HomeBelajar PolitikDipenjara di Korut, Mahasiswa AS Meninggal

Dipenjara di Korut, Mahasiswa AS Meninggal

Di dunia maya, negara paling terisolasi yang dipimpin Kim Jong Un, Korea Utara, kerap menjadi ejekan dan bahan meme, terutama saat disandingkan dengan Amerika Serikat (AS). Namun di dunia nyata, rezim Korea Utara mampu mengganjar mahasiswa asal AS dengan kerja paksa, hingga ia lumpuh dan akhirnya meninggal dunia.


PinterPolitik.com 

“[dropcap size=big]T[/dropcap]idak ada kata-kata sama sekali. Dua petugas datang dan menepuknya di bahu dan membawanya. Saya pikir itu terkait masalah prosedural rutin dan saya akan bertemu Otto lagi. Tetapi, itu terakhir kalinya saya lihat Otto secara fisik.” Begitulah Danny Gratton, pria asal Inggris yang menjadi teman sekamar Otto Warmbier, menceritakan awal mula kemalangan Warmbier.

Otto Warmbier dibawa oleh petugas bagian imigrasi ketika hendak bertolak ke Cina di bandara internasional Pyongyang, dalam serangkaian tur dari agensi Young Pioneer Tour. Setelah dibawa, ia tak kunjung kembali, hingga membuat pemimpin tur, Charlotte Guttridge berkali-kali mendatangi petugas. Ia akhirnya mendapat info jika Warmbier, “dibawa ke rumah sakit.”

Pendiri agen tur Young Pioneer Tour, Gareth Johnson langsung berinisiatif menjemput Otto. Namun usaha terjegal, dan ia mendapat kabar Warmbier ditahan. “saya memutuskan untuk tetap tinggal (di Korea Utara) ketika mendengar Otto ditahan,” katanya. Johnson sendiri adalah pihak yang rutin melakukan kontak dengan keluarga Warmbier, pejabat AS, dan Kedutaan Besar Swedia di Pyongyang, yang mewakili kepentingan AS di Korea Utara.

Mereka semua tak mendapat kabar apapun mengenai Warmbier, sampai rekaman sidang di pengadilan Korea Utara, yang tak menunjukan lokasi spesifiknya, menampilkan Otto Warmbier memohon ampunan.


Raut penyesalan dan ketakutan luar biasa terpampang jelas dari wajah Otto Warmbier dalam rekaman video. Mahasiswa University of Virginia ini menangis meminta pengampunan warga dan pemerintah Korea Utara atas ulahnya mencuri poster propaganda dari hotel yang ditempatinya selama berlibur, yakni di Yanggakdo International Hotel.

Sejak saat itu, bukanlah kesialan yang menimpa pria berusia 22 tahun asal Ohio tersebut, melainkan tragedi. Kamera pengintai menangkap aksinya dan oleh kantor berita resmi Korea Utara, KCNA, dianggap sebagai tindakan memusuhi negara yang ditoleransi dan dimanipulasi oleh Pemerintah AS. Ia dijatuhi hukuman kerja paksa selama 15 tahun.

Baca juga :  Jokowi Tak Mungkin Dimakzulkan
Dipenjara di Korut Mahasiswa AS Meninggal
(Foto: The Guardian)

Setelah 17 bulan menjalani masa tahanan dan atas usaha Joseph Yun, yang ‘rajin’ meminta pembebasan Warmbier karena alasan kemanusiaan, Pemerintah Korea Utara memulangkan Otto Warmbier ke negara asalnya.

Namun naas, ia dikembalikan dalam kondisi koma dan menyedihkan. Oleh ahli neurologi, Dokter Daniel Kanter, dari University of Cincinnati Health yang menangani Warmbier, pasien diduga mengalami kerusakan otak yang sangat parah. Ia bahkan tak bisa menunjukan tanda-tanda pemahaman bahasa atau kesadaran akan lingkungannya, dan tak mampu membuat gerakan yang terarah. “Dia memiliki gerakan mata spontan saat membuka dan berkedip, (namun) dia tidak menunjukan isyarat memahami kata-ata, merespons instruksi verbal atau menyadari situasi sekelilingnya,” terangnya.

Cedera otak Otto yang parah kemungkinan besar disebabkan oleh penangkapan kardiopulmoner yang memotong suplai darah ke otak. Namun begitu, Otto masih dapat bernapas secara normal tanpa bantuan alat pernapasan.

dr. Daniel Kanter (Foto: CNN)

Hal ini tentu mengundang kecaman dari keluarga Warmbier. Ayahnya, Fred Warmbier berkata, “tidak ada alasan bagi negara beradab untuk merahasiakan kondisinya dan menolaknya untuk perawatan medis terbaik yang lama baginya,” ujarnya penuh emosi.

