dan kenyamanan.

Kedua, persepsi positif. Humor memiliki kekuatan untuk membangkitkan emosi positif. Ketika seorang politikus mampu menggunakan humornya secara efektif, hal itu dapat menimbulkan perasaan positif di antara penonton. Akibatnya, orang-orang yang menonton itu kemungkinan besar akan mengasosiasikan emosi positif yang mereka rasakan dengan politisi tadi, membuat mereka cenderung lebih terbuka bila politisi tersebut akhirnya nanti mengklaim akan membawa kepentingan mereka.

Ketiga, mudah diingat. Politisi yang lucu sering kali memiliki kemampuan untuk menyampaikan penampilan publik yang berkesan. Humor yang mereka sampaikan dapat meningkatkan daya ingat publik terhadapnya. Sebagai dampaknya, dari ratusan caleg lain, politisi yang lucu akan jadi salah satu yang terlintas dalam pikiran mereka ketika masa pemilihan nanti. Yap, sederhananya ucapan yang lucu dapat menembus kebisingan wacana politik dan meninggalkan kesan abadi di benak orang.

Nah, dari tiga kekuatan itu saja, cukup masuk akal bila kita asumsikan di balik keluguan dan keabsurdannya, Aldi sesungguhnya telah menjalankan gaya kampanye ala komedian, dengan memanfaatkan kekuatan persuasi dan karisma.

Mungkin, untuk sekarang beberapa orang akan melihat apa yang ditunjukkan Aldi terkesan “konyol”, tapi kalau ia bisa memanfaatkan gaya komunikasi politik ini secara baik, bukan tidak mungkin bila Aldi justru akan mendapatkan banyak pendukung di masa depan.

Baca juga :  Jokowi Tak Mungkin Dimakzulkan

Lantas, bagaimana caranya Aldi memaksimalkan gaya politiknya?

image 48

Belajar dari Zelensky?

Ketika kita bicara tentang komedian yang menjadi politisi, tentu kita tidak bisa mengabaikan role model politisi-komedian yang saat ini paling terkenal di dunia, yaitu Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.

Zelensky berhasil mencuri perhatian dunia setelah memenangkan pemilu Ukraina pada tahun 2019. Dan hingga saat ini, analisis tentang kenapa Zelensky bisa menang bermacam-macam, tapi argumen yang mungkin paling mudah dipahami dan memang kemungkinan jadi faktor terbesar kemenangan Zelensky adalah kemampuannya menjadi “politisi anti-politik”.

Oleksiy Haran dalam wawancaranya dengan European Council on Foreign Relations, menyebutkan bahwa yang membuat Zelensky berbeda dan menarik dibandingkan politisi lain di Ukraina adalah karena ia sukses mencap dirinya sebagai sosok anti-kemapanan dan anti-korupsi.

Hal itu bisa terjadi karena tentunya latar belakang Zelensky memang terlepas dari dugaan-dugaan skandal dan korupsi, selain itu, Zelensky juga bisa dipersepsikan berbeda dari politisi lain karena gaya kampanyenya yang nyeleneh. Bahkan, ia dilaporkan pernah berkampanye dengan gaya stand-up comedy.

Cerita kesuksesan Zelensky tersebut tentu bisa jadi pelajaran besar bagi Aldi. Yap, seorang politisi berlatar komedian dan tidak memiliki sejarah yang kental dalam politik sejatinya bisa membawa semacam angin segar ke dalam dunia politik yang sangat menjenuhkan. Aldi juga bisa memainkan kampanye anti-korupsi dengan baik karena ia tidak pernah terseret kasus korupsi mana pun.

Dan memang, kalau kita berefleksi pada sejarah, ketika masa Yunani kuno pun komedi dijadikan sebagai sarana yang paling ampuh untuk menyampaikan pesan-pesan politik. Agora, tempat yang kerap dijadikan tempat berkumpul para warga Yunani tidak hanya digunakan untuk berkampanye dan menyampaikan kebijakan publik, tapi juga digunakan oleh para komedian untuk menyampaikan unek-uneknya secara menghibur.

Oleh karena itu, walaupun saat ini Aldi mungkin dipandang sebagai seseorang yang sulit berperan secara efektif di ruang legislatif, kalau ia memang benar-benar memiliki rasa penasaran untuk berkiprah di dunia politik, maka ia sebenarnya memiliki peluang yang lebih besar dibandingkan politisi konvensional lainnya.

Permasalahannya kemudian tentu hanyalah kembali pada kemampuan Aldi merangkai strategi politik yang ciamik. Dan untuk itu, well, kita perlu simak perkembangannya secara seksama. Yang jelas, dengan adanya tokoh seperti Aldi, Pemilu 2024 nanti akan lebih berwarna dan menarik. (D74)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Lolos “Seleksi Alam”, PKS-PKB Seteru Abadi?

Berkaca pada hasil Pileg 2024, PKB dan PKS agaknya akan menjadi dua entitas politik yang akan terlibat dalam persaingan ceruk suara pemilih Islam ke depan. Terlebih di saat PAN seakan telah melepaskan diri dari karakter Islam dan PPP harus “terdegradasi” dari kancah legislatif nasional.

Jokowi Makin Tak Terbendung?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan meminta jatah menteri dari pemerintahan Prabowo Subianto. Apakah Jokowi makin tak terbendung?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Prabowonomics: Jurus ‘Lompatan Katak’?

Program makan siang dan susu gratis ala Prabowo merupakan jenis school feeding program. Mungkinkah ini jadi kunci penting Prabowonomics?

More Stories

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Mustahil Megawati-Paloh Gunakan Hak Angket? 

Usai pengumuman KPU, isu pengguliran hak angket DPR kembali berbunyi. Kira-kira akankah Surya Paloh dan Megawati Soekarnoputri mendorongnya?