HomeCelotehPolemik di “Republik Petamburan”

Polemik di “Republik Petamburan”

“Polisi seharusnya hanya dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api, sebagai upaya terakhir. Itu pun harus merupakan situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan atau orang lain. Jika tidak, maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing”. – Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia


PinterPolitik.com

Ketegangan yang terjadi antara aparat – dalam hal ini kepolisian – dengan Front Pembela Islam alias FPI beberapa waktu terakhir emang udah nggak terbendung lagi. Bukannya gimana-gimana ya, Imam Besar FPI Rizieq Shihab udah mangkir dari panggilan polisi sejak beberapa minggu lalu.

Ini terkait persoalan kerumunan yang ada di beberapa tempat pasca Rizieq kembali dari Arab Saudi, yang memang dianggap banyak pihak melanggar protokol kesehatan.

Nah, benturan itu memuncak ketika sehari yang lalu diberitakan bahwa ada anggota FPI yang terlibat bentrokan dengan anggota kepolisian. Nggak tanggung-tanggung cuy, dilaporkan ada 6 anggota FPI yang tewas tertembak. Beh, ngeri cuy.

Polisi sendiri menyebutkan bahwa pihaknya hanya melindungi diri dari aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok laskar khusus FPI tersebut. Sementara, dari pernyataan FPI, mereka menyebutkan bahwa pihaknya diserang oleh kelompok orang tidak dikenal atau OTK. Kisah lebih detailnya bisa di-Google sendiri deh.

Intinya, kasus ini menunjukkan adanya unjuk kekuatan dari masing-masing pihak. Rizieq dan FPI merasa punya hak untuk tidak tunduk dan patuh pada permintaan pemeriksaan dari kepolisian. Rumahnya di kawasan Petamburan juga selalu dijaga oleh para simpatisan dan pendukungnya.

Sementara, polisi merasa punya hak dan otoritas untuk menegakkan hukum – sekalipun dalam konteks tewasnya 6 anggota FPI tersebut, beberapa pihak menyebutkan bahwa aksi tersebut cenderung “berlebihan”. Ini misalnya disampaikan oleh Amnesty International Indonesia, yang menilai aksi kepolisian bisa dianggap sebagai unlawful killing atau pembunuhan di luar hukum.

Beh, emang kalau udah pada saling unjuk kekuatan, konflik kayak gini pasti sulit dihindarkan.

Tapi, ini juga membuktikan ke publik bahwa FPI dan Rizieq punya posisi yang sangat kuat. Analoginya bisalah dibilang ada “Republik di Petamburan”. Soalnya, jika bicara konteks kepatuhan terhadap otoritas kepolisian sebagai penegak hukum, hal tersebut tidak tampak dalam kasus Rizieq ini.

Alasannya jelas, mereka – dan mungkin sebagian besar publik – mulai kehilangan kepercayaan terhadap negara, institusi penegak hukum, dan pemerintah. Di mana-mana ada politik cuy. Lha duit Rp 10 ribu aja diembat kok. Uppps. Itu loh, yang korupsi dana bansos Covid-19.

Hmmm, menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.

MK Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran, Tapi Sahkan Prabowo?

Pendapat menarik diungkapkan oleh Denny Indrayana yang menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) bisa saja hanya mendiskualifikasi Gibran dan tetap mensahkan kemenangan Prabowo sebagai presiden.