HomeRuang PublikSIN, Solusi Pencegahan Korupsi?

SIN, Solusi Pencegahan Korupsi?

Oleh Falis Aga Triatama, Praktisi Hukum di Winrow Veritas Law Firm

Masih tingginya angka kasus tindak pidana korupsi di Indonesia menjadi persoalan tersendiri dalam penindakan maupun pencegahan kejahatan luar biasa tersebut. Single Identity Number (SIN) yang merupakan konsep pencegahan tindak pidana korupsi ditengarai dapat dijadikan solusi guna penurunan angka tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia.


PinterPolitik.com

Pada tahun 2020, Transparency International Indonesia (TII) mengatakan bahwa Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia berada di peringkat 102 dari 180 negara yang dilibatkan dengan skor 37. Angka ini turun 3 poin dari sebelumnya 40 poin di tahun 2019.

Penurunan poin tersebut jelas merupakan kemunduran yang dialami oleh Indonesia dalam mewujudkan Indonesia Bersih Bebas dari Korupsi.

Korupsi itu sendiri berasal dari Bahasa Latin corruptio atau dalam bentuk kata kerja corrumperre yang memiliki makna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, atau menyogok yang dilakukan oleh pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri serta pihak lainnya dengan cara yang ilegal.

Sementara, menurut Black Law Dictionary, korupsi merupakan perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya.

Di sisi lain, tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luas biasa (extraordinary crime) dan merupakan tindak pidana khusus, sehingga diperlukan langkah-langkah khusus juga dalam pemberantasannya.

Menurut Donald R. Cressey dalam teorinya Fraud Triangle Theory, alasan terjadinya tindak pidana korupsi dapat dikarenakan adanya kecurangan yang disebabkan oleh tiga faktor, yakni pressure (tekanan), opportunity (peluang) dan rationalization (pembenaran).

Sementara itu, Jack Bologne dalam teori GONE melengkapi Fraud Triangle Theory dengan menyebutkan greed (keserakahan), opportunity (peluang), need (kebutuhan) dan exposes (hukuman yang rendah) sebagai faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana korupsi.

Terkait persoalan korupsi ini, ada pepatah yang mengatakan bahwa mencegah lebih baik dari pada mengobati. Pepatah tersebut sepertinya tepat digunakan dalam langkah pemberantasan korupsi di Indonesia. Hingga saat ini Indonesia dinilai terlalu berfokus dalam hal penindakan tindak pidana korupsi, dan tidak terlalu berfokus pada upaya pencegahan.

Lalu adakah alat atau sistem yang dapat diterapkan dalam upaya melakukan pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia?

SIN, Solusi Pencegahan Korupsi

Clinard dan Cressey dalam teorinya yang disebut trust violators atau embezzlers mengatakan bahwa masalah keuangan yang bersifat pribadi yang dihadapi oleh penggelap atau pelaku korupsi cenderung memiliki peluang serta penyelesaian secara diam-diam dengan cara memanfaatkan posisi dan kewenangannya dengan mengatakan bahwa para penggelap tersebut adalah orang yang dapat dipercaya dalam pengelolaan keuangan tersebut.

Baca juga :  Evolusi Komunikasi Politik Negara +62 Edisi 2024

Maka dari itu, sebuah sistem yang dapat mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan dinilai dapat menjadi solusi pencegahan dalam suatu kejahatan tindak pidana korupsi. Hal inilah yang membuat Single Identity Number (SIN) ditengarai dapat menjawab persoalan tersebut.

SIN merupakan identitas Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dimiliki oleh setiap individu yang memuat informasi pribadi, kepemilikan asset, data kepolisian, perbankan, pajak dan lain sebagainya. SIN bukan hanya sebatas pada nomor individu saja, melainkan identitas yang dapat mengakses ke identitas lainnya. Hal ini sama seperti Social Security Number (SSN) yang diterapkan di Amerika Serikat.

Menurut mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo, dalam konteks Pajak, SIN dapat diterapkan untuk mencegah terjadinya suatu kejahatan tindak pidana korupsi. Menurutnya, SIN dapat dijadikan  monitored self-assessment system.

Hal ini sesuai dengan yang telah diatur dalam Pasal 35A ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa:

  1. Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).

Menurutnya, dalam kasus tindak pidana korupsi, uang atau harta yang dimiliki oleh seseorang yang bersumber legal maupun illegal, selalu digunakan dalam tiga sektor, yakni konsumsi, investasi dan tabungan. Melalui ketiga sektor tersebut maka setiap orang pasti akan melakukan pelaporan wajib pajak setiap tahunnya.

Dengan kata lain, dengan diberlakukannya SIN, maka uang atau harta tersebut akan terekam dalam sistem perpajakan. Langkah selanjutnya adalah pihak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Kuangan dapat memetakan data dengan pemasukan uang atau harta yang sah maupun tidak sah – bahkan harta apa saja yang tidak dilaporkan – ke dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak.

