HomeRuang PublikKisah Sukses Australia Tangani Covid-19

Kisah Sukses Australia Tangani Covid-19

Oleh Nabila Humaira Yasmin Darmawan

Australia menjadi salah satu negara yang dianggap sukses dan efektif dalam menekan tingkat penularan Covid-19 di negaranya. Ada apa di balik kisah sukses negara kanguru ini?


PinterPolitik.com

Pandemi Covid-19 menjadi sebuah tantangan bagi berbagai sistem pemerintahan di seluruh dunia. Koordinasi dan kerja sama sinergis antar-stakeholder di pemerintahan menjadi salah satu kunci yang menentukan kesuksesan dalam penanganan virus dan menekan angka infeksi dan kematian serta meningkatkan angka kesembuhan. Berbagai kebijakan pemerintah terkait kesehatan publik, pendidikan, ekonomi, dan keamanan ditetapkan dan dilaksanakan untuk mengatasi masalah kompleks dan multidimensi dari pandemi.

Meskipun begitu, tentu tingkat keparahan angka infeksi Covid-19 berbeda-beda di setiap daerah di suatu negara, dan hal tersebut menjadi tantangan sendiri ketika pemerintah pusat menetapkan sebuah kebijakan yang belum tentu sesuai dengan kondisi di daerah.

Hal tersebut merupakan tantangan yang dihadapi oleh Australia. Secara global, Australia cenderung memiliki performa yang baik dalam menangani penyebaran Covid-19.

Berdasarkan data dari Johns Hopkins University (2020), kasus kumulatif Covid-19 di Australia hingga 14 November 2020 ini mencapai 27.682 kasus. Namun, pada masa-masa awal pandemi, Australia terbelah menjadi pendukung pendekatan “slowing the spread” yang lebih moderat dalam kebijakan penanganan Covid-nya, serta pendukung pendekatan “stopping the spread” yang lebih ekstrem dalam bentuk lockdown negara bagian.

Ketika kita mendiskusikan tentang perbedaan pendekatan yang diambil oleh negara-negara bagian dan Persemakmuran dalam menangani pandemi di Australia, pertanyaan-pertanyaan seperti “Seberapa besar otonomi yang dapat dimiliki oleh negara bagian?” atau “Bagaimana hubungan negara federal dan negara bagian dalam federalisme dapat mendorong atau menghambat penyelesaian perdebatan kebijakan?” menjadi menarik untuk ditelusuri.

Di Australia, pandemi memunculkan sebuah fenomena di mana politisi lintas partai dan ideologi, seperti Premier NSW (New South Wales) Gladys Berejiklian dari Partai Liberal dan Premier Daniel Andrews dari Partai Buruh, mengambil kebijakan yang keras dalam bentuk lockdown di negara bagian masing-masing. Lantas, perdebatan yang muncul bukanlah tentang perbedaan kebijakan yang dikeluarkan oleh satu partai dan partai lainnya, melainkan perdebatan dalam pendekatan yang diambil oleh negara bagian yang lebih ekstrem dengan pendekatan ala federal yang lebih gradual.

Bagi Perdana Menteri Scott Morrison, kebijakan terkait Covid-19 haruslah bersifat seimbang dalam menangani bukan hanya krisis kesehatan, namun juga krisis ekonomi. Oleh karena itu, tidak mengherankan ketika Morrison menolak kebijakan lockdown penuh yang ditetapkan secara unilateral oleh negara-negara bagian yang menurutnya dapat menghambat orang-orang untuk bekerja.

Dalam Bush Regional Summit pada 28 Agustus lalu, Morrison menyampaikan kekecewaannya terhadap pemerintah negara bagian dan berkata bahwa Australia, sebagai negara federal, tidaklah dibentuk untuk memiliki batas-batas (borders) internal, dan krisis multidimensi akibat pandemi ini tidak lantas membuat Australia harus memilih jalur provinsialisme dalam menyelesaikan masalahnya.

Federalisme telah diadopsi dalam konstitusi Australia sejak 1 Januari 1901 ketika koloni-koloni yang dikenal sebagai “original states” yaitu NSW, Queensland, Australia Selatan, Tasmania, Victoria, dan Australia Barat berfederasi membentuk Commonwealth of Australia. Prinsip federalisme adalah memberikan kedaulatan yang non-sentralistis antara dua tingkat pemerintahan yang masing-masing memiliki otoritas dan bersifat self-governing dalam beberapa area isu. Umumnya, pemerintah federal berwenang dalam menentukan kebijakan di bidang luar negeri dan pertahanan, sedangkan “sisanya” menjadi kewenangan pemerintah negara bagian.

