HomeNalar PolitikNasDem-PDIP Sama-Sama Panik?

NasDem-PDIP Sama-Sama Panik?

Partai NasDem merespons sindiran PIDP bahwa safari politik yang dilakukan Anies Baswedan sepi peminat. PDIP dikatakan takut terhadap manuver yang dilakukan sosok calon presiden (capres) yang diusung mereka. Lantas, apa yang bisa dimaknai dari intrik teranyar  kedua partai politik (parpol) tersebut? 


PinterPolitik.com 

Partai NasDem dan PDIP kembali terlibat intrik panas setelah safari politik Anies Baswedan di Jawa Timur (Jatim). 

Hal itu bermula dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristianto menyindir safari politik yang dilakukan bakal calon presiden (capres) dari Partai NasDem, Partai Demokrat dan PKS, yakni Anies Baswedan. 

Hasto mengatakan safari politik yang dilakukan Anies di beberapa kota di Jatim tak banyak diminati masyarakat. 

Dirinya memberi sampel masyarakat Surabaya yang sudah paham pihak yang membangun Kota Pahlawan adalah kader-kader dari PDIP. 

Hasto juga mengatakan gagasan-gagasan yang ditawarkan Anies sudah tidak relevan. Menurutnya, masyarakat Surabaya kini sudah bisa menilai gagasan mana yang lebih cocok dan masuk akal. 

Mendengar hal tersebut, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai NasDem Ahmad Ali membantah apa yang dikatakan Sekjen PDIP tersebut. Menurutnya, Hasto tak perlu mengomentari safari politik Anies. 

karena anies pdip nasdem ribut

Ali mengatakan masyarakat justru berbondong-bondong datang ke lokasi yang Anies datangi. Salah satunya masjid ketika Anies melaksanakan Salat Jumat. 

Anies juga mengunjungi sentra wisata kuliner, Jalan Tunjungan dan Kalimas, dan silaturahmi dengan ulama di Madura ketika lakukan safari di Jatim. 

Partai NasDem mengatakan jika memang safari politik Anies dinilai sepi peminat maka harusnya PDIP senang dan tak perlu mengomentari. Lebih lanjut, Partai Nasdem menilai respon Hasto tersebut mencerminkan bahwa PDIP panik dan takut dengan safari politik Anies. 

Lantas, pertanyaannya, jika memang dinilai sepi peminat, mengapa PDIP merasa perlu untuk mengomentari safari politik yang dilakukan Anies di Jatim? 

Takut Tapi Menggertak? 

Melalui tulisan karya Michael Laver berjudul How To Be Sophisticated, Lie, Cheat, Bluff and Win at Politics perilaku politik PDIP yang menyindir safari politik Anies dapat dimaknai sebagai teknik bluffing atau menggertak. 

Baca juga :  MK Tolak Semua Permohonan AMIN

Secara garis besar, strategi ini bertujuan untuk memancing respons dari lawan sehingga lawan bergerak. Jika upaya ini ingin berhasil, maka pihak yang melakukan bluffing sebaiknya tidak secara terang-terangan memperlihatkan niatnya pada lawan. 

Keberhasilan strategi political bluffing diukur dari munculnya pergerakan lawan yang buruk sehingga bisa menguntungkan pihak yang melakukan upaya bluffing

Bila dikaitkan dengan manuver politik PDIP yang menyoroti safari politik Anies yang sepi peminat di Jatim tampaknya bertujuan untuk memancing respon NasDem dan sebuah gertakan politik atau political bluffing agar Anies tidak mengusik salah satu basis suara PDIP di Pulau Jawa. 

nasdem pilih anies atau jokowi ed.

Daerah Jatim, khususnya Surabaya memang dikenal sebagai salah satu andalan perolehan suara bagi partai berlambang banteng selain Jawa Tengah (Jateng). Banyak kader PDIP yang sukses memimpin kota tersebut agaknya menjadi alasan tingkat elektoral PDIP di Surabaya dan sekitarnya cukup tinggi. 

Hasto tampaknya mencoba mengingatkan Anies dan Partai NasDem untuk tidak mengusik “kandang banteng” dengan melakukan safari politik. 

Hal ini yang kemudian diinterpretasikan oleh Partai NasDem sebagai bentuk kepanikan dan ketakutan PDIP terhadapa Anies jelang kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024 nanti. 

