HomeNalar PolitikAndika Tidak Harus Jadi Panglima?

Andika Tidak Harus Jadi Panglima?

Telah lama, KSAD Andika Perkasa disebut sebagai kandidat kuat pengganti Hadi Tjahjanto. Berbagai pengamat dan Komisi I DPR juga memberikan dukungan terhadap Andika. Ada pula laporan Tempo yang menyebut Hendropriyono melakukan lobi untuk menantunya tersebut. Lantas, haruskah Andika menjadi Panglima TNI? Bukankah masa bakti Andika hanya sekitar satu tahun jika terpilih menjadi Panglima TNI?


PinterPolitik.com

“Great achievement is usually born of great sacrifice, and is never the result of selfishness.” ― Napoleon Hill, penulis Amerika Serikat

Bagi yang mengikuti berita seputar kandidat pengganti Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI, sekiranya melihat dukungan terhadap KSAD Andika Perkasa begitu besar. Sejauh ini, berbagai pengamat dan Komisi I DPR terlihat memberikan dukungan. 

Pada Juni lalu, Tempo juga merilis laporan ada lobi A.M. Hendropriyono ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar Andika dipilih sebagai Panglima TNI. Hendro sendiri telah memberikan bantahan dengan menyebut, “Saya tidak pernah begitu hina mau nyosor meminta-minta jabatan. Tidak untuk menantu, anak, apalagi untuk saya sendiri. Tidak pernah,” pada 14 Juni.

Melihat endorsement yang ada, sulit rasanya tidak mengatakan Andika berambisi menjadi Panglima TNI. Ambisi ini pula yang menjadi pertanyaan. Pasalnya, sekalipun terpilih sebagai Panglima TNI, Andika hanya memiliki waktu satu tahun menjabat. Menurut pengamat pertahanan Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, waktu yang singkat ini dinilai kurang baik untuk organisasi TNI.

Baca Juga: Andika Batal Jadi Panglima?

Selain itu, menurut pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie, tidak menutup kemungkinan masa jabatan Hadi Tjahjanto diperpanjang oleh Presiden Jokowi. Ini misalnya pernah dialami Endriartono Sutarto pada 2002 lalu.

Berdasarkan informasi yang penulis himpun, Andika berambisi menjadi Panglima TNI karena memiliki visi untuk bertarung di Pilpres 2024, entah sebagai capres maupun cawapres. Jika informasi itu benar, mudah memahami pos Panglima TNI dijadikan sebagai batu loncatan (stepping stones) untuk 2024 nanti.

Lantas, apakah ini merupakan batu loncatan yang tepat bagi Andika? Bila benar begitu, mengapa posisi tersebut bisa menjadi stepping stone yang menjanjikan?

Batu Loncatan yang Tepat?

Jika berbicara soal peluang maju di Pilpres 2024, tentu kita harus membahas modal politik (political capital) yang dimiliki Andika. Menurut Kimberly L. Casey dalam tulisannya Defining Political Capital, modal politik dapat dipetakan menjadi tujuh modal, yakni modal institusional, modal sumber daya manusia (SDM/human capital), modal sosial, modal ekonomi, modal kultural, modal simbolik, dan modal moral.

Nah, pos Panglima TNI akan memberikan Andika modal institusional yang begitu kuat. Ini juga dapat menguatkan relasi internasionalnya karena dapat berinteraksi dengan pemimpin militer negara lain. Modal sosial atau citra di tengah masyarakat juga akan menguat. Ia akan dikenal sebagai Panglima TNI yang maju di kontestasi pilpres. “Andika adalah sosok tegas, cerdas, dan berwibawa,” kira-kira demikian.

Baca juga :  Ketika Chill Guy Hadapi PPN 12%?

Mengutip Cristina Archetti dalam bukunya Politicians, Personal Image and the Construction of Political Identity, bagi pejabat maupun politisi, pembentukan gambaran personal yang positif merupakan aspek esensial bagi citra profesionalitas politik. Selain citra, ada pula persoalan akumulasi modal kapital.

Secara sederhana, dengan mudah dapat disimpulkan pos Panglima TNI merupakan stepping stones yang mumpuni bagi Andika. Namun pertanyaannya, apakah ini adalah batu loncatan yang tepat? 

