HomeNalar PolitikDistopia Orwell Simpan Teror Tersembunyi?

Distopia Orwell Simpan Teror Tersembunyi?

George Orwell dalam bukunya 1984 membayangkan sebuah masyarakat yang dikontrol oleh rasa takut. Namun, distopia ala Orwell memiliki makna lebih dari sekadar kontrol informasi.


PinterPolitik.com

I’m free, I’m free. I’m free like a bird and no one can tell me,”

Buat kalian generasi tahun 90-an mungkin akan familiar dengan lirik lagu di atas. Yap, itu adalah potongan lirik dari lagu I’m Free yang dipopulerkan grup musik genre reggae asal Indonesia, Souljah. Musik ini mungkin hampir selalu disetel di dalam bis setiap kali ada studi tur sekolahan.

Semasa di sekolah dulu, makna dari istilah “kebebasan” barangkali begitu mudah dibayangkan, rebahan di kasur kamar kita yang nyaman sembari meluangkan waktu bermain PlayStation. Namun, ketika kita beranjak dewasa, kita semakin sadar bahwa apa yang dimaksud dengan kebebasan mungkin tidak sesederhana itu.

Meski sering diberitahu kita bebas berperilaku apa saja, tapi sudah jadi rahasia umum bahwa sepertinya ada semacam tembok tidak terlihat yang penuh dengan duri sebelum kita melakukan sesuatu yang umumnya berkaitan dengan kritik terhadap pemerintah.

Sebagai contoh, di kolom komentar postingan PinterPolitik di Instagram saja kita bisa temui komentar becandaan yang bunyinya tidak jauh dari “mau komentar tapi takut”. Dan contoh lainnya, ketika ada yang berkomentar cukup pedas, biasanya ada yang membalas “sudah ada tukang bakso di depan rumah belum?”.

Walau semakin lama kalimat-kalimat tadi jadi bahan lucu-lucuan, tidak bisa kita pungkiri bahwa lelucon semacam ini seperti sebuah representasi bahwa saat ini. Hanya untuk melempar kritik saja publik akan melihatnya sebagai aksi yang begitu berani.

Lantas, bagaimana sebenarnya nasib “kebebasan” dalam era informasi ini?

Baca juga :  Puan Maharani 'Reborn'?
image 61

Captive Culture

Sebagaimana kita tahu, internet dan media sosial kini jadi sumber utama seseorang untuk mendapatkan informasi. Selain itu, tempat-tempat digital ini juga kerap jadi forum andalan setiap orang untuk berdiskusi tentang politik secara “bebas”.

Namun, terdapat kekuatan-kekuatan yang bermain di atas media sosial yang kita gunakan. Ini tentunya termasuk pemerintah dan perusahaan pemilik platform digital itu sendiri, seperti Twitter, Meta, dan Google, yang mengontrol informasi yang kita dapatkan.

Terkait ini, ada satu pandangan dari penulis novel besar yang kerap dijadikan acuan dalam memahami pola kontrol seperti apa yang saat ini tengah terjadi di masyarakat, ia adalah George Orwell.

Sebagai penjelasan singkat, pandangan Orwell dalam bukunya 1984 melihat masyarakat di masa depan menghadapi sensor informasi yang begitu ketat. Dalam negara yang seperti ini pemerintah memonopoli narasi dengan cara memonopoli bahasa. Karena itu, setiap bahasa yang tidak keluar dari negara akan dikategorisasi sebagai aksi kejahatan terhadap status quo.

Namun, makna sebenarnya dari kontrol informasi yang dibayangkan Orwell tidak hanya itu. Neil Postman dalam bukunya Amusing Ourselves to Death mengeksplorasi ide Orwell lebih dalam dengan mempopulerkan istilah captive culture, atau budaya tawanan.

Captive culture ini adalah budaya yang muncul dalam sebuah masyarakat yang orang-orangnya merupakan hasil produksi desain tertentu dari para penguasa, yang bahkan juga mengatur tentang perilaku seorang individu dari dia lahir sampai meninggal.

Sejumlah pilihan yang dihadapkan pada individu yang tinggal dalam captive culture ini mungkin akan dilihatnya sebagai bentuk kebebasan, seperti kebebasan memilih karier dan sekolah. Tapi sebenarnya itu tidak lain hanyalah ilusi yang menutupi kenyataan bahwa fondasi pandangan yang harus diakui dan dijalankan individu captive culture tersebut sudah benar-benar mantap dan tidak bisa diubah.

Baca juga :  Sembako Siap Melambung Akibat Iran? 

Keadaan ini kemudian membuat ketakutan terhadap penguasa itu sendiri tidak hanya muncul akibat aturan, tapi juga dari obrolan lingkungan pekerjaan dan keluarga.

Yap, singkatnya Postman melihat dystopia yang dibayangkan Orwell dalam jangka panjangnya akan membentuk sebuah kultur yang secara turun temurun mewariskan ketakutan akibat aturan-aturan yang barangkali bahkan tidak lagi dijadikan sebagai alat menakut-nakuti orang.

Pada akhirnya, masyarakat yang terjebak captive culture mungkin tidak akan pernah lagi merasakan kebebasan yang sebenarnya.

Sebagai penutup, tentu ini hanya interpretasi belaka. Untuk saat ini, kita perlu syukuri bahwa kita masih memiliki kesempatan untuk bahkan menyadari hal-hal seperti ini. (D74)

spot_imgspot_img

#Trending Article

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Kelompok mafia tidak hanya ada di negara-negara Barat, di Asia, sebuah kelompok yang disebut Triad kerap disamakan dengan mafia-mafia ala Italia. Bagaimana sejarahnya?

Manuver Mardiono, PPP “Degradasi” Selamanya?

Kendati belakangan berusaha tetap membawa PPP eksis di kancah perpolitikan nasional dengan gestur merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, Muhamad Mardiono agaknya tetap akan cukup sulit membawa PPP bangkit jika tak membawa perubahan signifikan. Mengapa demikian?

Simpati, ‘Kartu’ Rahasia Prabowo?

Prabowo meminta relawan dan pendukungnya untuk tidak berdemo agar jaga perdamaian dan tensi politik. Apakah ini politik simpati ala Prabowo?

Sembako Siap Melambung Akibat Iran? 

erang Iran-Israel diprediksi akan berdampak besar pada ekonomi Indonesia. Mengapa demikian? 

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

More Stories

Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Kelompok mafia tidak hanya ada di negara-negara Barat, di Asia, sebuah kelompok yang disebut Triad kerap disamakan dengan mafia-mafia ala Italia. Bagaimana sejarahnya?

Sembako Siap Melambung Akibat Iran? 

erang Iran-Israel diprediksi akan berdampak besar pada ekonomi Indonesia. Mengapa demikian? 

Iran vs Israel, PD III Sudah Dimulai?

Ketakutan akan Perang Dunia III mencuat bersamaan dengan serangan yang dilakukan Iran ke Israel. Mungkinkah kita sudah berada di awal Perang Dunia III?