HomeNalar PolitikCatwoman dan Timnas Merah Putih di Negeri Abu-Abu

Catwoman dan Timnas Merah Putih di Negeri Abu-Abu

Melihat kasus catwoman dan penyerangan sekolah di Sabu Raijua, kita boleh saja bilang bahwa mungkin timnas kita belum berprestasi karena banyak hal yang belum beres di negara ini.


pinterpolitik.com — Selasa, 13 Desember 2016, media sosial diramaikan oleh aksi ‘catwoman’ yang mencakar polisi yang hendak menilangnya di jalan. Oknum yang belakangan diketahui sebagai pejabat di salah satu lembaga tinggi negara, secara arogan memarahi, meneriaki, bahkan mencakar polisi yang menilangnya, layaknya catwoman dalam cerita komik Batman. Masyarakat seolah kembali disuguhkan aksi arogan pejabat publik. Hal ini tentu mencoreng wajah penegakan hukum di negara ini. Pejabat negara, bahkan dari lembaga penegak hukum lain, seolah merasa diri kebal hukum dan tidak mau disanksi untuk pelanggaran yang dilakukannya. Para penegak hukum seharusnya menjadi garda terdepan dalam proses penegakan hukum di negara ini dan menjadi contoh bagi warga masyarakat bagaimana sikap taat hukum. Hukum seolah-olah mau ditundukkan oleh arogansi seorang penegak hukum: seorang catwoman.

Masih soal penegakkan hukum pula, beberapa saat kemudian publik disuguhkan kasus penundukkan hukum oleh tindakan amuk massa. Kita disuguhkan berita penyerangan orang tak dikenal di SDN 1 Sabu Barat kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur. Penyerangan tersebut menyebabkan 7 orang murid mengalami luka robek akibat terkena sabetan pisau. Pelaku sudah ditangkap polisi, namun massa yang terlanjur marah mendatangi kantor polisi dan menyerang pelaku. Apa daya, kemarahan massa menyebabkan pelaku harus tewas dikeroyok massa yang marah. Hukum seolah tunduk pada kemarahan masyarakat: potret lain lemahnya perlindungan dan penegakan hukum di negara ini, terlepas dari dampak kasus tersebut terhadap situasi psikologis dan sosial masyarakat. Kita tentu masih ingat kasus penyerangan tahanan di lapas Cebongan, Yogyakarta pada tahun 2013 lalu.

Baca juga :  Airdrop Gaza Lewati Israel, Prabowo "Sakti"?

Dua peristiwa itu seolah membuka mata kita kembali bagaimana potret penegakkan hukum di negara ini.  Catwoman yang mencakar polisi dan amuk massa yang membabi buta, rasa-rasanya seperti bahan yang cocok untuk membuat sebuah lakon tentang republik ‘abu-abu’: istilah untuk negara yang belum jelas soal penegakkan hukumnya. Lakon ini cocok untuk ‘menghibur’ secara satire, setidaknya untuk sedikit menghilangkan kepenatan setelah diskusi politik berat tentang pemilu, Ahok, dan politik di negara ini. Tetapi apa pantas hal semacam ini dijadikan hiburan? Coba tanyakan hal ini pada bapak-bapak yang lagi mengeruk selokan di sepanjang jalan Thamrin. Pasti jawabannya: “mas, biar nggak banjir, tolong buang sampah jangan di selokan”. Setidaknya jawaban ini cukup memuaskan.

Hari ini tentu saja bukan 10 November. Bukan pula hari peringatan pahlawan apalagi hari kemerdekaan. Tetapi, hari ini begitu spesial karena pada petang nanti tim nasional sepakbola Indonesia akan bertanding pada partai final pertama melawan Thailand. Pertandingan ini begitu spesial karena besarnya kerinduan masyarakat Indonesia untuk menyaksikan tim nasional memenangkan piala pertama di turnamen sepakbola antar negara-negara Asia Tenggara. Timnas  Indonesia sudah lima kali sampai ke babak final turnamen ini, namun belum sekalipun memenangkan kejuaraan ini. Banyak yang bilang: prestasi olahraga sebuah negara bisa menggambarkan baik atau buruknya tata kelola negara tersebut. Timnas Indonesia belum sekalipun berprestasi. Prestasi terakhir yang diraih timnas sepakbola Indonesia adalah medali emas SEA Games  pada tahun 1991. Lalu apakah itu berarti tata kelola negara ini buruk? Mari merenungkan ini sambil makan gado-gado di pinggir jalan, kali aja tukang gado-gado-nya enak diajak ngobrol.

Kalau melihat kasus catwoman dan penyerangan sekolah di atas, kita boleh saja bilang bahwa mungkin timnas kita belum berprestasi karena banyak hal yang belum beres di negara ini. Bagaimana mau menjadi timnas merah putih kalau negara ini belum merah putih dan masih abu-abu? Bagaimana mau menjadi timnas yang berprestasi kalau buang sampah masih di selokan, mengutip kata bapak-bapak di jalan Thamrin? Jadi, kalau mau timnas kita berprestasi, mungkin mental kita harus diubah juga menjadi merah putih. Tinggalkan mental abu-abu, hormati hukum, dan berhenti buang sampah di selokan – walaupun tips yang terakhir itu tidak banyak berhubungan langsung dengan tulisan ini, mumpung musim hujan mari kita meningkatkan kesadaran.

Baca juga :  Manuver Mardiono, PPP "Degradasi" Selamanya?

Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah, yang dapat membikin secarik kain putih menjadi merah dan putih, maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga”. Demikianlah penggalan pidato terkenal Bung Tomo yang membakar semangat para pejuang Indonesia untuk memenangkan pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945, peristiwa yang lebih terkenal dengan sebutan Battle of Surabaya. Pidato itu begitu fenomenal dan memberi semangat luar biasa pada saat itu, sehingga para pejuang kita berjuang habis-habisan membela merah putih. Baiklah kalau pidato ini menjadi motivasi untuk para pejuang kita di timnas merah putih. Berjuang habis-habisan dan menangkan pertandingan untuk negara ini. Sepakbola bisa saja menjadi satu-satunya cara kita untuk menunjukkan ‘kemerah-putihan’ kita. Biarlah itu juga ditularkan ke semangat berbangsa, berpolitik, dan bernegara. Buat yang menyaksikan pertandingan ini di stadion, please jangan buang sampah sembarangan. Mumpung musim hujan, mari bangun kesadaran membuang sampah pada tempatnya. Jaya Indonesia! (S13)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Kelompok mafia tidak hanya ada di negara-negara Barat, di Asia, sebuah kelompok yang disebut Triad kerap disamakan dengan mafia-mafia ala Italia. Bagaimana sejarahnya?

Manuver Mardiono, PPP “Degradasi” Selamanya?

Kendati belakangan berusaha tetap membawa PPP eksis di kancah perpolitikan nasional dengan gestur merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, Muhamad Mardiono agaknya tetap akan cukup sulit membawa PPP bangkit jika tak membawa perubahan signifikan. Mengapa demikian?

Simpati, ‘Kartu’ Rahasia Prabowo?

Prabowo meminta relawan dan pendukungnya untuk tidak berdemo agar jaga perdamaian dan tensi politik. Apakah ini politik simpati ala Prabowo?

Sembako Siap Melambung Akibat Iran? 

erang Iran-Israel diprediksi akan berdampak besar pada ekonomi Indonesia. Mengapa demikian? 

More Stories

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.