Menurut Frank McQuade dalam tulisannya Stepping Stone Or Stumbling Block: How Soon for Political Advance?, penggunaan posisi atau jabatan tertentu sebagai batu loncatan untuk karier politik berikutnya, justru dapat berbalik menjadi sebuah kerugian besar apabila tidak memiliki pencapaian, melakukan blunder, dan tidak dikalkulasikan secara matang.

Baca Juga: Mengapa PDIP Amankan Andika?

Sekarang, mari sedikit berspekulasi. Katakanlah, Andika terpilih menggantikan Hadi. Dengan cepat, ia akan mendapatkan modal institusional, sosial, maupun kapital. 

Namun, pertanyaannya, dengan masa bakti hanya satu tahun, pencapaian apa yang dapat dilakukan Andika sebagai Panglima TNI? Mengutip McQuade, itu dapat menjadi backlash karena dinilai biasa-biasa saja sebagai Panglima TNI.

Selain itu, yang terpenting, mengacu pada mekanisme pencalonan yang harus diusung oleh partai politik, sebesar apa pun modal politik Andika, semuanya akan sia-sia apabila tidak mendapat dukungan partai. Jika benar Andika menargetkan Pilpres 2024, apa kendaraan politiknya?

Sejauh ini, mengacu pada kedekatan sang mertua, Hendro dengan Megawati dan PDIP, serta gestur-gestur politik lainnya, partai banteng menjadi kendaraan potensial bagi Andika. Kebetulannya, PDIP merupakan satu-satunya partai yang sudah memiliki tiket pilpres karena memiliki 20 persen perwakilan di DPR.   

Sekarang pertanyaannya, bagaimana Andika mendapat dukungan dari PDIP?

Perlu Melepas?

Sebelum membahas lebih lanjut, kita perlu merenungkan tulisan Chris Mooney yang berjudul Science Confirms: Politics Wrecks Your Ability to Do Math. Mengutip studi dari Yale Law School, gairah politik dapat merusak keterampilan penalaran yang sangat mendasar. Bahkan, disebutkan mereka yang sangat pandai dalam matematika sekalipun, justru gagal menyelesaikan masalah yang seharusnya bisa diselesaikan karena bertentangan dengan keyakinan politiknya.

Nah, menimbang pada tiga faktor, yakni (1) ada kemungkinan Hadi diperpanjang, (2) masa bakti Andika hanya satu tahun, dan (3) ada kemungkinan pos Panglima TNI menjadi backlash, mungkin dapat dikatakan, ambisi Andika yang besar untuk menjadi Panglima TNI merupakan perhitungan yang kurang proporsional. Dikhawatirkan, seperti pernyataan Mooney, jangan sampai ambisi menjadi Panglima TNI mengaburkan kalkulasi yang ada.

Baca juga :  Mengapa Era Keemasan Sains Orba Hilang? 

Sekarang, kita akan menjawab bagaimana cara Andika mendapat tiket dari PDIP. Bertolak dari kultur PDIP yang begitu hierarkis, komando yang terpusat pada Megawati, dan memiliki trust issue, Andika harus mencatatkan poin dari sekarang kepada PDIP. 

Caranya? Setelah pensiun nanti Andika dapat bergabung dengan PDIP dan fokus sebagai politisi untuk memperbesar popularitas dan elektabilitasnya. Kemudian, jika komunikasi Andika baik dengan Megawati dan PDIP, ia dapat mengisi jatah menteri partai banteng. Itu tentunya akan memperbesar brand Andika. Ia akan dikenal sebagai sosok yang sudah berpengalaman di militer dan pemerintahan.

Oleh karenanya, Andika tampaknya perlu menerapkan salah satu strategi catur yang disebut dengan sham sacrifice. Rudolf Spielmann dalam bukunya The Art of Sacrifice in Chess mendefinisikan sham sacrifice sebagai pengorbanan bidak dalam waktu tertentu, di mana nantinya pengorbanan tersebut menghasilkan keuntungan materil (memakan bidak musuh) yang setara atau lebih besar. Ini berbeda dengan real sacrifice, di mana pengorbanan yang dilakukan tidak mendapatkan kembali keuntungan materil.  

Baca Juga: Andika Perkasa Akan Berlabuh di PDIP?

