HomeHeadlineIKN House Has Fallen!

IKN House Has Fallen!

Kecil Besar

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Pemblokiran anggaran ibu kota negara (IKN) Nusantara melemahkan pengaruh Jokowi, membuka peluang bagi Megawati untuk memperkuat posisinya dalam politik Prabowo.


PinterPolitik.com

“Masuki dunia fantasi, dunia ajaib yang mempesona, dunia sensasi penuh atraksi”

Kenny melangkah penuh semangat menuju Dunia Fantasi (Dufan) Mr. J di Ibu Kota Nusantara (IKN), yang terletak di negara Indonesia di universe Earth-621. Ia telah menyiapkan itinerary sempurna, membayangkan betapa serunya menaiki roller coaster dan wahana lainnya di tengah kemegahan ibu kota baru.

Namun, saat tiba di gerbang Dufan Mr. J, Kenny terkejut melihat suasana yang sunyi. Tak ada antrean panjang, tak ada suara tawa anak-anak, hanya papan bertuliskan “Dufan Mr. J Tutup Sampai Waktu yang Belum Ditentukan.”

Penasaran, ia buru-buru mengeluarkan ponselnya untuk mencari tahu. Begitu layar menampilkan berita terbaru, ia membelalakkan mata saat membaca bahwa anggaran IKN telah diblokir oleh pemerintah.

Menurut berita yang berseliweran, pemblokiran anggaran ini terjadi akibat perdebatan sengit di parlemen. Beberapa pihak berpendapat proyek tersebut terlalu ambisius dan membebani keuangan negara, sementara yang lain bersikeras bahwa IKN adalah simbol kemajuan.

Kenny menghela napas panjang dan duduk di trotoar, mencoba memahami situasi yang absurd ini. Ia bertanya-tanya bagaimana mungkin sebuah proyek yang sudah berjalan tiba-tiba dihentikan begitu saja tanpa peringatan.

“Mengapa ini bisa terjadi?” gumamnya sambil menatap langit yang tampak lebih kosong dari biasanya. Dan bagaimana dampaknya terhadap dinamika politik Indonesia, katakanlah bila terjadi di universe lain yang mana Indonesia berada di bawah pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka?

Tanda Melemahnya Jokowi?

Kenny masih duduk di trotoar, berusaha mencerna dampak dari pemblokiran anggaran IKN. Ia membaca lebih banyak analisis dan menemukan bahwa banyak yang melihat ini sebagai tanda bahwa pengaruh Jokowi di bawah pemerintahan Prabowo semakin menurun.

Baca juga :  Surat Cinta Putin untuk Prabowo

Proyek IKN, yang selama ini menjadi kebanggaan Jokowi, kini berada dalam ketidakpastian. Dalam tulisannya”Political Legacies,” Christian Fong menulis bahwa “keberlanjutan sebuah kebijakan sangat bergantung pada kesinambungan kekuasaan dan legitimasi pemimpin berikutnya.”

Kenny menyadari bahwa transisi kepemimpinan tidak selalu berarti kesinambungan, melainkan bisa menjadi ajang pergeseran prioritas politik. Prabowo, sebagai pemimpin baru, tampaknya ingin menegaskan otoritasnya sendiri tanpa terikat dengan kebijakan besar dari pendahulunya.

Beberapa pihak melihat langkah ini sebagai strategi untuk menarik dukungan politik baru. Namun, di sisi lain, keputusan ini juga bisa menciptakan gesekan antara Jokowi dan Prabowo.

Kenny kembali menatap layar ponselnya, bertanya-tanya bagaimana politik bisa berubah begitu cepat. Lantas, bagaimana ini bisa memengaruhi hubungan Prabowo dan Jokowi ke depannya?

New Player Joins the Game?

Ketegangan antara Jokowi dan Prabowo dapat semakin membesar seiring dengan ketidakpastian proyek IKN. Dalam dinamika politik, situasi ini bisa mengarah pada skenario three-player game dalam game theory, di mana munculnya pemain ketiga akan mengubah peta kekuasaan.

Pemain ketiga itu bisa jadi adalah Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri. Dengan hubungan Jokowi dan Prabowo yang semakin renggang, Megawati dapat memainkan perannya sebagai penyeimbang atau bahkan sebagai pihak yang mengambil keuntungan dari ketidakstabilan tersebut.

Megawati mungkin melihat ini sebagai peluang untuk memperkuat kembali pengaruh PDIP dalam pemerintahan. Sementara itu, bagi Jokowi, kegagalan proyek IKN bisa menjadi titik lemahnya, yang membuat posisinya dalam politik nasional semakin rentan.

Kenny kembali menghela napas, menyadari betapa kompleksnya politik Indonesia. Ini bukan sekadar soal ibu kota baru yang gagal, tetapi tentang perubahan peta kekuatan yang dapat menentukan arah bangsa ke depan.

Baca juga :  Dari Deng Xiaoping, Sumitro, hingga Danantara

Jika Megawati benar-benar masuk sebagai pemain ketiga, Prabowo harus berhati-hati dalam menjaga keseimbangan kekuasaan. Ia harus memastikan bahwa langkah politiknya tidak memberi ruang terlalu besar bagi Megawati untuk memperkuat posisinya.

Di sisi lain, Jokowi kini menghadapi situasi yang dilematis. Jika ia tidak bisa mempertahankan pengaruhnya dalam pemerintahan Prabowo, maka ia bisa kehilangan dukungan politik yang selama ini dibangunnya.

Dalam teori permainan tiga pemain, keseimbangan hanya bisa tercapai jika setiap pihak mampu membangun aliansi yang kuat dan strategis. Jika Prabowo dan Megawati lebih dekat, maka Jokowi bisa benar-benar tersingkir dari dinamika politik nasional.

Bagi Megawati, ini adalah peluang emas untuk memperkuat kembali dominasi PDIP. Namun, bagi Jokowi, ini bukan tidak mungkin menjadi sebuah kerugian yang sulit dipulihkan dalam waktu dekat.

Kenny menutup ponselnya dan bangkit berdiri. “Lalu, apakah ini akan mengubah arah politik Indonesia dalam beberapa tahun ke depan?” tanyanya dalam hati. Mungkin, hanya para pemain itu yang bisa menjawab. (A43)


spot_imgspot_img

#Trending Article

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa “Tunduk” Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan “tunduk” kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana “Kesucian” Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, “kesucian” Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

Teror Soros, Nyata atau “Hiperbola”? 

Investor kondang George Soros belakangan ramai dibincangkan di media sosial. Apakah ancaman Soros benar adanya, atau hanya dilebih-lebihkan? 

More Stories

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Siasat Ahok “Bongkar” Korupsi Pertamina

Ahok tiba-tiba angkat bicara soal korupsi Pertamina. Mengacu pada konsep blame avoidance dan UU PT, mungkinkah ini upaya penghindaran?

Dari Deng Xiaoping, Sumitro, hingga Danantara

Presiden Prabowo Subianto telah resmikan peluncuran BPI Danantara pada Senin (24/2/2025). Mengapa mimpi Sumitro Djojohadikusumo ini penting?