HomeNalar PolitikAndi Widjajanto, 'Anak Kesayangan’ Megawati?

Andi Widjajanto, ‘Anak Kesayangan’ Megawati?

Andi Widjajanto menjadi orang sipil ke-4 yang menjabat sebagai Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas). Penunjukan ini mendapat sorotan lantaran Andi pernah didepak ketika dirinya menjabat sebagai Sekretaris Kabinet (Setkab) pada 2014 lalu akibat hubungan politik yang panas dengan PDIP. Mengapa Andi bisa terpilih kembali? 


PinterPolitik.com 

Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) adalah salah satu lembaga negara yang memiliki peran paling penting di Indonesia. Lembaga ini didirikan pada 20 Mei 1965, dan bertugas untuk menjadi suatu lembaga pendidikan tinggi pertahanan untuk membentuk dan mengembangkan tenaga-tenaga pembina baik sipil maupun militer, pada tingkat politik strategi dan pertahanan nasional. 

Sampai saat ini, Lemhanas telah menjadi pusat pendidikan dan pengkajian sejumlah masalah strategis  yang berkaitan dengan pertahanan negara, termasuk dalam pengendalian keutuhan bangsa. Lemhanas telah menghasilkan sejumlah kader-kader ternama yang saat ini memegang jabatan penting dalam sektor pertahanan, seperti Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Dudung Abdurachman dan Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan), Muhammad Herindra.  

Lemhanas juga menghasilkan konsep-konsep yang mewarnai kebijakan penyelenggaraan negara, contohnya seperti konsep geopolitik Indonesia yang diimplementasikan dalam doktrin Wawasan Nusantara. 

Karena perannya yang penting ini, setiap ada pemilihan Gubernur Lemhanas pasti mendapat sorotan. Dan perhatian publik saat ini tengah tertuju pada sosok bernama Andi Widjajanto, yang baru saja dilantik oleh Presiden Jokowi sebagai Gubernur yang ke-17. Yang membuat Andi unik adalah, ia menjadi gubernur ke-4 yang berasal dari kalangan sipil, dengan demikian muncul sejumlah pro dan kontra seputar pelantikan dirinya. 

Sebagai orang yang terkenal memiliki kedekatan khusus dengan Jokowi dan PDIP, tidak heran bila beberapa saat setelah pengumumannya dilantik sebagai Gubernur Lemhanas, ia langsung bertemu dengan Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri. Andi sendiri mengungkapkan, dia diberikan amanat oleh putri Sukarno tersebut agar bisa mengemban jabatan barunya sesuai Pancasila dan UUD 1945. 

Meski begitu, ketika dulu menjabat sebagai Sekretaris Kabinet (Setkab) pada tahun 2014, Andi pernah ditimpa isu yang membuatnya seolah menjadi ‘antagonis’ bagi PDIP. Ia dianggap sebagai “Brutus” oleh politisi PDIP, Masinton Pasaribu, dan juga sempat beredar rumor bahwa dirinya adalah bagian dari Trio Macan Istana, bersama Luhut Binsar Pandjaitan dan Rini Soemarno, orang-orang yang dianggap sebagai sumber hambatan komunikasi antara Jokowi dan elite-elite partai pendukungnya. 

Oleh karena itu, panasnya situasi politik diduga kuat membuat Andi dilengserkan dari jabatannya sebagai Setkab pada tahun 2015. 

Ini kemudian memunculkan pertanyaan. Jika Andi pernah memiliki hubungan yang tidak sehat dengan partai petahana, mengapa dia bisa tiba-tiba kembali diberikan jabatan penting dalam pemerintahan? 

Baca juga: Mengapa Megawati “Kultuskan” Soekarno?

Kesayangan Megawati? 

Gestur politik yang ditunjukkan Andi yakni langsung berkontak dengan Megawati selepas penunjukan dirinya menjadi Gubernur Lemhanas secara gamblang menunjukkan bahwa ia memiliki hubungan khusus dengan Megawati.  

Well, dugaan tersebut sepertinya memang benar, karena sesuai sejarahnya media beberapa kali pernah mengekspos kedekatan pria yang dikenal sering memakai topi fedora tersebut dengan anak sang proklamator. Contohnya adalah, Andi pernah ditunjuk oleh Megawati untuk menjadi bagian dari Tim 11, ini adalah tim yang dibentuk langsung oleh Megawati.  

