HomeNalar PolitikPolitik Snouck Hurgronje ala Jokowi

Politik Snouck Hurgronje ala Jokowi

Ada indikasi Jokowi menggunakan taktik Snouck Hurgronje dalam menguasai wilayah Banten. Hal itu dikarenakan, Jokowi kerap mengenakan simbol-simbol Islam dan adat ketika berkunjung ke daerah tersebut.


PinterPolitik.com

[dropcap]P[/dropcap]emilihan Presiden 2019 akan segera digelar. Baik Jokowi maupun Prabowo kini semakin memantapkan strategi masing-masing untuk meraih kemenangan. Mendekati masa-masa pemilihan tersebut, tentu saja Pulau Jawa akan menjadi sorotan berbagai pihak mengingat menguasai pulau terpadat di Indonesia ini adalah kunci untuk menentukan hasil Pilpres tahun depan.

Belum lama ini, Jokowi baru saja melakukan kunjungan ke Banten. Calon presiden (capres) nomor urut 01 itu berkunjung ke situs Kesultanan Banten Lama yang saat ini sedang berada dalam tahap revitalisasi. Banten sendiri memiliki kaitan langsung dengan cawapres Jokowi, Ma’ruf Amin. Nama terakhir adalah pemuka agama yang berasal dari provinsi tersebut.

Sementara itu, tentu saja Banten mengingatkan kita pada Pilpres 2014 karena provinsi itu menjadi salah satu daerah di mana Jokowi kalah dari Prabowo. Sang jenderal meraih suara hingga 57,10 persen, sedangkan Jokowi hanya meraih 42,90 persen.

Di Pilpres kali ini, belum ada tanda-tanda suara Banten akan berpihak kepada Jokowi. Apalagi menurut hasil survei dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, PDIP sebagai partai utama pengusung presiden belum bisa menandingi Partai Gerindra di wilayah tersebut. Hal itu tentu saja menjadi penanda bahwa Banten merupakan “benteng terakhir” Prabowo di pulau Jawa – selain Jakarta tentunya.

Banten merupakan “benteng terakhir” Prabowo di pulau Jawa Click To Tweet

Maka, bukan tidak mungkin kunjungan Jokowi ke provinsi paling barat pulau Jawa itu menjadi penanda bahwa sang presiden sudah mulai melakukan manuver politik untuk menguasai wilayah tersebut. Jokowi sendiri pernah mengatakan menargetkan 70 persen suara di Banten pada Pilpres 2019.

Terlepas dari faktor elektoral tersebut, nyatanya beberapa kalangan menilai terdapat indikasi bahwa kunjungan Jokowi ke provinsi tersebut mirip dengan taktik yang digunakan Snouck Hurgronje – seorang pria kebangsaan Belanda – yang membantu kaum kolonial menguasai Aceh di zaman sebelum kemerdekaan. Lantas, apakah yang dimaksud dengan taktik ala Snouck Hurgronje tersebut?

Aceh dan Taktik Snouck Hurgronje

Dalam sejarah, Aceh dikenal sebagai daerah yang paling sulit ditaklukkan oleh Belanda. Disebutkan bahwa Belanda berkali-kali mengalami kekalahan dalam Perang Aceh. Maka, untuk mengatasi hal tersebut, Belanda pun mengutus seorang orientalis – orang yang mempelajari budaya ketimuran – bernama Snouck Hurgronje untuk mencari titik kelamahan orang-orang dari tanah rencong tersebut.

Snouck Hurgronje adalah ilmuwan asal Belanda lulusan Universitas Leiden, Jurusan Teologi. Sebelum datang ke Hindia Belanda Snouck sudah lebih dulu mendapat pemahaman tentang Islam ketika tinggal di Mekkah, Arab Saudi. Dalam buku berjudul Islam di Hindia Belanda, Snouck mengatakan di Mekkah-lah pertama kalinya ia mendapatkan informasi mengenai orang-orang Aceh.

Baca juga :  Megawati dan Tumbangnya Trah Soekarno 

Politik Snouck Hurgronje ala Jokowi

Atas dasar itulah ketika sampai di Aceh, Snouck Hurgronje langsung diterima oleh kelompok-kelompok Islam. Di sana, ia menyamar dengan menggunakan simbol-simbol Islam, seperti mengganti nama menjadi Syekh Abdoel Ghafar, bercakap-cakap dalam bahasa Arab dan mengenakan pakaian serba muslim.