Melalui sektor perpajakan, penggunaan SIN dapat menjadi langkah awal dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi agar dapat menjamah secara lebih luas di bidang lainnya, terutama sektor-sektor yang hingga saat ini masih menjadi “lahan basah” kejahatan tindak pidana korupsi.

Penerapan SIN oleh KPK

Berbicara soal korupsi, pastinya tidak akan pernah bisa lepas dari Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga anti rasuah yang didirikan pada tahun 2003 tersebut memiliki tujuan untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi serta menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi sebagaimana amanat reformasi 1998.

Baca juga :  Modus Cuci Uang via Artis?

Pembentukan KPK memiliki tugas dan peran melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, supervisi, penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, serta melakukan tindakan pencegahan dan melakukan pemantauan (monitoring) penyelenggaraan pemerintahan negara.

Sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi memiliki empat bidang, yakni:

  1. Deputi Bidang Pencegahan
  2. Deputi Bidang Penindakan
  3. Deputi Bidang Informasi dan Data
  4. Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat

Berdasarkan pemetaan yang dilakukan secara bersama antara Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri dan Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun 2012 lalu, tindak pidana korupsi di sektor perpajakan ternyata berada di urutan ketiga teratas. Hal tersebut membuktikan bahwa tingkat kejahatan tindak pidana korupsi di sektor perpajakan masih sangat tinggi.

Dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi, Deputi Bidang Pencegahan dapat menerapkan sistem SIN tidak hanya di sektor perpajakan saja, melainkan juga di sektor lainnya.

Untuk mewujudkan hal tersebut, KPK dapat melakukan koordinasi dengan instansi lain yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi di sektor perpajakan apabila ditemukan indikasi dugaan tindak pidana korupsi.

Selain itu, peningkatan peran justice collaborator dan whistle blower juga berguna untuk mengungkap kasus secara lebih mendalam.

Maka dari itu, penerapan SIN sebagai alat atau sistem pencegahan tindak pidana korupsi di sektor perpajakan merupakan langkah awal yang tepat untuk segera dilakukan oleh pemerintah agar tindak pidana korupsi dapat menurun dari jumlah yang ada saat ini.

Menarik untuk kita tunggu akan seperti apa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dan penegak hukum terkait persoalan ini.


Tulisan milik Falis Aga Triatama, Praktisi Hukum di Winrow Veritas Law Firm.


Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.

Banner Ruang Publik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Promo Buku
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Kelompok mafia tidak hanya ada di negara-negara Barat, di Asia, sebuah kelompok yang disebut Triad kerap disamakan dengan mafia-mafia ala Italia. Bagaimana sejarahnya?

Manuver Mardiono, PPP “Degradasi” Selamanya?

Kendati belakangan berusaha tetap membawa PPP eksis di kancah perpolitikan nasional dengan gestur merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, Muhamad Mardiono agaknya tetap akan cukup sulit membawa PPP bangkit jika tak membawa perubahan signifikan. Mengapa demikian?

Simpati, ‘Kartu’ Rahasia Prabowo?

Prabowo meminta relawan dan pendukungnya untuk tidak berdemo agar jaga perdamaian dan tensi politik. Apakah ini politik simpati ala Prabowo?

Sembako Siap Melambung Akibat Iran? 

erang Iran-Israel diprediksi akan berdampak besar pada ekonomi Indonesia. Mengapa demikian? 

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Ini Rahasia Jokowi Kalahkan Megawati?

Kendati diprediksi melemah pasca kepresidenan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai memiliki kunci rahasia agar tetap bisa memiliki pengaruh dalam politik dan pemerintahan. Bahkan, Jokowi agaknya mampu untuk melampaui kekuatan dan pengaruh Megawati Soekarnoputri. Mengapa demikian?

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.

More Stories

Evolusi Komunikasi Politik Negara +62 Edisi 2024

Oleh: Kiki Esa Perdana PinterPolitik.com Saat kecil, penulis beberapa kali datang ke lapangan, sengaja untuk melihat kampanye partai politik, bukan ingin mendengar visi misi atau program...

Partai vs Kandidat, Mana Terpenting Dalam Pilpres 2024?

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tampak cukup bersaing dengan tiga purnawirawan jenderal sebagai kandidat penerus Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan (Menhan). Namun, di balik ingar bingar prediksi iitu, analisis proyeksi jabatan strategis seperti siapa Menhan RI berikutnya kiranya “sia-sia” belaka. Mengapa demikian?

Mencari Rente Melalui Parte: Kepentingan “Strongmen” dalam Politik

Oleh: Noki Dwi Nugroho PinterPolitik.com Berbicara mengenai "preman", yang terbersit di benark sebagian besar orang mungkin adalah seseorang dengan badan besar yang erat dengan dunia kriminalitas....