HomeHeadlinePKS Terjebak Ilusi Superioritas?

PKS Terjebak Ilusi Superioritas?

Dengarkan Artikel Ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Elektabilitas PKS di Pemilu 2024, yang menurut survei CSIS tembus empat besar dan seolah menjadi glorifikasi tersendiri, agaknya tetap tak dapat menutupi tantangan besar partai tersebut. Mengapa demikian?


PinterPolitik.com

Pemilu 2024 bisa saja menjadi saksi kebangkitan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mampu tembus empat besar dan bahkan mengungguli partai utama pendukung duet Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, yakni Partai NasDem dan PKB.

Survei dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada akhir 2023 lalu menjadi titik tolak proyeksi prestasi tersebut sebagai suatu pencapaian bersejarah bagi PKS di era pasca Reformasi.

Klaim PKS terhadap torehan itu sendiri didasarkan pada beberapa faktor kunci. Pertama, konsistensi PKS dalam menjalankan peran oposisi. Kedua, menjadi suara yang lantang di DPR, terutama dalam menolak kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Ketiga, dukungan yang semakin meningkat terhadap duet Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, yang mana rasionalisasi politiknya adalah dengan efek ekor jas (coattail effect).

Kendati klaim itu dapat menemui relevansinya dalam dimensi tertentu, PKS kiranya harus tetap mewaspadai fluktuasi elektabilitas ke depan. Khususnya untuk mengantisipasi kontradiksi antara hipotesis dan kesimpulan akhir hasil Pemilu 2024. Mengapa demikian?

Jebakan Ilusi Superioritas?

Saat dibandingkan dengan partai politik (parpol) Islam lain yang seolah mulai meninggalkan khittahnya- sebut saja PAN, PPP, hingga PKB – PKS memang tampak memiliki harapan lebih dengan konsistensinya.

Namun, di balik hasil sementara pencapaian elektoral yang mengesankan, perlu diperhatikan kemungkinan adanya bias kognitif dalam dimensi kelompok, bukan individu, yang memengaruhi interpretasi PKS terhadap hasil survei, utamanya illusory superiority atau ilusi superioritas.

Baca juga :  “Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Ilusi superioritas merupakan kecenderungan untuk merasa lebih baik atau lebih kompeten daripada yang sebenarnya, ihwal yang dapat menjadi faktor determinan bagi PKS dalam menafsirkan data survei.

Terlebih, jika mereka mulai merasa sebagai parpol Islam terkuat di Indonesia, PKS mungkin “terjebak” dalam ilusi superioritas karena merasa lebih unggul daripada partai politik Islam lainnya.

Selain itu, analisis Sunny Tanuwidjaja dalam publikasinya yang berjudul PKS post-Reformasi Indonesia, menyoroti bahwa hipotesis kesuksesan PKS lebih disebabkan oleh performa stagnan partai-partai Islam lainnya daripada strategi inklusivitas dan moderasi yang diadopsi PKS.

Di luar konteks parpol Islam, stagnasi tampaknya juga mewabah di parpol lain meskipun tak terlalu memengaruhi elektabilitas mereka, seperti yang terjadi pada Partai Golkar.

Kembali, ilusi superioritas dapat membawa risiko dalam pengambilan keputusan politik jika PKS menganggap kesuksesannya lebih karena keunggulan alami sebagai partai Islam.

Mereka pun mungkin akan mengabaikan pentingnya terus beradaptasi dan menggali dukungan di luar basis tradisional mereka.

Kecenderungan ini bisa menghambat inovasi strategis dan mengurangi fleksibilitas dalam menghadapi dinamika politik tanah air yang terus berkembang.

Muaranya, bisa saja PKS terjebak sebagai parpol papan tengah, yang mana ini menjadi kerawanan tersendiri saat aspirasi pemilih Muslim ke depan bisa saja telah terakomodir melalui interaksi langsung parpol berhaluan nasionalis dengan tokoh kunci keagamaan, seperti kiai hingga pimpinan pondok pesantren.

hanya pks penuhi keterwakilan perempuan

Mustahil Keluar dari Stigma?

PKS sebagai partai politik yang lekat dengan representasi Islam konservatif dihadapkan pada tantangan yang kiranya cukup berat dan pelik.

