Dengarkan artikel berikut. Audio ini dibuat dengan teknologi artificial intelligence.
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump berniat mendirikan sovereign wealth fund (SWF). Keputusan ini dinilai jadi keputusan yang sangat besar dan berdampak ke seluruh dunia, mengapa demikian?
Sesuai prediksi sejumlah pengamat, kepresidenan Donald Trump di Amerika Serikat (AS) terbukti membawa sejumlah gebrakan yang cukup “bombastis”. Mulai dari hengkangnya AS dari sejumlah perkumpulan internasional penting, seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan Paris Agreement, sampai ke perintah presiden yang dinilai tidak wajar, yakni perintah mendirikan sovereign wealth fund (SWF) / dana investasi pemerintah.
Perintah tersebut muncul dari executive order yang diterbitkan Trump pada 3 Februari silam, di dalamnya, Trump memerintahkan Menteri Keuangannya untuk membuat skema SWF AS. Perintah tersebut sontak tuai respons pro dan kontra, baik di AS, maupun secara internasional, tidak heran, selama ini AS memang tidak memiliki SWF dalam skala nasional.
Kendati demikian, tidak sedikit juga yang berasumsi bahwa ambisi Trump untuk menciptakan SWF AS bisa menjadi “senjata” pamungkas dalam membuat AS kembali menjadi negara yang disegani, bahkan bisa membuat jalan Tiongkok menjadi pesaingnya terhalangi.
Lantas, mengapa SWF Trump bisa begitu berpengaruh? Apa yang membuatnya menjadi sesuatu yang layak disegani, sekaligus ditakuti?

SWF, Kartu Truf Trump?
Instruksi Donald Trump untuk membentuk SWF bisa menjadi langkah revolusioner yang memperkuat dominasi Amerika Serikat di kancah geopolitik dan sekaligus memberikan badan eksekutif, khususnya presiden, kendali finansial yang lebih besar. Jika terealisasi, SWF ini bisa mengubah cara AS bersaing dengan China, membangun kekuatan ekonomi globalnya, dan bahkan mengontrol industri-industri strategis.
SWF sendiri sering dianggap “senjata” finansial, yang dapat mengubah arah geopolitik dan kekuatan ekonomi suatu negara. Dengan dana investasi yang dikelola negara melalui pengumpulan dari surplus perdagangan, atau konsensus perusahaan, SWF memungkinkan pemerintah untuk mengontrol aset strategis, mendanai proyek besar tanpa utang, dan memengaruhi pasar global tanpa harus mengandalkan sektor swasta.
Dan memang, selama ini, AS tertinggal dalam pemanfaatan dana negara sebagai instrumen kekuatan global. China, misalnya, telah menggunakan China Investment Corporation (CIC) untuk mengendalikan berbagai aset strategis di luar negeri, termasuk investasi di perusahaan teknologi, real estate, hingga infrastruktur transportasi di Asia dan Afrika. Negara-negara kaya minyak seperti Norwegia dan Uni Emirat Arab (UEA) juga menggunakan SWF mereka untuk mengontrol energi global dan membentuk kebijakan investasi yang menguntungkan kepentingan nasional mereka.
Dengan demikian, bisa dibayangkan jika negara sekuat AS, Trump bisa menandingi dominasi investasi internasional negara-negara lain, seperti China, terutama di negara-negara berkembang, dengan menawarkan dana investasi sebagai alternatif dari Belt and Road Initiative (proyek multinasional Tiongkok).
Kedua, AS juga akan mampu mengendalikan perusahaan strategis global agar tidak jatuh ke tangan rival geopolitik. AS bisa menggunakan SWF untuk membeli atau menyelamatkan perusahaan yang dianggap vital bagi kepentingan nasional, yang berada dalam ancaman akuisisi asing. Contohnya, seperti kasus perusahaan US Steel, yang belakangan disebut akan dibeli Jepang. Jika ada SWF, pemerintah AS bisa dengan mudah memblokir ini dengan memberi tawaran yang lebih tinggi.
Dengan demikian, dengan adanya SWF, AS tidak hanya bertahan dalam persaingan ekonomi global—tetapi menyerang balik kekuatan ekonomi lain dengan sumber daya keuangan yang dikelola langsung oleh negara.
