HomeHeadlineAsing Soroti Prabowo Karena Clickbait?

Asing Soroti Prabowo Karena Clickbait?

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Berbagai saluran media asing semakin ramai menyoroti sosok calon presiden (capres) nomor urut dua, Prabowo Subianto. Ada siasat apa di balik media-media asing ini?


PinterPolitik.com

“Did you know that Indonesia is at a crossroads?” – Homer Simpson di “Catch ‘Em If You Can” (2004)

Dalam episode 18 season ke-15 dari The Simpsons (1989-sekarang), karakter utama yang bernama Homer Simpson terlihat tengah membaca majalah The Economist dengan peta Indonesia di halaman utama yang berjudul “Indonesia’s Gambit”.

Di tengah kegiatan membacanya itu, Homer-pun bertanya pada istrinya, Marge Simpson, “Apakah kamu tahu bahwa Indonesia kini sedang berada di tengah persimpangan?”

Well, meskipun potongan adegan itu merupakan hal fiktif, kini Indonesia bisa dibilang berada di persimpangan – apalagi ketika Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang digelar Rabu, 14 Februari 2024, sudah di depan mata.

Hal yang menarikuntuk diikuti dari pemilu kali adalah Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang diikuti oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, dan mantan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo.

Masing-masing calon presiden (capres)-pun memiliki gagasan mereka masing-maisng. Anies mengusung perubahan atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang saat ini di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sementara, Prabowo mengusung narasi keberlanjutan guna melanjutkan kebijakan-kebijakan Jokowi. Di sisi lain, di posisi tengah, Ganjar mengusung narasi perbaikan atas pemerintahan saat ini.

Namun, saluran-saluran media asing kini tampaknya lebih tertarik untuk membicarakan satu dari tiga kandidat tersebut secara khusus, yakni Prabowo. Banyak saluran media asing – mulai dari The Intercept hingga The New York Times – menyoroti sosok mantan jenderal tersebut dan mengaitkannya dengan demokrasi yang memburuk di Indonesia.

Beberapa media asing bahkan melaporkan rekam jejak Prabowo yang diduga melanggar hak asasi manusia (HAM) – mulai dari Tragedi Mei 1998, Timor Leste, hingga Papua. Tak sedikit dari media-media ini menilai bahwa demokrasi bisa semakin mengarah ke otoritarian di bawah Prabowo bila memenangkan Pilpres 2024.

Tentu, menjadi menarik apabila membahas sosok-sosok kontroversial di Pilpres 2024. Namun, mengapa media-media asing tampak lebih bias terhadap Prabowo? Mungkinkah ada siasat tertentu di baliknya?

Bila Media Asing Bahas Xi Jinping dkk

Sebenarnya, sorotan-sorotan yang cenderung negatif dari media-media asing, khususnya media-media Barat, tidak hanya terjadi pada Prabowo, melainkan juga pada banyak pemimpin dan politisi di negara-negara lain.

Presiden Rusia Vladimir Putin, misalnya, kerap mendapat julukan diktator dengan kekuasaannya yang begitu menyeluruh di Rusia. Banyak media Barat menganggap Putin mengonsolidasikan kekuatannya untuk tetap berkuasa di Rusia dalam periode waktu yang lama.

Tidak hanya Putin, media-media Barat juga kerap melabeli pemerintahan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di bawah Presiden Xi Jinping sebagai pemerintahan yang otoritarian. Xi dilihat sebagai orang terkuat sepanjang sejarah RRT setelah Mao Zedong.

Selain Putin dan Xi, tuduhan hampir sama dari media-media Barat juga tertuju pada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan – meski Turki merupakan negara republik yang berasaskan pada prinsip-prinsip demokratis. Erdogan dianggap semakin membawa Turki ke kediktatoran.

Mengapa media-media Barat ini suka membahas nama-nama seperti Putin, Xi, dan Erdogan? Jawabannya adalah kontroversialitas (controversiality). Semakin kontroversial, semakin menarik untuk dibahas.

Ini juga sejalan dengan gatekeeping theory. Teori ini menjelaskan pada bagaimana media dan jurnalis menentukan apa-apa saja yang mereka bahas.

Mengacu ke tulisan Mark Boukes, Natalie P. Jones, dan Rens Vliegenthart yang berjudul “Newsworthiness and Story Prominence: How the Presence of News Factors Relates to Upfront Position and Length of News Stories,” para jurnalis-pun menentukan topik tulisan mereka berdasarkan faktor-faktor berita yang ada.

Setidaknya, terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi penentuan topik itu. Salah satunya adalah eliteness. Topik akan menjadi menarik untuk dibahas apabila terdapat elite yang terlibat. Tidak dipungkiri, Xi, Putin, dan Erdogan adalah elite di negara mereka masing-masing.

Selain itu, ada juga unsur negativitas (negativity). Ini dilihat dari bagaimana isu itu dipersepsikan negatif oleh jurnalis, media, dan publik di mana media itu beroperasi.