Meskipun telah melakukan moderasi konkret, mulai dari menjadi satu-satunya memenuhi kuota caleg perempuan di Pileg 2024 dan beberapa kader yang berasal dari latar belakang yang beragam, termasuk nonmuslim, stigma terhadap identitas Islam konservatif tetap masih melekat.

Baca juga :  Iran Punya Kuda Troya di Bahrain? 

Saat mencoba keluar untuk “berperilaku” lebih moderat dan mendekatkan diri dengan pemilih komunal, manuver PKS kemungkinan besar akan dipertanyakan oleh konstituen tradisional mereka.

Sunny Tanuwidjaja dalam analisisnya juga menilai bahwa upaya PKS untuk memasuki lingkaran permainan partai nasionalis dan sekularis besar adalah sebuah kekeliruan besar.

Berusaha keluar dari batasan yang melekat pada partai politik Islam dapat memicu dilema identitas yang kompleks.

Terlibat dalam permainan politik nasionalis dan sekularis besar memerlukan kehati-hatian dan navigasi yang sangat cermat.

Kesalahan yang sama dapat dilihat dalam langkah-langkah PKS untuk memasuki wilayah politik yang selama ini dianggap terlarang bagi partai politik Islam.

Di titik ini, PKS seharusnya tak berupaya mengubah identitasnya secara drastis, karena itu bisa merugikan basis pendukung mereka yang mengidentifikasi diri sebagai pemilih partai Islam.

Sebaliknya, strategi yang lebih bijak mungkin melibatkan upaya untuk memahami dan merangkul variasi dalam spektrum politik Islam, sambil tetap setia pada nilai-nilai inti serta konsistensi yang dipegang oleh PKS.

Dalam menghadapi Pemilu 2024 dan periode selanjutnya, PKS perlu menyeimbangkan ambisinya untuk tumbuh dan bersaing di tingkat nasional dengan tantangan mempertahankan identitas dan integritasnya sebagai partai politik Islam.

Mencapai keseimbangan ini akan menuntut adaptasi strategis yang bijak, dengan mempertimbangkan dinamika politik yang terus berubah di Indonesia. Apalagi saat berhadapan dengan pemilih milenial dan gen Z yang memiliki interpretasi tersendiri terhadap parpol dengan karakteristik seperti PKS. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (J61)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Rekonsiliasi Terjadi Hanya Bila Megawati Diganti? 

Wacana rekonsiliasi Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) mulai melempem. Akankah rekonsiliasi terjadi di era Megawati? 

Mengapa TikTok Penting untuk Palestina?

Dari platform media sosial (medsos) yang hanya dikenal sebagai wadah video joget, kini TikTok punya peran krusial terkait konflik Palestina-Israel.

Alasan Sebenarnya Amerika Sulit Ditaklukkan

Sudah hampir seratus tahun Amerika Serikat (AS) menjadi negara terkuat di dunia. Mengapa sangat sulit bagi negara-negara lain untuk saingi AS? 

Rahasia Besar Presidential Club Prabowo?

Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto disebut menggagas wadah komunikasi presiden terdahulu dengan tajuk “Presidential Club”. Kendati menuai kontra karena dianggap elitis dan hanya gimik semata, wadah itu disebut sebagai aktualisasi simbol persatuan dan keberlanjutan. Saat ditelaah, kiranya memang terdapat skenario tertentu yang eksis di balik kemunculan wacana tersebut.

Apa Siasat Luhut di Kewarganegaran Ganda?

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan agar kewarganegaraan ganda untuk diaspora Indonesia diperbolehkan. Apa rugi dan untungnya?

Budi Gunawan Menuju Menteri Prabowo?

Dengarkan artikel ini: Nama Kepala BIN Budi Gunawan disebut-sebut sebagai salah satu kandidat calon menteri yang “dititipkan” Presiden Jokowi kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Hal...

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

More Stories

Rahasia Besar Presidential Club Prabowo?

Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto disebut menggagas wadah komunikasi presiden terdahulu dengan tajuk “Presidential Club”. Kendati menuai kontra karena dianggap elitis dan hanya gimik semata, wadah itu disebut sebagai aktualisasi simbol persatuan dan keberlanjutan. Saat ditelaah, kiranya memang terdapat skenario tertentu yang eksis di balik kemunculan wacana tersebut.

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?