Kevin Rounding dan Jill A Jacobson dalam The Psychology of Bluffing menyebut menggertak atau bluffing sebagai bentuk umum dan konsekuensial dari perilaku kompetitif di antara individu maupun kelompok. 

Menggertak bisa menjadi keterampilan yang menguntungkan dalam lingkungan yang beragam dan sangat kompetitif, termasuk politik. Kata kunci dari bluffing atau menggertak sendiri adalah demi mencapai daya tawar tertinggi. 

Rounding dan Jacobson juga menjelaskan biasanya seiring waktu, posisi serta kondisi sebenarnya sosok bluffer atau penggertak akan terungkap, seperti dalam sebuah permainan poker. 

Selain itu, orang yang digertak selalu dapat melakukan call the bluff untuk menguak gerak-gerik maupun “kekuatan palsu” si penggertak. 

Dalam konteks Anies, Partai NasDem kiranya ingin menaikkan daya tawar atau bargaining position politik Anies di level tertinggi dengan tidak tunduk akan gertakan PDIP dan kemudian melakukan call the bluff. 

Baca juga :  Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Partai Nasdem seolah ingin menunjukkan kepanikan, ketakutan dan kekuatan palsu PDIP sebagai penggertak. 

Lalu, benarkah jika manuver politik Anies membuat PDIP merasa insecure jelang Pilpres 2024 nanti sebagaimana yang coba di-framming Partai NasDem? 

infografis pdip dan psi paling ditolak

PDIP Yang Insecure? 

PDIP tampaknya ingin benar-benar memastikan jika pengganti Joko Widodo (Jokowi) kelak dapat melanjutkan program yang sudah dijalankan sebelumnya, terutama kepentingan politik mereka. 

Dalam hal ini, PDIP kemungkinan memang terlihat insecure jika antitesis dari sosok Jokowi akan “laku keras” dalam Pilpres 2024 kelak. Jika ini terjadi, bukan tidak mungkin kepentingan politik mereka tidak akan terakomodir. 

Meskipun Ketua Umum (Ketum) Partai NasDem Surya Paloh menyatakan jika Anies akan tetap melanjutkan program-program Jokowi jika terpilih nantinya. 

Namun, tampaknya pernyataan itu tidak membuat PDIP puas. Mereka sepertinya masih was-was jika kepentingan politik mereka tetap tidak terakomodir andai Anies menang. Pun dengan pernyataan Paloh yang belum tentu terjamin. 

Secara teoretis, sikap PDIP tersebut agaknya dapat ditelaah dari perspektif filsafat pragmatisme, yakni pandangan mengenai indikator kebenaran apabila sesuatu memiliki manfaat bagi kehidupan nyata, sehingga dalam hal ini kebenaran bersifat relatif. Maka dari itu, aktor politik pragmatisme cenderung berpikir praktis, sempit, dan instan.  

Dalam konteks ini, PDIP dan Partai NasDem seakan terperangkap dalam security dilemma politik nasional. Saling curiga dan tuduh antar keduanya setelah penunjukkan Anies sebagai bakal capres dari Partai NasDem menggambarkan bagaimana hubungan kedua partai politik (parpol) tersebut sudah tidak seperti dahulu. 

PDIP dan Partai NasDem kiranya cenderung saling berpikir pragmatis menghadapi Pilpres 2024 nanti dengan mengamankan kepentingan politik mereka terlebih dahulu. 

Kendati demikian, penjelasan diatas masih sebatas interpretasi semata. Bagaimanapun, menarik melihat langkah PDIP  selanjutnya dalam menghadapi Pilpres nanti. 

Terlebih, PDIP masih belum mengumumkan siapa yang akan mereka usung dalam Pilpres 2024 kelak dan akan berhadapan dengan Anies Baswedan dan Partai NasDem. (S83) 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

More Stories

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

Anies “Alat” PKS Kuasai Jakarta?

Diusulkannya nama Anies Baswedan sebagai calon gubernur (cagub) DKI Jakarta oleh PKS memunculkan spekulasi jika calon presiden (capres) nomor urut satu ini hanya menjadi “alat” untuk PKS mendominasi Jakarta. Benarkah demikian?

Pemilu 2024, Netralitas Jokowi “Diusik” PBB? 

Dalam sidang Komite Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, anggota komite Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait lolosnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto. Lalu, apa yang bisa dimaknai dari hal itu?