Dengan taktik semacam itu, ia berhasil membuat laporan pertama tentang Aceh berjudul Atjeh Verslag. Laporan itu kelak menjadi sebuah buku berjudul The Aceh (1906) di mana ia menjelaskan mengenai sisi antropologis dan sistem sosial masyarakat Aceh.

Snouck menjelaskan bahwa di Aceh, ulama dan Uleebalang (pemimpin lokal) memegang peranan dalam masyarakat setempat. Dalam laporan itu, Snouck juga menyebut bahwa para ulama-lah yang mengobarkan Perang Aceh dengan semangat jihad. Sementara itu, ia mengatakan Uleebalang bisa diajak menjadi calon sekutu Belanda karena kepentingan mereka adalah berniaga.

Snouck Hurgronje menyebut bahwa para ulama-lah yang mengobarkan Perang Aceh dengan semangat jihad Click To Tweet

Belanda sangat terkesan dengan laporan itu dan menjadikan hal itu sebagai dasar kebijakan politik dan militernya. Maka untuk menghancurkan semangat perjuangan Aceh, Belanda menempuh dua strategi, yaitu merangkul Uleebalang dan menaklukan ulama.

Disebutkan bahwa kelompok Uleebalang diberikan hak istimewa seperti kedudukan, pangkat, dan gaji yang besar. Sementara kaum ulama dikejar dan ditangkap untuk menghilangkan semangat jihad-nya. Hal ini menurut Snouck penting dilakukan karena ulama-lah yang menggelorakan semangat anti-kolonialisme di kalangan masyarakat.

Pada akhirnya, wilayah berjuluk Serambi Mekkah itu benar-benar bisa ditaklukkan oleh Belanda. Menurut Jajat Burhanuddin, seorang pakar sejarah dan kebudayaan Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, di titik itulah Snouck Hurgronje memulai karir sebagai dalang intelektual di balik kebijakan-kebijakan Belanda tentang Islam di nusantara.

Jokowi Tiru Snouck Hurgronje?

Dalam konteks tersebut, beberapa pihak menilai ada indikasi Jokowi menggunakan taktik Snouck Hurgronje dalam menguasai wilayah Banten. Hal itu dikarenakan, ia kerap mengenakan simbol-simbol Islam dan adat ketika berkunjung ke daerah tersebut. Sama seperti Aceh, Banten pun merupakan wilayah yang sangat kental dengan pengaruh Islam.

Pakar asal Universite de Marseille, Gabriel Facal dalam tulisan berjudul Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten menjelaskan bahwa Banten pada abad-19 terkenal sebagai wilayah Islam yang lebih kuat daripada wilayah lain di Jawa. Facal juga menjelaskan kelompok ahli seni bela diri (jawara) dan para pemimpin pesantren (ulama dan kiai) memainkan peran besar di tengah-tengah masyarakat Banten.

Saat ini, kelompok ulama dan para Jawara itu telah menjadi kelompok elite kultural di Banten dan memegang peranan politik di provinsi ujung barat pulau Jawa tersebut. Maka, muncul anggapan jika ingin menguasai wilayah Banten, kuncinya adalah harus merangkul kedua kelompok itu.

Baca juga :  AI Akan Bunuh Manusia, Ini Alasannya 

Mungkin itulah mengapa Dinasti Ratut Atut mampu menguasai Banten dengan waktu yang cukup lama karena elite politik itu berhasil merangkul ulama dan jawara untuk membangun fondasi kekuasaan di daerah tersebut. Lantas, bagaimana dengan Jokowi?

Beberapa hari lalu Jokowi dan Ma’ruf Amin baru saja mengunjungi Banten dengan mengenakan pakaian pendekar berwarna hitam. Di bagian dada pakaian tersebut tertulis “Pendekar Banten Indonesia”. Tentu saja aksi Jokowi-Ma’ruf Amin tersebut mengundang perhatian berbagai pihak. Mungkinkah hal itu adalah aksi simbolik pasangan nomor urut 01 untuk mengatakan bahwa mereka sangat dekat dengan kelompok jawara?