Belum habis rasa terkejut dan terpukul atas kondisi kesehatan Otto, pada Senin (19/06) pukul 02.20 AM waktu setempat, pihak keluarga Otto Warmbier mengumumkan Otto telah meninggal dunia. Dalam pengumuman kematiannya, pihak keluarga berkata, “pelecehan yang menyiksa, mengerikan, yang diterima putra kami di tangan orang-orang Korea utara memastikan bahwa tak ada hasil lain yang mungkin terjadi,” ucapnya lirih.

Rezim Korea Utara: Keracunan Makanan

Kematian Otto Warmbier saat ini menjadi berita utama di media AS. Berbagai pihak mengutuk penjatuhan hukuman Korea Utara terhadapnya, yang sejak awal dinilai sangat berlebihan, dipaksakan, dan tak sepadan dengan kejahatan yang dilakukan.

Baca juga :  AS-Tiongkok Berebut Prabowo? 
Pesawat medis yang mengevakuasi Otto Warmbier (foto: Reuters)

Pihak rezim sudah bersuara terkait keadaan Otto Warmbier. Mereka menyatakan, Warmbier mengalami koma setelah dijatuhi hukman tahun lalu. Ia telah menderita botulisme atau keracunan makanan dan diberi pil tidur.

Namun, tes medis yang dilakukan pekan lalu di AS, tak menemukan bukti konklusif mengenai cedera syaraf dan neurologisnya, seperti yang dikatakan pihak rezim Korea Utara. Pihak dokter juga tak menemukan adanya bukti infeksi botulisme.

Washington – Pyongyang Memanas?

Kematian Otto Warmbeir sampai ke telinga Presiden dan Wakil Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan Mike Pence. Trump mengutuk Korea Utara sebagai rezim brutal yang menyiksa.

Lebih lanjut, ia mengeluakan surat pernyataan terkait kematian Otto Warmbier yang berbunyi, “Nasib Otto memperdalam tekad perintahku untuk mencegah tragedi semacam itu menimpa orang-orang tak bersalah di tangan rezim yang tak menghormati hukum atau kesusilaan dasar manusia,” kata Trump dalam sebuah pernyataan langsung.

 

Sedangkan Mike Pence melalui akun Twitter-nya menyatakan belasungkawa dan turut mendoakan keluarga korban.

Sebelumnya, ketegangan antara AS dan Korea Utara sudah meningkat, menyusul serangkaian tes rudal oleh Pyongyang. Menteri Pertahanan AS, Jim Mattis menyebutnya, “bahaya yang nyata dan bahaya bagi semua orang.” Kini setelah kematian Otto, ketegangan disinyalir semakin memanas.

Saat ini, terdapat tiga warga AS lainnya yang ditahan oleh Korea Utara. Dua di antaranya adalah pengajar di Universitas Pyongyang yang didanai oleh kelompok Kristen luar negeri. Dan satu orang merupakan pendeta Korea Selatan – Amerika yang dituduh sebagai spionase Korea Selatan. (Berbagai Sumber/A27)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Lolos “Seleksi Alam”, PKS-PKB Seteru Abadi?

Berkaca pada hasil Pileg 2024, PKB dan PKS agaknya akan menjadi dua entitas politik yang akan terlibat dalam persaingan ceruk suara pemilih Islam ke depan. Terlebih di saat PAN seakan telah melepaskan diri dari karakter Islam dan PPP harus “terdegradasi” dari kancah legislatif nasional.

Jokowi Makin Tak Terbendung?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan meminta jatah menteri dari pemerintahan Prabowo Subianto. Apakah Jokowi makin tak terbendung?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Prabowonomics: Jurus ‘Lompatan Katak’?

Program makan siang dan susu gratis ala Prabowo merupakan jenis school feeding program. Mungkinkah ini jadi kunci penting Prabowonomics?

More Stories

Jangan Remehkan Golput

Golput menjadi momok, padahal mampu melahirkan harapan politik baru. PinterPolitik.com Gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 tunai sudah. Kini giliran analisis hingga euforia yang tersisa dan...

Laki-Laki Takut Kuota Gender?

Berbeda dengan anggota DPR perempuan, anggota DPR laki-laki ternyata lebih skeptis terhadap kebijakan kuota gender 30% untuk perempuan. PinterPolitik.com Ella S. Prihatini menemukan sebuah fakta menarik...

Menjadi Pragmatis Bersama Prabowo

Mendorong rakyat menerima sogokan politik di masa Pilkada? Prabowo ajak rakyat menyeleweng? PinterPolitik.com Dalam pidato berdurasi 12 menit lebih beberapa menit, Prabowo sukses memancing berbagai respon....