HomeNalar PolitikTransparansi Anggaran Pertahanan: Prabowo Vs DPR

Transparansi Anggaran Pertahanan: Prabowo Vs DPR

Terjadi perdebatan dalam rapat kerja perdana Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Kementerian Pertahanan (Kemhan) ketika Prabowo menolak permintaan beberapa anggota dewan untuk membahas anggaran pertahanan dalam rapat terbuka dengan alasan kerahasiaan keamanan negara. Perdebatan ini sebenarnya bukan hal yang baru. Perdebatan yang sama juga terjadi di negara lain termasuk di Amerika Serikat (AS) yang anggaran pertahanannya 87 kali lipat lebih besar dari Indonesia. Lalu, apakah sebenarnya anggaran pertahanan boleh dibuka secara publik?


PinterPolitik.com 

Perdebatan ini berawal ketika beberapa anggota Komisi I, khususnya yang berasal dari fraksi PDIP, meminta agar Prabowo memaparkan penggunaan anggaran pertahanan secara umum.

Menurut mereka anggaran pertahanan yang sifatnya masih umum seharusnya bisa dibahas secara terbuka sedangkan pembahasan untuk pos-pos anggaran yang lebih rinci ataupun menyangkut rahasia negara bisa dilakukan secara tertutup.

Namun permintaan ini ditolak oleh Prabowo dengan alasan bahwa anggaran pertahanan berkaitan dengan kemampuan dan kesiapan pertahanan yang merupakan rahasia negara.

Selain itu Prabowo juga mengatakan bahwa kerahasiaan dalam pembahasan anggaran pertahanan diperlukan salah satunya untuk mempersulit pihak non-indonesia untuk terlalu mengerti dan memahami kondisi pertahanan Indonesia.

Rapat yang tadinya bersifat terbuka itupun pada akhirnya diubah menjadi rapat tertutup dimana Prabowo baru kemudian memaparkan anggaran pertahanan.

Transparansi Vs Rahasia Negara

Menurut Sam Perlo-Freeman, peneliti dari Stockholm International Peace Research (SIPRI), manajemen keuangan yang baik menjadi kunci dalam efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran pertahanan di suatu negara.

Hal ini disebabkan karena hanya melalui transparasilah pemerintah maupun masyarakat dapat mengkontrol dan mengawasi militer misalnya untuk memastikan bahwa persenjataan yang dibeli sesuai dengan kebutuhan pertahanan.

Dalam tulisannya, Freeman juga melihat bahwa alasan sensitivitas dan rahasia negara sering digunakan untuk menutupi proses penggunaan anggaran yang pada akhirnya seolah menjadi legitimasi kurangnya transparansi.

Permasalahan transparansi inilah yang kemudian menurut Freeman menjadi penyebab mengapa di banyak negara sektor pertahanan cenderung menjadi salah satu sektor yang paling rawan akan korupsi khususnya dalam hal pembelian senjata.

Menurut indeks anti-korupsi yang dikeluarkan oleh Transparency International (TI) pada tahun 2015, secara umum Pemerintah Indonesia mendapat kategori risiko “Band D” yang berarti memiliki risiko tinggi akan praktik Korupsi.

Dalam indeks tersebut dijabarkan bahwa anggaran pertahanan menjadi salah satu sektor yang paling rawan akan praktik korupsi di Indonesia.

Dalam pemilihan presiden (Pilpres) kemarin permasalahan transparansi anggaran pertahanan juga pernah diangkat oleh peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Diandra Mengko.

Ia mempertanyakan komitmen Jokowi maupun Prabowo yang dalam debat Pilpres tidak membahas permasalahan transparansi dan akuntabilitas yang selama ini menghantui anggaran pertahanan Indonesia.

Sayangnya dalam beberapa kesempatan apa yang dikhawatirkan beberapa ahli diatas sudah terbukti terjadi.

Ambil contoh pada tahun 2015 ketika Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta menjatuhkan vonis penjara seumur hidup terhadap Brigjen Teddy Hernayadi yang sepanjang 2010-2014 terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan alutsista sebesar Rp 174 miliar.

