HomeNalar PolitikDeddy Tepat Libas Ramalan Mbak You?

Deddy Tepat Libas Ramalan Mbak You?

Beberapa waktu yang lalu Mbak You mengeluarkan ramalan bahwa akan terjadi pergantian presiden di tahun 2021. Menariknya, sosok terkenal seperti Rizal Ramli, Benny K. Harman, dan Deddy Corbuzier turut memberikan komentar. Tepatkah respons pihak-pihak tersebut terhadap ramalan Mbak You?


PinterPolitik.com

“Penjarahan akan terjadi pada tahun 2021, ada politik memanas dan ada bahasa yang mungkin secara politik pergantian presiden, udah ada tanda-tanda dari daerah ke atas sudah memanas,” begitu bunyi ramalan Euis Juwariyah Johana alias Mbak You beberapa waktu yang lalu.

Sebelum mengeluarkan ramalan tersebut, Mbak You sebelumnya juga mendapatkan atensi luas karena dinilai berhasil meramalkan kejatuhan pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Tepatnya pada 21 November 2020, Mbak You meramalkan akan ada insiden kecelakaan pesawat yang memiliki lambang warna merah.

Tidak seperti ramalan insiden pesawat, ramalannya terkait pergantian presiden di tahun 2021 membuat dirinya terancam mendekam di balik jeruji besi. Dan, mudah ditebak, Mbak You kemudian meralat ramalannya dengan menyebutkan pergantian akan terjadi di 2024.

Yang menarik adalah, sosok-sosok besar seperti begawan ekonomi Rizal Ramli (RR) dan politisi Partai Demokrat Benny Kabur Harman justru terlihat memberikan afirmasi terhadap ramalan Mbak You.

Dengan mengutip nasihat Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bahwa ada hal-hal di luar rasionalitas, mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini menyebut indikasi riil ramalan tersebut memang ada. Sebelumnya, RR memang terlah berulang kali menyebut kejatuhan yang menimpa Soeharto dapat saja menimpa Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sedangkan Benny Harman, ia mengaku terkejut dengan upaya pelaporan Mbak You, anggota Komisi III DPR ini menyebut ramalan adalah vitamin penting untuk kemajuan suatu peradaban. Bahkan ramalan dapat menjadi pupuk utama agar demokrasi bisa tumbuh dan berkembang.

Berbeda dengan RR dan Benny yang mendukung, pembawa acara Deddy Corbuzier justru memberikan komentar pedas. Tegasnya, ramalan tersebut adalah kebohongan dan merupakan suatu provokasi. Alasan Deddy kuat, baik menggunakan argumentasi agama dan menggunakan argumentasi ilmiah menggunakan teori psikologi.

Apa yang dapat kita maknai dari fenomena ramalan Mbak You ini?

Kita Suka Masa Depan

David Ropeik dalam tulisannya Why Do We Keep Predicting The Future If We Are So Often WRONG? mengajukan pertanyaan penting, mengapa orang-orang ingin mengetahui masa depan? Merujuk pada studi psikologi mengenai persepsi risiko, Ropeik menyebut manusia begitu takut pada ketidakpastian (uncertainty). Artinya apa? manusia akan tenang jika merasa memiliki kontrol.

Baca juga :  PKB, Cak Imin Sukses “Bersihkan” Trah Gus Dur?

Stephen J. Dubner dan Steven Levitt dalam bukunya Freakonomics: A Rogue Economist Explores the Hidden Side of Everything menjelaskan variabel kontrol tersebut sebagai alasan mengapa masyarakat mempersepsikan kecelakaan pesawat jauh lebih menakutkan daripada kecelakaan mobil.

Mengutip “prinsip kontrol” dari Peter Sandman, Dubner dan Levitt menyebut ketika menyetir mobil, kita merasa memiliki kontrol terhadap mobil yang sedang dikendarai sehingga merasa dapat menjaga keamanan diri sendiri. Ini berbeda dengan menaiki pesawat, di mana seseorang merasa tidak memiliki kontrol yang kemudian menilai keselamatannya bergantung pada faktor eksternal yang tak terhitung banyaknya, seperti cuaca.

Baca Juga: Tragedi Sriwijaya Air, Menhub Budi Terancam?

Kembali pada Ropeik, alasan manusia kerap mencoba meramalkan apa yang akan terjadi jauh di masa depan adalah untuk memberi perasaan nasib dapat dikendalikan. Hal itu mengacu pada logika bahwa bertambahnya pengetahuan kita berbanding lurus atas kemampuan untuk melindungi diri.

Akan tetapi, seperti yang disinggung oleh Deddy Corbuzier, ramalan mudah disebut sebagai kebohongan karena penuh dengan bias kognitif. Bias yang paling umum terjadi dalam kasus ramalan adalah confirmation bias dan availability bias.

Rolf Dobelli dalam bukunya The Art of Thinking Clearly menyebut confirmation bias adalah induk dari segala miskonsepsi. Confirmation bias adalah bias yang membuat seseorang memiliki kecenderungan untuk menafsirkan informasi baru agar cocok dengan teori, kepercayaan (beliefs), dan keyakinan (convictions) yang telah dimiliki.