Baca juga :  Prabowo Perlu Belajar dari Qatar? 

Salah satu tugas dari Tim 11 adalah memberi masukan kepada partai, dalam menentukan siapa calon presiden dan wakil presiden yang paling patut diajukan oleh PDIP. Lalu tim ini juga diberi tugas untuk menyusun materi kampanye Jokowi-Jusuf Kalla pada masa Pemilihan Presiden 2014 (Pilpres 2014). 

Selain itu, beberapa artikel berita juga pernah mengabarkan Andi diminta langsung oleh Megawati untuk ‘menempel’ pada Jokowi kemanapun dia pergi. Hal-hal seperti ini menunjukkan bahwa benar sepertinya Andi bukanlah orang yang sembarangan di mata Megawati. 

Lalu, mengapa mereka bisa dekat? 

Kalau kita telusuri, hubungan istimewa antara Andi dan Megawati sepertinya bermula dari ayahanda Andi, yaitu Theo Syafei. Rachmat Hidayat dalam artikelnya Theo Syafei Orang Dekat Megawati Soekarnoputri, mengatakan bahwa sang almarhum politisi senior PDIP itu dikenal sebagai salah satu orang kepercayaan Megawati.  

Bahkan, mantan Pangdam Udayana itu disebut sebagai sosok yang dikenal berani menyingkirkan orang-orang oportunis di tubuh PDIP. Ia juga pernah menjadi penyusun strategi pemenangan Megawati-Prabowo saat Pilpres 2009 lalu. 

Politisi PDIP, Maruarar Sirait pernah mengatakan, Theo termasuk salah seorang yang ikut berjuang mempertahankan PDI (cikal bakal PDIP) di masa kekuasaan Orde Baru. Kala itu, menurut Maruarar, tidak banyak tentara aktif saat Orde Baru yang berani membela Mega. Keputusan Theo untuk masuk PDIP pun sering dianggap sebagai penyebab gerbong mantan TNI dan Polri berduyun-duyun hijrah ke partai banteng. 

Bukti keistimewaan Theo bagi Mega yang paling terlihat ditunjukkan ketika Theo meninggal pada 29 April 2011. Kala itu, Megawati melayat langsung ke kediamannya dan mengungkapkan bahwa dia sangat berduka atas kepergian Theo. Kematiannya itu membuat Megawati merasa sangat kehilangan sosok yang penting baginya secara pribadi dan sebagai Ketum PDIP.  

Karena memiliki faktor kedekatan dari aspek kekeluargaan, maka tidak heran bila Andi didekap kembali ke kalangan pejabat petahana. Pengamat pertahanan dari Institute for Security and Strategic Studios (ISESS), Khairul Fahmi, menilai bahwa dari segi kualitas, Andi memang memiliki kualifikasi untuk mengisi posisi Gubernur Lemhanas.  

Tapi di samping itu, faktor kuat lainnya adalah Andi pun dapat dinilai bisa menjadi titik temu antara Jokowi, Mega, dan Luhut sekaligus. Hal ini karena ayah Andi, yakni Theo, adalah sosok militer yang besar, bahkan lebih senior dari Luhut. 

Selain itu, Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya juga menilai bahwa, belajar dari sejarah Andi yang pernah berkonflik dengan kepentingan partai, maka penunjukan dirinya sebagai Gubernur Lemhanas adalah hal yang sangat tepat. Dari fungsinya, latar belakang Andi sangat sesuai dengan pakem yang dibutuhkan Lemhanas.  

Baca juga :  Operasi Rahasia Menarik PKB-PKS ke Koalisi Prabowo?

Kalau dilihat dari perspektif politik, dengan menjabat sebagai Gubernur Lemhanas, posisi Andi dinilai  kini relatif lebih aman karena tidak akan bersinggungan langsung dengan parpol. Dengan begitu, kecil kemungkinan Andi akan kembali digoyang oleh parpol koalisi Jokowi. 

Berdasarkan pemaparan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa tampak jelas ada ‘rasa sayang’ yang istimewa antara Megawati dan Jokowi, pada Andi. Setelah bertahun-tahun sejak ia didepak dari Istana, akhirnya Andi kembali menjabat posisi penting. Mungkinkah ini akibat faktor kedekatan keluarga? Well, dugaan itu sepertinya cukup masuk akal. 