Kemudian pada tahun 2017 empat perwira TNI terlibat dalam korupsi pengadaan Helikopter AW-101 milik TNI AU yang merugikan negara sebesar Rp 224 miliar.

Masih di tahun yang sama, ada tiga pejabat PT PAL yang terbukti menerima suap sebesar Rp 14,4 miliar pada proses pengadaan kapal perang untuk pemerintah Filipina.

Tidak hanya di Indonesia, perdebatan transparansi vs rahasia negara juga terjadi di negara lain.

Anggaran pertahanan AS misalnya yang terkenal akan ‘black budget’-nya yang pada tahun ini berjumlah Rp 302 triliun.

Black budget atau anggaran hitam merupakan suatu anggaran yang rincian penggunaannya tidak dibuka kepada publik dengan alasan keamanan.

Anggaran yang riahasiakan ini biasanya berkaitan dengan biaya pembelian senjata, operasi, dan intelijen pasukan AS diseluruh dunia.

Dalam praktiknya, rincian anggaran hitam ini hanya bisa dilihat dan diawasi secara terbatas oleh pejabat-pejabat tinggi pemerintah maupun anggota-anggota kongres tertentu.

Meskipun memiliki dasar hukum dan tetap adanya mekanisme pengawasan, anggaran hitam tetap menjadi perdebatan antara kelompok pro-transparansi dengan kelompok pro-keamanan.

Sedikit catatan bahwa Departemen Pertahanan AS tiap tahunnya mempublikasikan rincian penggunaan anggaran pertahanan yang, telepas dari perdebatan yang ada, jauh lebih rinci dari apa yang selama ini dilakukan pemerintah Indonesia.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagian anggaran pertahanan mana saja yang seharusnya bisa atau bahkan harus dibuka ke publik?

Rahasia Yang Bukan Rahasia?

Menurut peneliti SIPRI lainnya yaitu Pieter D. Wezeman dan Siemon T. Wezeman, banyak negara mengalami ‘ilusi kerahasiaan’ ketika melakukan justifikasi terhadap kerahasiaan anggaran pertahananya.

Keduanya melihat bahwa pada praktiknya adalah suatu hal yang mustahil bagi suatu negara untuk benar-benar merahasiakan secara total penggunaan anggaran pertahanannya.

Hal ini dikarenakan tersedianya data-data open source alias terbuka terkait anggaran pertahanan yang dapat diakses oleh publik.

Contoh data open source yang dimaksud keduanya adalah pernyataan pejabat Kemhan atau militer seputar pembelian alutsista yang dimuat di berbagai media massa.

Beberapa produsen senjata ataupun pemerintahan negara yang membuat press release ketika ia mendapatkan kontrak pengadaan dari suatu negara.

Perusahaan asal AS Raytheon misalnya yang mempublikasikan kontrak-kontrak pengadaannya dengan Indonesia.

Kemudian ada Departemen Pertahanan AS yang hampir tiap hari membuat press release ketika ada negara asing yang membeli persenjataan darinya, termasuk Indonesia.

Tidak berhenti di situ, ada beberapa lembaga non-pemerintah seperti SIPRI dan International Institute for Strategic Studies (IISS) tiap tahunnya mampu mengumpulkan dan mempublikasikan data anggaran pertahanan serta pembelian senjata global.

Data yang disajikan pun cukup rinci mulai dari harga, jumlah, negara asal dan negara tujuan, hingga waktu pengiriman serta tujuan pembelian yang semuanya bisa diakses secara online.

Pandangan bahwa tidak semua hal dalam anggaran pertahanan harus dirahasiakan juga datang dari Ketua KPK Agus Rahardjo.

Ia mencontohkan bagaimana beberapa pihak-pihak luar seperti Janes military Report dan Military Balance, yang dikeluarkan oleh IISS, mempublikasikan pembelian persenjataan Indonesia.