Menurut Alan Fenna (2007:298), Australia merupakan negara federal yang paling sentralistis. Hal tersebut terlihat dari tingginya sentralisasi dan interpretasi yang luas dalam beberapa enumerated powers yang dimiliki Persemakmuran (federal) serta posisi finansial Persemakmuran yang begitu dominan. Penyebab utama federalisme yang begitu sentralistis ini adalah keputusan Mahkamah Tinggi (High Court) pada tahun 1920 yang kemudian melahirkan federalisme yang lebih “kooperatif” daripada federalisme “koordinatif.” Selain itu, federalisme yang sentralistis juga tidak dapat dipisahkan dari dinamika sejarah yang melahirkan tuntutan dan kebutuhan baru.

Hasilnya, federalisme kooperatif Australia melahirkan Australian Loan Council yang mengatasi kompetisi pasar utang antarpemerintah, koordinasi ekonomi dan kebijakan anggaran selama masa The Great Depression, serta pembentukan badan konsultatif bersama dalam bentuk majelis kementerian.

Perdebatan antara Persemakmuran dengan negara-negara bagian dalam pendekatan dan kebijakan penanganan Covid-19 di Australia merupakan perdebatan yang terbukti produktif dalam menekan angka kasus infeksi. Dalam federalisme Australia, pemerintah negara bagian memang memiliki kewenangan dalam menetapkan kebijakan kesehatan publik. Namun, Covid-19 juga merupakan krisis ekonomi, yang mana di dalam sistem Australia, kewenangannya cenderung lebih dominan berada di tangan pemerintah federal.

Meski begitu, perdebatan ini dapat dipertemukan jalan tengahnya melalui hubungan federal-negara bagian dalam sebuah forum intra-pemerintah, yakni Council of Australian Governments. Melalui “Kabinet Nasional” ini, kepentingan federal dan negara bagian dapat dipertemukan, di mana beberapa negara federal dapat melaksanakan lockdown, namun kebijakan-kebijakan ekonomi seperti pembiayaan fasilitas kesehatan serta insentif bagi perusahaan dan pekerja diatur oleh pemerintah.

Keunikan, kecepatan, dan jangkauan dari pandemi beserta dampaknya merupakan sebuah tantangan yang sama sekali baru bagi seluruh pemerintahan di dunia, termasuk Australia. Meskipun begitu, Australia menjadi satu dari beberapa negara yang berhasil membuktikan efektivitasnya dalam beradaptasi dengan pandemi dan menekan angka kasus infeksi.

Perdebatan antara pendekatan yang diambil oleh negara federal di bidang ekonomi dan negara bagian di bidang kesehatan publik pada akhirnya menghasilkan outcome yang produktif, dan tidak lama lagi, Australia sudah siap untuk membuka kembali perbatasan-perbatasan dalam dan luar negerinya.

Sinergi antar-stakeholder pemerintah dalam kerangka federalisme ala Australia ini memang merupakan sesuatu yang unik dan khas milik negara tersebut, namun negara-negara lain tentu dapat mengambil pelajaran dari penyesuaian dan adaptasi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang mempercepat penyembuhan masyarakat dari Covid-19.


Tulisan milik Nabila Humaira Yasmin Darmawan, mahasiswa program sarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia.


Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Banner Ruang Publik
spot_imgspot_img

#Trending Article

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Lolos “Seleksi Alam”, PKS-PKB Seteru Abadi?

Berkaca pada hasil Pileg 2024, PKB dan PKS agaknya akan menjadi dua entitas politik yang akan terlibat dalam persaingan ceruk suara pemilih Islam ke depan. Terlebih di saat PAN seakan telah melepaskan diri dari karakter Islam dan PPP harus “terdegradasi” dari kancah legislatif nasional.

Jokowi Makin Tak Terbendung?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan meminta jatah menteri dari pemerintahan Prabowo Subianto. Apakah Jokowi makin tak terbendung?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Prabowonomics: Jurus ‘Lompatan Katak’?

Program makan siang dan susu gratis ala Prabowo merupakan jenis school feeding program. Mungkinkah ini jadi kunci penting Prabowonomics?

More Stories

Partai vs Kandidat, Mana Terpenting Dalam Pilpres 2024?

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tampak cukup bersaing dengan tiga purnawirawan jenderal sebagai kandidat penerus Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan (Menhan). Namun, di balik ingar bingar prediksi iitu, analisis proyeksi jabatan strategis seperti siapa Menhan RI berikutnya kiranya “sia-sia” belaka. Mengapa demikian?

Mencari Rente Melalui Parte: Kepentingan “Strongmen” dalam Politik

Oleh: Noki Dwi Nugroho PinterPolitik.com Berbicara mengenai "preman", yang terbersit di benark sebagian besar orang mungkin adalah seseorang dengan badan besar yang erat dengan dunia kriminalitas....

Adu Wacana Digital di Pilpres 2024: Kemana Hak-Hak Digital?

Oleh: M. Hafizh Nabiyyin PinterPolitik.com Hilirisasi digital. Ramai-ramai orang mengetikkan istilah tersebut di mesin pencari pasca debat calon wakil presiden (cawapres) yang dihelat 22 Desember 2023...