Namun, manfaat terbesar SWF bagi Trump sepertinya bukan dari aspek geopolitiknya, melainkan dari sektor politik domestik.
Salah satu masalah terbesar yang dihadapi seorang presiden AS adalah keterbatasan kekuasaan eksekutif dalam hal anggaran. Semua kebijakan besar yang membutuhkan dana harus mendapatkan persetujuan dari Kongres, yang sering kali menjadi ajang tarik ulur politik antara Demokrat dan Republik. SWF di sini bisa menjadi solusi bagi Trump untuk mem-bypass Kongres dan mendapatkan sumber pendanaan langsung yang dapat ia gunakan tanpa harus melalui persetujuan legislatif.
Hal ini sangat penting mengingat rumor bahwa Trump ingin menggunakan SWF untuk membeli TikTok, aplikasi media sosial yang ia anggap sebagai ancaman nasional karena kepemilikan China. Jika Trump berhasil mendirikan SWF, pemerintah AS bisa langsung mengakuisisi TikTok atau memberikan pendanaan kepada perusahaan AS untuk mengambil alih kepemilikannya—tanpa harus meminta persetujuan dari Kongres atau menghadapi tekanan dari sektor swasta.
Lebih dari sekadar membeli TikTok, kontrol atas dana negara semacam ini juga bisa digunakan untuk mendanai proyek infrastruktur besar, dan bahkan memberikan insentif kepada bisnis yang mendukung kebijakan presiden. Ini akan memberikan presiden AS kekuatan finansial yang jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya, membuat eksekutif lebih otonom dari sistem politik yang selama ini membatasi gerakannya.

Namun, Tidak Semudah itu, Ferguso (Eh, Trump)
Tidak dapat disangkal bahwa Sovereign Wealth Fund (SWF) bisa menjadi senjata politik dan ekonomi yang luar biasa bagi administrasi Trump. Namun, meskipun tampak menjanjikan, ada dua tantangan besar yang bisa menggagalkan ambisi Trump ini.
Pertama, SWF umumnya digunakan oleh negara yang memiliki surplus finansial besar, seperti Norwegia yang mengandalkan pendapatan minyak atau China yang memiliki cadangan devisa besar. Sementara itu, AS justru berada dalam posisi defisit anggaran yang semakin dalam.
Pada tahun fiskal 2024, defisit AS mencapai lebih dari US$1,5 triliun, dan pembentukan SWF tanpa dana yang jelas bisa menimbulkan pertanyaan besar tentang sumber pendanaan yang akan digunakan. Apakah Trump akan menarik dari cadangan devisa, menerbitkan obligasi baru, atau memotong anggaran program domestik? Semua opsi ini bisa memicu gejolak politik dan ekonomi yang besar.
Kedua, Partai Demokrat hampir pasti akan menentang SWF ini. Mereka bisa berargumen bahwa pembentukan SWF memberi presiden terlalu banyak kekuasaan finansial di luar mekanisme checks and balances, yang bertentangan dengan prinsip demokrasi AS.
Apalagi, jika Trump mencoba menggunakan dana negara untuk kepentingan ekonomi yang menguntungkan kelompok bisnis tertentu, Demokrat bisa menyerang inisiatif ini sebagai bentuk nepotisme ekonomi dan penyalahgunaan kekuasaan. Jika Kongres dikendalikan oleh Demokrat atau bahkan Partai Republik yang lebih moderat, SWF ini bisa terhambat atau bahkan dibatalkan sepenuhnya.
Singkatnya, SWF bisa menjadikan Trump lebih kuat dari presiden mana pun sebelumnya, tetapi tantangan politik dan ekonomi yang menyertainya bisa membuat proyek ini sulit diwujudkan. Jika Trump benar-benar ingin menjadikan SWF sebagai alat kekuasaan, ia harus menemukan solusi atas defisit anggaran AS dan memenangkan pertempuran politik yang pasti akan terjadi di Washington.
Tapi, pada akhirnya ini semua hanyalah asumsi belaka. Bisa saja, pembentukan SWF ini ke depannya justru mengalami sejumlah kendala hingga tidak jadi berjalan. Bagaimanapun juga, satu hal yang pasti adalah AS di bawah kepemimpinan Trump sepertinya akan mengalami beberapa dinamika yang menarik. (D74)