Oleh sebab itu menurut Agus pertahanan yang perlu dirahasiakan hanyalah anggaran yang berkaitan dengan pengembangan alutsista mandiri alias dalam negeri serta anggaran penggelaran atau pengerahan alutsista.

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Imparsial Al Araf yang melihat bahwa jika bahasannya masih bersifat umum, Prabowo seharusnya mau memaparkannya dalam rapat terbuka.

Kalaupun ada pos anggaran yang bersifat rahasia, pembahasan bisa dilakukan secara tertutup.

Al Araf juga menekankan bahwa publik memiliki kepentingan untuk mengetahui berapa jumlah dan alokasi anggaran pertahanan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Misbah Hasan, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran.

Menurutnya oleh Komisi Informasi Pusat, sebagian besar anggaran Kemhan dimasukkan dalam daftar informasi yang dikecualiakan yang bisa diuji atau diperdebatkan agar dibuka ke publik.

Padahal menurut Misbah seharusnya masyarakat bisa mengakses rincian anggaran program atau kegiatan Kemhan yang bersifat umum.

Pada akhirnya harus diakui bahwa tidak semua rincian anggaran pertahanan dapat dibuka kepada publik.

Ada beberapa pos anggaran yang memang berkaitan langsung dengan operasi ataupun kesiapan pertahanan negara yang terlalu sensitif untuk diketahui publik.

Namun di sisi lain Prabowo memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan anggaran kementeriannya melalui transparansi dan pembukaan akses kepada publik, setidaknya untuk hal-hal yang tidak dikenakan label ‘rahasia negara’.

Untuk meningkatkan transparansi yang selama ini dinilai banyak pihak masih rendah, ada baiknya jika pemerintah bersama DPR menggariskan secara jelas bagian anggaran pertahanan mana yang harus dirahasiakan dan bagian mana yang wajib diketahui publik. (F51)

Mau tulisanmu terbit di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Baca juga :  Makin Dekat Rekonsiliasi Prabowo-Mega?
spot_imgspot_img

#Trending Article

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Kelompok mafia tidak hanya ada di negara-negara Barat, di Asia, sebuah kelompok yang disebut Triad kerap disamakan dengan mafia-mafia ala Italia. Bagaimana sejarahnya?

Manuver Mardiono, PPP “Degradasi” Selamanya?

Kendati belakangan berusaha tetap membawa PPP eksis di kancah perpolitikan nasional dengan gestur merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, Muhamad Mardiono agaknya tetap akan cukup sulit membawa PPP bangkit jika tak membawa perubahan signifikan. Mengapa demikian?

Simpati, ‘Kartu’ Rahasia Prabowo?

Prabowo meminta relawan dan pendukungnya untuk tidak berdemo agar jaga perdamaian dan tensi politik. Apakah ini politik simpati ala Prabowo?

Sembako Siap Melambung Akibat Iran? 

erang Iran-Israel diprediksi akan berdampak besar pada ekonomi Indonesia. Mengapa demikian? 

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Ini Rahasia Jokowi Kalahkan Megawati?

Kendati diprediksi melemah pasca kepresidenan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai memiliki kunci rahasia agar tetap bisa memiliki pengaruh dalam politik dan pemerintahan. Bahkan, Jokowi agaknya mampu untuk melampaui kekuatan dan pengaruh Megawati Soekarnoputri. Mengapa demikian?

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.

More Stories

Amerika, Kiblat Prabowo Untuk Pertahanan?

Komponen Cadangan (Komcad) menjadi salah satu program yang akan dikerjakan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Hal yang menarik adalah dalam menjalankan program tersebut,...

Digdaya Ekonomi Islam Melalui Ma’ruf

Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin mengatakan bahwa dirinya akan mendorong perkembangan ekonomi Islam di Indonesia, mulai dari sektor industri produk halal hingga perbankan syariah....

Menimbang Dana Otonomi Khusus Aceh

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh meminta agar dana otonomi khusus dari pemerintah pusat yang seharusnya berakhir pada tahun 2027 dibuat menjadi permanen. Di satu sisi,...