HomeNalar PolitikHina Presiden di Medsos, Pegawai Telkom Ditangkap

Hina Presiden di Medsos, Pegawai Telkom Ditangkap

Dalam perkara ini, pihak kepolisian telah memeriksa beberapa saksi, di antaranya ahli bahasa dari Kantor Bahasa Indonesia serta akan meminta keterangan dari saksi ahli Cyber Crime Mabes Polri.


PinterPolitik.com

[dropcap size=big]H[/dropcap]ati-hati menulis status di facebook. Sepertinya hal itu bukan hanya menjadi nasehat tanpa maksud. Faktanya saat ini semakin banyak orang yang terkena dampaknya. Kabar terbaru datang dari Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) yang menangkap seorang pegawai kontrak PT Telkom Kendari berinisial NS (27). Ia diduga telah menghina Presiden dan Kapolri dalam postingannya di media sosial.

NS ditangkap di kediamannya di Jalan Anawai, Kelurahan Wuawua, Kota Kendari, Sultra pada Minggu 4 Juni 2017 sore. Penangkapan ini terkait dugaan penghinaan terhadap Kapolri Jenderal Tito Karnavian di akun Facebook miliknya. NS juga disebut sudah memposting status-status hinaan kepada Presiden dan Kapolri sejak tahun 2016 lalu.

Selain itu, dalam akun facebook-nya, NS banyak mengunggah hal-hal yang berbau provokatif, seperti penghinaan dan ujaran kebencian terhadap Presiden, Kapolri, dan salah satu partai politik.

Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Soenarto mengatakan, yang bersangkutan diamankan setelah tim patroli Cyber Ditreskrimsus Polda Sultra menemukan postingan dari akun Nursalam yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan antarindividu, suku, dan agama.

“Patroli Cyber Polda Sultra yang dipimpin Wakapolda mengamankan NS dari rumahnya dan menyita sebuah HP merk Samsung dan satu rangkap postingan dari akun pelaku dan passwordnya,” terang Soenarto di Polda Sultra, pada Senin 5 Juni 2017, seperti dikutip dari kompas.com.

Dalam perkara itu, pihak kepolisian telah memeriksa beberapa saksi, di antaranya ahli bahasa dari Kantor Bahasa Indonesia serta akan meminta keterangan dari saksi ahli Cyber Crime Mabes Polri. Soenarto menjelaskan, postingan itu dibuat tersangka sejak bergabung dalam grup di Facebook.

Baca juga :  Indonesia Akan Merapat ke AS di Era Prabowo?

“Awalnya dia gabung dalam akun grup Facebook tahun 2016 dan berkomunikasi dengan teman-temannya setelah melihat video dan memberi komentar sehingga menimbulkan kebencian terhadap beberapa instansi. Dia berkomunikasi antar-anggota group Muslimnet dan mengunduh video-video yang berisikan ujaran kebencian atas banyaknya kelemahan Polri dan pemerintah dalam menangani suatu permasalahan,” ungkap Soenarto.

Adapun postingan kebencian terhadap Kapolri mulai diunggah tersangka pada 21 Januari 2017. Tim Cyber Mabes Polri juga pernah memblokir akun facebook tersangka selama tiga hari dan dibuka kembali.

“Akunnya diblokir karena sering memposting ujaran kebencian dan menimbulkan permusuhan,” tutur Soenarto.

Akibat perbuatannya itu, tersangka dikenakan pasal 45 A ayat 2 jo pasal 28 ayat 2 atau pasal 48 ayat 3 jo pasal 27 ayat 3 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Pihak kepolisian juga mengimbau kepada masyarakat pengguna media sosial agar cakap menggunakan media sosial. Polisi meminta masyarakat untuk tidak sembarangan menyebarkan informasi yang tidak diketahui kebenarannya.

Media sosial memang menjadi sarana untuk mengungkapkan pendapat. Namun, belakangan seringkali terjadi persinggungan antara kebebasan berpendapat dengan penyebaran ujaran kebencian. Tidak heran media sosial pun semakin penuh dengan hujatan dan kebohongan. Masyarakat memang perlu bijak menggunakan media sosial jika tidak ingin terjerat kasus yang sama. Jadi bijak-bijaklah menulis di media sosial. (Berbagai Sumber/ S13)

 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Lolos “Seleksi Alam”, PKS-PKB Seteru Abadi?

Berkaca pada hasil Pileg 2024, PKB dan PKS agaknya akan menjadi dua entitas politik yang akan terlibat dalam persaingan ceruk suara pemilih Islam ke depan. Terlebih di saat PAN seakan telah melepaskan diri dari karakter Islam dan PPP harus “terdegradasi” dari kancah legislatif nasional.

Jokowi Makin Tak Terbendung?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan meminta jatah menteri dari pemerintahan Prabowo Subianto. Apakah Jokowi makin tak terbendung?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Prabowonomics: Jurus ‘Lompatan Katak’?

Program makan siang dan susu gratis ala Prabowo merupakan jenis school feeding program. Mungkinkah ini jadi kunci penting Prabowonomics?

More Stories

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Gemoy Effect: Prabowo Menang Karena TikTok Wave?

TikTok menjadi salah satu media kampanye paling populer bagi pasangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.