Cross BorderKenapa Barat Ngotot Cabut CCTV Tiongkok?

Kenapa Barat Ngotot Cabut CCTV Tiongkok?

- Advertisement -

Beberapa hari yang lalu, Australia memutuskan untuk mencabut semua CCTV buatan Tiongkok dari departemen pemerintahannya. Australia memandang CCTV tersebut sebagai ancaman serius karena dianggap tersambung dengan mata-mata badan intelijen Tiongkok. Selain Australia, Amerika Serikat (AS) dan Inggris juga melakukan hal yang serupa. Lantas, apakah langkah ini sebagi bentuk ketakutan Barat terhadap negeri Tirai Bambu? 


PinterPolitik.com

Kementerian Pertahanan Australia memutuskan untuk mencabut semua CCTV buatan Tiongkok. Keputusan itu disampaikan oleh Menteri Pertahanan Australia Richard Marles pada Kamis, 9 Februari 2023 lalu. Pencabutan tersebut disebabkan munculnya kekhawatiran dimata-matai melalui CCTV oleh pemerintahan Tiongkok.

Kekhawatiran itu pernah disampaikan sebelumnya pada Rabu, 8 Februari 2023 oleh Senator James Paterson setelah melakukan audit terhadap peralatan keamanan buatan Tiongkok yang digunakan di kantor pemerintahan Australia.

Dari hasil audit tersebut, telah ditemukan sebanyak 913 peralatan keamanan bermerk Hikvision dan Dahua.

James Paterson menyampaikan jika kedua perusahaan itu memiliki hubungan dekat dengan PKT (Partai Komunis Tiongkok). Menurut James, ada kemungkinan jika kedua perusahaan itu diminta untuk bekerja sama dengan badan intelijen Tiongkok, sehingga badan intelijen dapat mengambil kendali penuh untuk mengumpulkan audio dan video yang telah ditangkap oleh CCTV tersebut.

Tidak hanya Australia, pemerintah Amerika Serikat (AS), dan Inggris juga melarang peralatan telekomunikasi dan CCTV dari beberapa merk Tiongkok, termasuk Hikvision dan Dahua di bulan November lalu. 

Tiongkok pun memberikan respons bahwa pencabutan CCTV ini bersifat diskriminatif dan dapat menekan perusahaan Tiongkok. Meski begitu, Menteri Pertahanan Australia Richard Marles tetap “ngotot” untuk mencabut seluruh CCTV buatan Tiongkok di gedung pemerintahan Australia demi keamanan nasionalnya. Lantas, mengapa Barat terlihat “ngotot” mencabut CCTV buatan Tiongkok ?

Baca juga :  Biden ‘Setengah Hati’ Selamati Prabowo?
seberapa powerful sebenarnya tiongkok ed.

Tiongkok Semakin Kuat?

Munculnya Tiongkok sebagai kekuatan baru pasca Perang Dingin sangat berpotensi menyaingi kekuatan negara-negara Barat di masa depan. Maka tak heran jika AS, Inggris, dan Australia terlihat lebih siaga dalam menghadapi kekuatan baru Tiongkok.

Kenneth Waltz dalam bukunya Theory of International Politics menjelaskan setelah runtuhnya Uni Soviet, hanya terdapat satu sistem polaritas yang berpengaruh dalam sistem internasional, yaitu sistem unipolar.

Unipolar mengatakan bahwa hanya ada satu negara besar yang dapat melancarkan kekuatan hegemoninya kepada negara-negara lain. Dalam hal ini, AS pada waktu itu menjadi kekuatan tunggal dalam sistem internasional. AS juga mendominasi sistem internasional bersama para sekutunya, seperti Inggris dan Australia.

Namun, setelah kekuatan baru muncul seperti Tiongkok, ini membuat pergeseran sistem internasional dari unipolar menjadi bipolar. Bipolar erat kaitannya dengan adanya perimbangan dua kekuatan negara besar untuk mencapai keseimbangan kekuatan dalam sistem internasional. AS bersama sekutunya pun mendapat saingan baru, yaitu Tiongkok.