Tidak sekedar itu, dalam “menaklukkan” Banten, Jokowi pun berusaha merangkul dinasti Ratu Atut. Kerjasama itu mungkin bermakna sebagai simbiosis mutualisme, di mana dinasti Ratu Atut bisa membantu Jokowi dalam meraih suara di Banten, sedangkan Jokowi dapat membantu mereka dalam mengamankan bisnis-bisnis lokal keluarga.

Bukankah dalam konteks tersebut, manuver politik semacam ini mirip dengan taktik Snouck Hurgronje dalam merangkul kaum Uleebalang di Aceh?

Selain itu, Jokowi juga melakukan hal tidak terduga ketika datang ke Banten. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu lebih memilih datang ke situs Kesultanan Banten Lama dibandingkan berkunjung ke taman kota atau pusat keramaian lainnya.

Sekilas, mungkin hal itu nampak biasa saja. Namun, jika dilihat secara historis, situs tersebut merupakan simbol kebesaran Islam Banten di masa lalu. Dengan melakukan kunjungan tersebut, mungkinkah Jokowi ingin membentuk kesan bahwa ia sangat dekat dengan kelompok Islam di wilayah itu?

Jika benar, hal ini lagi-lagi mirip dengan apa yang dilakukan oleh Snouck ketika mendekati kelompok-kelompok Islam di Aceh. Titik perbedaan antara Snouck dan Jokowi mungkin hanya terletak pada penaklukkan mereka terhadap ulama.

Jika Snouck mengarahkan Belanda agar mengejar dan menangkap ulama, Jokowi justru sudah “menaklukkan” ulama dengan cara menggandeng pemuka agama asal Banten, Ma’ruf Amin sebagai cawapresnya. Melalui Ma’ruf Amin, hubungan antara Jokowi dengan ulama Banten pun akhirnya terbuka.

Pada titik ini bisa disimpulkan bahwa terdapat kemiripan taktik antara Jokowi dalam menguasai Banten, dengan Snouck Hurgronje dalam menguasai Aceh. Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah, apakah taktik ini akan efektif di Pilpres 2019?

Dengan berkaca pada perolehan suara di tahun 2014, bisa saja taktik ini akan menjadi efektif. Mengingat, sepertinya Jokowi harus berusaha lebih keras untuk menaklukkan wilayah-wilayah dengan basis pemilih Islam yang kuat.  Jika taktik ini berhasil, bukan tidak mungkin hal ini pun akan berguna bagi sang presiden untuk menaklukkan wilayah-wilayah lain yang serupa. Mungkinkah? Menarik untung ditunggu. (D38)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Lolos “Seleksi Alam”, PKS-PKB Seteru Abadi?

Berkaca pada hasil Pileg 2024, PKB dan PKS agaknya akan menjadi dua entitas politik yang akan terlibat dalam persaingan ceruk suara pemilih Islam ke depan. Terlebih di saat PAN seakan telah melepaskan diri dari karakter Islam dan PPP harus “terdegradasi” dari kancah legislatif nasional.

Jokowi Makin Tak Terbendung?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan meminta jatah menteri dari pemerintahan Prabowo Subianto. Apakah Jokowi makin tak terbendung?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Prabowonomics: Jurus ‘Lompatan Katak’?

Program makan siang dan susu gratis ala Prabowo merupakan jenis school feeding program. Mungkinkah ini jadi kunci penting Prabowonomics?

More Stories

Rangkul Pemuda Pancasila, Jokowi Orbais?

Pemuda Pancasila adalah organisasi warisan Orde Baru (Orbais). Apakah kelompok ini akan dirangkul oleh Jokowi di Pilpres 2019? PinterPolitik.com Istana kedatangan tamu. Kediaman presiden itu kini...

Tampang Boyolali, Prabowo Sindir Jokowi?

Kata-kata “tampang Boyolali” ala Prabowo terindikasi memiliki kaitan dengan latarbelakang Jokowi sebagai presiden keturunan Boyolali. PinterPolitik.com Akhir-akhir ini, Prabowo Subianto menjadi sorotan. Yang terbaru, kata-kata Prabowo...

Aktivis 1998, Ironi Pilpres 2019

“Ketika seorang aktivis menjadi politisi, mereka harus berkompromi untuk mendapatkan hasil tertentu.” – Bob Kerey PinterPolitik.com Pada tahun 1998 ribuan mahasiswa berhasil menduduki gedung DPR/MPR dan...