HomeBelajar PolitikPolitik Uang Dalam Pilkada 2017

Politik Uang Dalam Pilkada 2017

Politik uang yang masih marak terjadi di setiap pemilihan umum cukup meresahkan, hal tersebut menjadi permasalahan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyelenggarakan Pilkada Serentak 2017 yang akan digelar dua pekan lagi.


pinterpolitik.com

DKI JAKARTA – Di Pilkada 2017 ini, kemungkinan politik uang masih potensial terjadi dalam Pilkada serentak 2017.  Karena ada 101 daerah yang menggelar Pilkada pada 2017 dan yang paling dikhawatirkan adalah Pilkada di daerah-daerah, karena tidak semuanya terpantau dengan baik oleh Bawaslu.

Sebelumnya, pemerintah sudah mengantisipasi terjadinya praktek politik uang ini dengan merevisi Undang-Undang Pilkada. Revisi UU Pilkada memang ditunggu-tunggu, mengingat perubahan UU diharapkan akan semakin memperbaiki pelaksanaan Pilkada agar tidak seperti Pilkada serentak 2015.

Pada catatan Pilkada 2015, laporan dugaan Tindak Pidana Pilkada (TPP) terjadi sebanyak 1.090 kasus, dengan 929 kasus merupakan dugaan pemberian uang kepada pemilih (politik uang) atau yang sering dijuluki dengan “Serangan Fajar”.

Berdasarkan catatan Founding Father House (FFH), dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir (2010-2016) penerimaan masyarakat terhadap politik uang fluktuatif. Di tahun 2010, masyarakat yang setuju dengan politik uang mencapai (64,5%), 2011 (61%), 2012 (53%), 2013 (58,5%), 2014 (66%), 2015 (63%) dan 2016 (61,8%)

Temuan ini sejalan dengan hasil riset untuk masyarakat yang menolak adanya politik uang. Di 2010, responden yang mengaku menolak pemberian amplop sekitar 35,5%, 2011 (39%), 2012 (47%), 2013 (41,5%), 2014 (34%), 2015 (37%), dan 2016 jumlahnya kembali naik menjadi 38.2%.

Dari data tersebut terlihat bahwa masyarakat ternyata masih menerima uang yang diberikan oleh tim sukses, walaupun dalam bilik suara belum tentu masyarakat memilih pasangan yang memberikan uang tersebut.

KPU meminta Bawaslu untuk segera menindaklanjuti jika ada laporan tentang praktek pembagian uang tersebut, dan selanjutnya Bawaslu harus bekerjasama dengan pihak Kepolisian, karena praktik politik uang tersebut sudah masuk dalam ranah pidana.

Politik uang memang sulit untuk dihilangkan, namun selama masyarakat menyadari kalau suaranya tidak bisa dibeli, pemberian uang tersebut menjadi tidak efektif dan lama kelamaan akan berhenti dengan sendirinya. Jadi bukan masalah pemberian uangnya, tapi lebih pada kesadaran masyarakatnya.  (Berbagai sumber/A15)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Alasan Ketergantungan Minyak Bumi Sulit Dihilangkan

Bahan bakar minyak (BBM) terus dikritisi keberadaannya karena ciptakan berbagai masalah, seperti polusi udara. Tapi, apakah mungkin dunia melepaskan ketergantungannya pada BBM?

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

More Stories

Bukti Indonesia “Bhineka Tunggal Ika”

PinterPolitik.com mengucapkan Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia ke 72 Tahun, mari kita usung kerja bersama untuk memajukan bangsa ini  

Sejarah Mega Korupsi BLBI

KPK kembali membuka kasus BLBI yang merugikan negara sebanyak 640 Triliun Rupiah setelah lama tidak terdengar kabarnya. Lalu, bagaimana sebetulnya awal mula kasus BLBI...

Mempertanyakan Komnas HAM?

Komnas HAM akan berusia 24 tahun pada bulan Juli 2017. Namun, kinerja lembaga ini masih sangat jauh dari harapan. Bahkan desakan untuk membubarkan lembaga...