Semakin jauh dari norma-norma masyarakat, semakin besar kerusakan (damage) yang diasumsikan dalam faktor berita. Bukan tidak mungkin, karena inilah, akhirnya publik Barat menilai sosok-sosok seperti Xi, Putin, dan Erogan sebagai sosok-sosok yang penuh kontroversi.

Lantas, bagaimana dengan Prabowo? Mengapa media-media Barat akhirnya kerap menyoroti sosok capres nomor urut dua tersebut?

Hanya Karena Clickbait?

Faktor-faktor berita yang sama juga bisa diaplikasikan pada sorotan media-media Barat ke Prabowo. Bahkan, ini juga berkaitan dengan fenomena tabloidisasi atas media.

Jika mengacu kembali pada faktor-faktor berita yang disebutkan di atas, bisa jadi faktor-faktor yang sama juga berlaku. Soal eliteness, misalnya, Prabowo juga merupakan salah satu elite yang berkuasa di Indonesia.

Tidak hanya itu, faktor negativitas di publik Barat juga bisa memengaruhi. Rekam jejak Prabowo yang penuh dengan tudingan pelanggaran HAM dan latar belakang militer juga membuat publik Barat yang lebih demokratis menjadi lebih mudah mempertanyakan sosok Prabowo.

Selain dua faktor tersebut, ada juga faktor continuity. Isu soal Prabowo merupakan isu yang terus berlanjut. Prabowo-pun sudah maju sebagai capres sebanyak tiga kali, yakni pada tahun 2014, 2019, dan 2024. 

Dengan topik yang dianggap kontroversial dan panas ini, media-media Barat-pun akhirnya mengerubungi isu ini layaknya sebuah gosip yang panas. Fenomena seperti ini disebut oleh Boukes, Jones, dan Vliegenthart sebagai tabloidisasi berita – yang mana kerap berfokus pada faktor-faktor berita berupa personalisasi dan negativitas.

Salah satu penyebab tabloidisasi adalah tekanan komersial. Banyak media memiliki tekanan ini karena mereka juga harus bersaing dengan banyak media lain. Semakin komersial media tersebut, semakin tinggi tingkat tabloidisasi yang mereka alami.

Mungkin, pada akhirnya, sorotan media-media Barat yang semakin kencang terhadap sosok Prabowo bisa saja terjadi akibat motivasi komersial – yang mana merekapun memperlukan topik-topik berita yang bisa menjadi clickbait (umpan klik) bagi para pembacanya. Bukan begitu? (A43)


Baca juga :  Gibran, Wapres Paling Meme?
spot_imgspot_img

#Trending Article

Jebakan di Balik Upaya Prabowo Tambah Kursi Menteri Jadi 40

Narasi revisi Undang-Undang Kementerian Negara jadi salah satu yang dibahas beberapa waktu terakhir.

Rekonsiliasi Terjadi Hanya Bila Megawati Diganti? 

Wacana rekonsiliasi Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) mulai melempem. Akankah rekonsiliasi terjadi di era Megawati? 

Mengapa TikTok Penting untuk Palestina?

Dari platform media sosial (medsos) yang hanya dikenal sebagai wadah video joget, kini TikTok punya peran krusial terkait konflik Palestina-Israel.

Alasan Sebenarnya Amerika Sulit Ditaklukkan

Sudah hampir seratus tahun Amerika Serikat (AS) menjadi negara terkuat di dunia. Mengapa sangat sulit bagi negara-negara lain untuk saingi AS? 

Rahasia Besar Presidential Club Prabowo?

Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto disebut menggagas wadah komunikasi presiden terdahulu dengan tajuk “Presidential Club”. Kendati menuai kontra karena dianggap elitis dan hanya gimik semata, wadah itu disebut sebagai aktualisasi simbol persatuan dan keberlanjutan. Saat ditelaah, kiranya memang terdapat skenario tertentu yang eksis di balik kemunculan wacana tersebut.

Apa Siasat Luhut di Kewarganegaran Ganda?

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan agar kewarganegaraan ganda untuk diaspora Indonesia diperbolehkan. Apa rugi dan untungnya?

Budi Gunawan Menuju Menteri Prabowo?

Dengarkan artikel ini: Nama Kepala BIN Budi Gunawan disebut-sebut sebagai salah satu kandidat calon menteri yang “dititipkan” Presiden Jokowi kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Hal...

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

More Stories

Mengapa TikTok Penting untuk Palestina?

Dari platform media sosial (medsos) yang hanya dikenal sebagai wadah video joget, kini TikTok punya peran krusial terkait konflik Palestina-Israel.

Apa Siasat Luhut di Kewarganegaran Ganda?

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan agar kewarganegaraan ganda untuk diaspora Indonesia diperbolehkan. Apa rugi dan untungnya?

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?