Li Haidong dalam artikelnya Why Prospering China Frightens the West menjelaskan bahwa kemajuan Tiongkok sebenarnya membawa manfaat kepada global, terutama dalam perekonomian dunia. Namun, dominasi Tiongkok akan menciptakan dunia baru yang justru menjadi ancaman terbesar bagi Barat.

Tiongkok juga bertindak sangat realis, yakni dengan mengejar kepentingan perekonomian untuk memperebutkan power dari Barat.

Maka dari itu, tindakan Australia, AS, dan Inggris mencabut CCTV Tiongkok termasuk wajar untuk dilakukan. Perilaku AS dan sekutu dapat disebut dengan istilah offensive realism.  

Istilah tersebut menyatakan bahwa negara akan selalu mencari cara untuk bisa survive dalam dinamika hubungan internasional. Cara terbaik untuk survive adalah menjadi hegemon.

Munculnya kekuatan baru Tiongkok tentu membuat status hegemoni negara Barat, khususnya AS menjadi terancam. AS, Inggris, dan Australia terlihat bersinergi mengambil langkah responsif dalam menanggapi hal tersebut.

Baca juga :  Indonesia Akan Merapat ke AS di Era Prabowo?

Namun, selain melakukan hegemoni, apakah ada langkah lain yang dilakukan oleh Barat untuk mengecam Tiongkok?

infografis setuju kalau tiktok dilarang

Barat Mulai Gencar Propaganda?

Australia, Inggris, dan AS menuduh kamera CCTV Tiongkok sangat berpotensi menjadi serangan mata-mata (spyware). Tuduhan yang merupakan reaksi keras Barat untuk melakukan propaganda kepada Tiongkok.

Melihat tindakan tersebut tak dapat dipungkiri jika negara-negara Barat cenderung melakukan negative propaganda.

Muhajir Affandi dalam bukunya Komunikasi Propaganda: Suatu Pengantar menjelaskan bahwa propaganda negatif (negative propaganda) cenderung dilakukan dengan tujuan menyebarluaskan pesan atau informasi palsu untuk merendahkan musuh.

Atas reaksi keras negara-negara Barat dengan menyebarkan narasi bahwa ada upaya spyware, akan melahirkan pandangan bahwa Tiongkok adalah negara yang berbahaya dan mengancam kedaulatan negara lain.

Dalam kajian sosiologis, upaya ini disebut dengan labelling theory. Itu adalah upaya menempelkan stereotip pada kelompok tertentu. Pada banyak kasus, labelling theory digunakan dalam konteks negatif, yaitu menjatuhkan citra pihak lain.

Sebagai penutup, kita mungkin dapat menyimpulkan bahwa kemajuan Tiongkok yang begitu pesat dapat menjadi ancaman bagi negara-negara Barat.

Atas kekhawatiran itu, perang propaganda tampaknya tengah dilakukan. Dengan adanya negative propaganda, muncul stereotipe di benak masyarakat Internasional yang menganggap Tiongkok sebagai negara yang berbahaya dan mengancam kedaulatan negara lainnya. (R86)

spot_imgspot_img

More from Cross Border

Nuklir Oppenheimer Justru Ciptakan Perdamaian?

Film Oppenheimer begitu booming di banyak negara, termasuk Indonesia. Menceritakan seorang Julius Robert Oppenheimer, seorang ahli fisika yang berperan penting pada Proyek Manhattan, proyek...

Oppenheimer, Pengingat Dosa Besar Paman Sam?

Film Oppenheimer baru saja rilis di Indonesia. Bagaimana kita bisa memaknai pesan sosial dan politik di balik film yang sangat diantisipasi tersebut?  PinterPolitik.com  "Might does not...

Zelensky Kena PHP NATO?

Keinginan Ukraina untuk masuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mendapat “hambatan” besar. Meski mengatakan bahwa “masa depan” Ukraina ada di NATO, dan bahkan telah...

Eropa “Terlalu Baik” Terhadap Imigran?

Kasus penembakan yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian terhadap seorang remaja imigran telah memicu protes besar di Prancis. Akan tetapi, kemarahan para demonstran justru...

More Stories

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?