Singkatnya, dengan mengorbankan pos Panglima TNI, Andika dapat memfokuskan sumber dayanya ketika menjadi politisi PDIP nantinya. Sekalipun tidak bergabung dengan partai banteng, Andika dapat menggunakan sumber dayanya ketika fokus menjadi politisi setelah pensiun.

Selain itu, Andika juga dapat memanfaatkan momen pergantian Panglima TNI untuk melakukan gestur politik luar biasa. Mengacu pada Panglima TNI sebelumnya secara berturut-turut berasal dari matra angkatan darat (AD), Andika dapat mengeluarkan gestur politik untuk menyebutkan saat ini adalah momentum untuk angkatan laut (AL), yakni KSAL Yudo Margono. 

Gestur politik tersebut dapat dimaknai publik sebagai sikap ksatria dan lapang dada yang luar biasa. Sekali lagi, ini menambah modal politik Andika untuk maju di Pilpres 2024.

Sebagai penutup, ada dua hal yang dapat disimpulkan. Pertama, apa pun pertimbangan atau kalkulasi yang kita buat, penunjukan Panglima TNI adalah hak prerogatif Presiden Jokowi. RI-1 akan memilih siapa yang sosok yang sesuai dengan kebutuhannya.

Kedua, sekelumit analisis dalam tulisan ini berdiri di atas hipotesis bahwa Andika berambisi maju di Pilpres 2024. Dengan demikian, segala paparan dan argumentasi yang ada akan langsung gugur apabila hipotesis tersebut dibantah.

Well, kita lihat saja bagaimana kelanjutan isunya. Apakah Andika akan menjadi Panglima TNI atau tidak, hanya waktu yang dapat menjawabnya. (R53)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

100 Hari, Prabowo Justru Insecure?

Meski tak serta merta dapat dijadikan generalisir, dengan kinerja 100 hari yang cenderung jamak dinilai belum maksimal, penilaian terhadap bagaimana Presiden Prabowo Subianto memegang kendali nahkoda RI bermunculan. Utamanya, mengenai kemantapan prinsip kepemimpinan Presiden Prabowo di tengah tarik-menarik pengaruh internal maupun eksternal dalam politik kekuasaan.

Anies-Mahfud Perlu “Dikantongi” Prabowo? 

Eks-rival Prabowo Subianto dalam Pemilihan Presiden 2024 (Pilpres 2024), yakni Anies Baswedan dan Mahfud MD belakangan semakin menunjukkan gestur positif terhadap Prabowo. Apakah seharusnya Prabowo merangkul mereka? 

Prabowo, Amartya Sen, dan Orde Baru

Program Makan Siang Bergizi (MBG) alias makan siang gratis yang kini sudah dijalankan oleh pemerintahan Prabowo Subianto nyatanya punya visi yang serupa dengan program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) yang merupakan program di era Orde Baru.

Hasto vs Jokowi, Benarkah Prabowo AFK?

Tak berkomentar atau memberikan statement khusus menjadi hal normatif yang kiranya tepat dilakukan Presiden Prabowo Subianto terhadap intrik panas kasus Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang berhadapan langsung dengan Joko Widodo. Padahal, drama yang dibumbui video skandal pejabat itu berkelindan dengan proyeksi stabilitas politik dan pemerintahan ke depan.

Prabowo and the Hero Complex

Kisah seorang pahlawan (hero) selalu menciptakan inspirasi di hati banyak orang. Mengapa makna ini begitu berarti bagi Presiden Prabowo Subianto?

Mengapa Era Keemasan Sains Orba Hilang? 

Indonesia sempat alami euforia sains dan imajinasi yang tinggi ketika awal hingga pertengahan Orde Baru. Mengapa tren tersebut tiba-tiba hilang? 

The Invincible Bahlil and The Philosopher King

Dengarkan artikel ini: Meski kerap dikritik dan dianggap kontroversial, nyatanya sosok Bahlil Lahadalia harus diakui jadi inspirasi bagi banyak orang. Meniti karier dari pelosok,...

Menguak “Beban” Erick Pecat STY

Pemecatan pelatih Timnas Sepak Bola Pria Indonesia oleh PSSI meninggalkan interpretasi karena dua untaian frasa “mencurigakan” yang terujar dari Erick Thohir dan anak Shin Tae-yong, yakni “dinamika kompleks” dan “perlakuan PSSI”. Bahkan, sesuatu hingga ke ranah yang bertendensi politis. Benarkah demikian?

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...