HomeCelotehParadoks Keinginan Kritik Jokowi

Paradoks Keinginan Kritik Jokowi

“Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, atau potensi maladministrasi. Dan para penyelenggara layanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan”. – Presiden Jokowi


PinterPolitik.com

Paradoks. Biasanya diartikan sebagai kondisi ketika sesuatu hal atau pernyataan bertentangan dengan dirinya sendiri. Paradoks sering disebut sebagai self-contrary atau pertentangan yang melekat pada diri dan merupakan salah satu jenis antinomy. Ini adalah sebutan yang umumnya dikenal dalam pemikiran Immanuel Kant untuk menjelaskan hukum yang saling bertentangan satu dengan yang lain.

Kata paradoks ini sedang jadi sorotan kepada Presiden Jokowi. Soalnya, dalam pernyataan terbarunya, Jokowi meminta masyarakat untuk harus lebih aktif menyampaikan kritik dan masukan, termasuk jika ada potensi maladministrasi dalam kebijakan tertentu.

Baca Juga: Rizieq dan FPI Bangkitkan Islamofobia?

Sebenarnya kalau diperhatikan, pernyataan ini biasa saja sih. Cuma, ini kemudian menjadi paradoks karena kondisi yang justru diberlakukan pemerintah terhadap orang-orang yang menyampaikan kritik.

Contohnya, banyak aktivis yang memprotes dan mengkritik kebijakan tertentu justru ditangkap. Ada juga yang mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah malah dipersekusi dan sampai ditahan. Jadinya kan paradoks.

Berharap agar masyarakat mengkritik, namun di sisi lain perlakuan terhadap kritikan yang muncul dari masyarakat justru tidak menunjukkan kondisi siap dikritik. Uppss. Ini kata-kata obrolan orang-orang di warung kopi loh ya.

Makanya, nggak heran jika banyak pihak mulai mempertanyakan marwah demokrasi Indonesia saat ini. Soalnya, dengan kondisi yang ada seperti sekarang ini, tidak sedikit orang yang menganggap bahwa ruang-ruang kritik itu makin lama makin tertutup.

Oleh karena itu, sudah selayaknya momen pernyataannya Pak Jokowi itu juga dijadikan self-critic atau kritik terhadap diri sendiri. Saat ini orang menyampaikan pendapat apa pun makin mudah untuk dijerat secara hukum. Apalagi, UU Informasi dan Transaksi Elektronik alias UU ITE dipakai sedemikian rupa untuk memberangus ruang-ruang kritik tersebut.

Baca juga :  Puan x Prabowo: Operasi Rahasia Singkirkan Pengaruh Jokowi?

Jadi, kalau pemerintah ingin masyarakat makin mudah memberikan kritik, mungkin cara paling awalnya adalah dengan melakukan revisi terhadap UU ITE itu sendiri. Dengan demikian, tak ada lagi paradoks yang terjadi. Ruang kritik makin terbuka, dan masyarakat juga tidak takut dituduh melanggar hukum kalau melayangkan kritikan. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.