Tinggal satu pertanyaan tersisa yang perlu dijawab. Bagaimana Andi seharusnya memaknai kepercayaan jilid dua ini? 

Baca juga: Mengapa PDIP Takut Megawati Sakit?

Jangan Sampai Blunder Lagi 

Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menilai, di balik pernyataan Andi yang mengatakan dirinya telah mendapatkan ‘wejangan’ dari Megawati setelah ditetapkan sebagai Gubernur Lemhanas yang baru, sepertinya ada sebuah pesan penting yang ingin disampaikan Andi. 

Pesan itu menurut Hendri adalah Andi tampak ingin mengatakan bahwa penunjukannya adalah berdasarkan backing-anMegawati. Hendri juga menyebut, Andi tampak tidak percaya diri, meski telah ditarik kembali oleh Jokowi untuk membantunya. Andi pun disebut seolah ingin mengamankan diri agar tidak lagi “digoyang” oleh tokoh-tokoh PDIP seperti yang terjadi sebelumnya. 

Inilah kemudian adalah catatan penting yang perlu dibenahi oleh Andi. Jika perasaan tidak percaya diri itu ada di dalam dirinya, ia harus belajar dari bagaimana dirinya pernah berbuat kesalahan pada saat menjadi Setkab dulu.  

Ketika dulu, alasan Andi diantagoniskan oleh sejumlah elite PDIP adalah salah satunya karena ia dianggap terlalu vokal memberikan pernyataan di publik. Sebagai contoh, Andi pernah mengatakan bahwa Indonesia masih memiliki utang pada badan Dana Moneter Internasional (IMF), padahal menurut pernyataan pemerintah, utang sebesar US$ 25 miliar yang berasal dari tahun 1998 sudah dilunasi Indonesia pada tahun 2006. 

Lalu, ada juga polemik tentang pidato Jokowi saat merayakan hari jadi Konferensi Asia Afrika (KAA) yang ke-60 pada 2015 lalu. Andi menyebutkan bahwa pidato yang dibacakan Presiden merupakan rumusan sejumlah pejabat di Istana. Hal ini memicu kemarahan dari sejumlah Relawan Jokowi, yang menilai bahwa pernyataan Andi tersebut telah merendahkan martabat Jokowi sebagai kepala negara, seakan-akan Jokowi hanya tampil di umum untuk membaca teks yang sudah disiapkan. 

Oleh karena itu, jika Andi ingin membuat penunjukan dirinya sebagai Gubernur Lemhanas sebagai redemption atau penebusan, maka Andi perlu kembali mengingat blunder-blundernya ini. Jangan sampai dirinya terlena akibat diberi kepercayaan, lalu kembali tergoda membuat pernyataan-pernyataan yang seharusnya dipikirkan berulang-ulang terlebih dahulu.  

Yang juga mesti jadi pembelajaran adalah, mungkin kedekatan khusus dirinya dengan Megawati telah menghasilkan kesempatan kedua bagi Andi. Tapi perlu direnungi, hal tersebut mungkin belum tentu terjadi jika mereka tidak memiliki sejarah kedekatan kekeluargaan yang spesial. (D74) 

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Lolos “Seleksi Alam”, PKS-PKB Seteru Abadi?

Berkaca pada hasil Pileg 2024, PKB dan PKS agaknya akan menjadi dua entitas politik yang akan terlibat dalam persaingan ceruk suara pemilih Islam ke depan. Terlebih di saat PAN seakan telah melepaskan diri dari karakter Islam dan PPP harus “terdegradasi” dari kancah legislatif nasional.

Jokowi Makin Tak Terbendung?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan meminta jatah menteri dari pemerintahan Prabowo Subianto. Apakah Jokowi makin tak terbendung?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Prabowonomics: Jurus ‘Lompatan Katak’?

Program makan siang dan susu gratis ala Prabowo merupakan jenis school feeding program. Mungkinkah ini jadi kunci penting Prabowonomics?

More Stories

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Mustahil Megawati-Paloh Gunakan Hak Angket? 

Usai pengumuman KPU, isu pengguliran hak angket DPR kembali berbunyi. Kira-kira akankah Surya Paloh dan Megawati Soekarnoputri mendorongnya?