Cross BorderBenarkah Minyak Buat Saudi Moderat? (Part 1)

Benarkah Minyak Buat Saudi Moderat? (Part 1)

- Advertisement -

Belakangan Arab Saudi terlihat semakin moderat. Banyak yang mengatakan ini terjadi karena Saudi perlu diversifikasi ekonomi dan melepas ketergantungan minyak bumi. Benarkah hal tersebut?


PinterPolitik.com

Belakangan ini perbincangan tentang Arab Saudi yang semakin “liberal” mulai jadi topik yang lumayan umum di masyarakat.

Salah satu berita terbarunya adalah laporan yang dibuat media The National yang menyebutkan menjelang tahun baru 2023 kemarin tidak ada lagi pemisahan antara perempuan dan laki-laki di bagian bea cukai Bandara Internasional King Khalid Riyadh.

Mayoritas di antara penumpang perempuan itu juga terlihat tak mengenakan cadar, beberapa bahkan tak memilih memakai pakaian abaya.

Yap, ini hanya jadi salah satu contoh bahwa transformasi Saudi menjadi negara yang lebih moderat adalah hal yang nyata. Beberapa waktu lalu dunia juga dihebohkan dengan keputusan Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman (MBS), mengizinkan kaum perempuan menyetir mobil sendiri. Kemudian, yang tidak kalah uniknya juga video perempuan berpakaian bikini di pantai Saudi.

Di Indonesia sendiri, mungkin respons yang muncul dari mayoritas masyarakat kita adalah mereka menyayangi fenomena tersebut, ini karena Saudi selalu diidentikkan sebagai negara kelahiran agama Islam.

Beberapa orang mencoba menjawab fenomena ini. Salah satu pendapat yang paling populer adalah Saudi kini tengah mencoba melepas ketergantungannya pada minyak dan melakukan diversifikasi ekonomi. Nah, untuk wujudkan ini, MBS perlu membuat negaranya menjadi moderat agar dilirik para investor dan turis internasional.

Akan tetapi, apakah pendapat itu sepenuhnya benar?

image 8

Minyak Saudi Tak Pernah Jadi Kekhawatiran?

Sejumlah perbincangan di internet yang umumnya muncul dari kalangan aktivis lingkungan kerap menyebutkan minyak bumi adalah sumber daya alam (SDA) yang terbatas dan tidak bisa terus kita andalkan sebagai sumber energi utama.

Baca juga :  Iran-Israel: Ujian Terberat Biden 

Secara sekilas, hal ini terdengar masuk akal karena minyak bumi yang kita gunakan disebut berasal dari fosil, sementara fosil sendiri butuh waktu jutaan tahun agar berubah bentuk menjadi minyak bumi yang bisa kita gunakan. Dan dari pandangan ini, beberapa sumber menyebutkan bahwa cadangan minyak bumi di Saudi mungkin hanya akan bertahan 60 tahun saja.

Namun, pemahaman kita tentang persediaan minyak bumi Saudi ternyata bisa saja keliru, dan mungkin sengaja dibuat demikian.

Matthew R. Simmons dalam bukunya Twilight in the Dessert, menyebutkan bahwa kemampuan Saudi dalam memproduksi minyak ketika awal tahun 2000-an sempat mengagetkan para pegiat minyak bumi, karena sebelumnya sempat diprediksi bahwa setelah “meledak” ekspor minyak pada tahun 1970 sampai 1980-an produksi minyak Saudi justru disebut akan menurun.

Sebagai salah satu upaya untuk menjawab misteri tersebut, John Kemp dalam tulisannya Saudi Arabia’s oil reserves: how big are they really?, menduga bahwa data persediaan minyak bumi Saudi yang dari tahun ke tahun diumumkan ke publik adalah data yang tercampur antara deposit minyak bumi yang terbukti dan minyak bumi yang tidak terbukti.

Penjelasan singkatnya, deposit minyak bumi terbukti adalah jumlah minyak yang dapat diekstrak secara aman berdasarkan kondisi kemajuan teknologi, pengetahuan, dan situasi ekonomi yang berlaku pada saat itu, dengan tingkat kepastian 90 persen. Sementara, deposit minyak bumi yang tidak terbukti adalah minyak yang diperkirakan ada dan dapat diperoleh secara komersial dengan probabilitas minimal 50 persen.

Kategori-kategori ini setiap tahunnya dapat berubah-ubah karena keadaan ekonomi dan kemajuan teknologi. Nah, berdasarkan pandangan ini, bila ada seseorang yang mengklaim “cadangan minyak hanya akan bertahan X tahun”, maka itu sebenarnya keliru. Pernyataan yang benar tentang cadangan minyak seharusnya adalah, “sisa minyak akan setara dengan X tahun sesuai kemampuan produksi saat ini”.

Baca juga :  Arab Saudi, Korban Perang Selanjutnya?

Oleh karena itu, pesimisme tentang cadangan minyak dunia secara umumnya adalah sesuatu yang perlu kita kritisi. Christopher McFadden dalam tulisannya Don’t worry, we’ll never run out of oil, bahkan dengan tegas mengatakan minyak bumi tidak akan pernah habis. Ini karena reservoar minyak bumi begitu beragam dan setiap kali kita menemukan teknologi baru, maka sumber minyak yang baru pun ditemukan.

Nah, kalau memang Saudi ternyata sebenarnya kemungkinan masih menyimpan banyak minyak bumi, kenapa mereka seakan mengakui bahwa minyak akan habis dan perlu cepat-cepat diversifikasi ekonomi?

Well, itu sepertinya akan jadi topik yang menarik untuk tulisan selanjutnya. Yang jelas, politik luar negeri Arab Saudi tidak akan pernah terlepas dari kepentingan minyak bumi dan dinamika minyak bumi itu sendiri adalah politik. (D74)

spot_imgspot_img

More from Cross Border

Nuklir Oppenheimer Justru Ciptakan Perdamaian?

Film Oppenheimer begitu booming di banyak negara, termasuk Indonesia. Menceritakan seorang Julius Robert Oppenheimer, seorang ahli fisika yang berperan penting pada Proyek Manhattan, proyek...

Oppenheimer, Pengingat Dosa Besar Paman Sam?

Film Oppenheimer baru saja rilis di Indonesia. Bagaimana kita bisa memaknai pesan sosial dan politik di balik film yang sangat diantisipasi tersebut?  PinterPolitik.com  "Might does not...

Zelensky Kena PHP NATO?

Keinginan Ukraina untuk masuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mendapat “hambatan” besar. Meski mengatakan bahwa “masa depan” Ukraina ada di NATO, dan bahkan telah...

Eropa “Terlalu Baik” Terhadap Imigran?

Kasus penembakan yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian terhadap seorang remaja imigran telah memicu protes besar di Prancis. Akan tetapi, kemarahan para demonstran justru...

More Stories

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.