Confirmation bias ini yang tampaknya terjadi pada Rizal Ramli. Pasalnya, RR yang sebelumnya telah berulang kali menyebut kejatuhan Soeharto dapat terjadi pada Presiden Jokowi kemungkinan besar membuatnya mencocokkan informasi dari ramalan Mbak You dengan keyakinannya tersebut.

Sementara availability bias adalah bias kognitif yang membuat seseorang memiliki kecenderungan untuk menggambarkan realitas berdasarkan contoh atau gambaran yang paling mudah kita ingat. Pada kasus ramalan Mbak You, seperti yang disebut oleh Deddy, ramalan tersebut dapat menciptakan nocebo effect atau efek nocebo.

Dalam dunia kedokteran, efek nocebo adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami rasa sakit akibat kepercayaan atau persepsi mengenai suatu hal. Mengacu pada availability bias, orang-orang yang mendengar ramalan Mbak You dapat menggambarkan realita berdasarkan ramalan tersebut, sehingga efek nocebo dapat saja terjadi.

Baca juga :  The Tale of Two Sons

Post Hoc Ergo Propter Hoc

Selain adanya bias kognitif seperti yang disebutkan sebelumnya, fenomena ramalan dapat dinilai memiliki afirmasi rasional karena adalah kesalahan penalaran (fallacy) yang disebut sebagai post hoc ergo propter hoc (after this, therefore because of this).

Irving M. Copi, Carl Cohen, dan Kenneth McMahon dalam bukunya Introduction to Logic menyebutkan post hoc ergo propter hoc adalah kekeliruan dalam menentukan sebab atas suatu peristiwa atau fenomena. Ini terjadi karena rentetan peristiwa kerap kali dimaknai sebagai sebab-akibat (kausalitas).

Pada kasus ramalan Mbak You, karena ramalannya dilakukan sebelum jatuhnya Sriwijaya Air, maka disimpulkan ramalan tersebut mengetahui kejatuhan pesawat.

Selain terjebak dalam penalaran post hoc ergo propter hoc, ramalan juga rentan terjebak dalam penalaran post factum. Ini adalah penalaran atau penjelasan yang diberikan setelah suatu peristiwa terjadi. Contohnya, sampai saat ini para pakar ekonomi belum mencapai konsensus tunggal untuk menyimpulkan apa yang menyebabkan krisis ekonomi global pada tahun 2008.

Menariknya, kendati kesimpulannya sama bahwa krisis ekonomi terjadi, terdapat perbedaan terkait penyebab dari krisis tersebut. Dengan kata lain, apapun penyebab yang diajukan, kesimpulannya akan sama.

Pada konteks ramalan, penjelasannya lebih mudah. Sebagai contoh, Tono diramal bahwa hari ini akan menerima nasib baik. Ketika pulang ke rumah, Tono melewati rel kereta api dan hampir tertabrak. Saat itu Tono merasionalisasi bahwa dirinya beruntung tidak tertabrak kereta.

Nah, bagaimana jika Tono mendapatkan ramalan bahwa ia akan mendapatkan nasib buruk hari itu. Tono tentunya akan merasionalisasi bahwa hampir tertabrak kereta adalah suatu kesialan. Ini yang disebut dengan post factum, penjelasan sebab dilakukan setelah fenomena terjadi.

Baca Juga: Jokowi Was-Was 2021 Ganti Presiden?

Pada kasus ramalan Mbak You, seperti yang disebutkan oleh Deddy, itu dapat membuat orang melakukan rasionalisasi dan justifikasi bahwa kerusuhan yang terjadi di tahun 2021 – kalau misalnya benar-benar terjadi – akan didasarkan pada ramalan Mbak You. Dengan kata lain, kerusuhan yang ada akan dinilai lumrah dan itu adalah takdir yang tidak bisa dihindari.

Pada akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa kritik Deddy terhadap ramalan Mbak You memang tepat. Terdapat berbagai bias dan fallacy yang terjadi di balik fenomena ramalan tersebut. (R53)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Lolos “Seleksi Alam”, PKS-PKB Seteru Abadi?

Berkaca pada hasil Pileg 2024, PKB dan PKS agaknya akan menjadi dua entitas politik yang akan terlibat dalam persaingan ceruk suara pemilih Islam ke depan. Terlebih di saat PAN seakan telah melepaskan diri dari karakter Islam dan PPP harus “terdegradasi” dari kancah legislatif nasional.

Jokowi Makin Tak Terbendung?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan meminta jatah menteri dari pemerintahan Prabowo Subianto. Apakah Jokowi makin tak terbendung?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Prabowonomics: Jurus ‘Lompatan Katak’?

Program makan siang dan susu gratis ala Prabowo merupakan jenis school feeding program. Mungkinkah ini jadi kunci penting Prabowonomics?

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...