HomeCelotehLangkah Tutut Setelah Prabowo Kalah

Langkah Tutut Setelah Prabowo Kalah

“Setelah penyelidikan empat bulan di 11 negara, TIME menemukan bahwa US$ 9 miliar uang Suharto ditransfer dari Swiss ke rekening bank di Austria. Tidak buruk untuk seorang pria yang gaji presidennya adalah US$ 1.764 sebulan ketika dia meninggalkan jabatannya”. – Majalah TIME, The Family Firm


PinterPolitik.com

Pilpres 2019 emang menjadi salah satu ajang politik yang paling melelahkan. Gimana nggak bikin lelah ya, selama berbulan-bulan publik disuguhi acara saling serang, saling tuding, saling mengkhianati, saling senggol dan saling bacok.

Kayak tawuran aja. Untung tawurannya masih sopan, lewat kata-kata, walaupun pada akhirnya berujung maut juga pada aksi 22 Mei. Hadeh. Gini amat jadi negara demokrasi.

Tapi, ada juga saling-saling yang positif loh. Misalnya saling mendukung, saling membantu, saling bahu-membahu dan saling menyatukan. Yang terakhir itu terjadi pada Prabowo Subianto sama Titiek Soeharto yang makin sering muncul bersama di hadapan publik.

Nah, ngomongin soal keluarga Soeharto, ada pernyataan terbaru dari si anak sulung, Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut Soeharto.

Dalam salah satu kesempatan, perempuan yang pernah digadang-gadangkan akan menjadi pengganti kekuasaan Soeharto ini menyebutkan bahwa sang ayah tidak pernah mundur dari jabatannya sebagai presiden. Yang terjadi adalah Soeharto menyebut dirinya “berhenti” dari jabatannya.

Menurut Tutut, kata “berhenti” itu beda dengan kata “mundur”. Ya iyalah ya, mobil berhenti sama mobil mundur itu kan emang beda. Kalau yang berhenti terus mundur itu biasanya yang nggak sanggup nanjak dan remnya blong.

Atau kayak pasangan yang lagi sayang-sayangnya, tapi cowoknya berhenti mencintai terus mundur dari rencana pernikahan karena baru tahu kalau sang mertua ternyata galak orangnya. Uppss. Hehehe.

Kata Mbak Tutut, Soeharto “berhenti” karena tidak ingin lepas dari tanggung jawab. Hmm, masuk akal juga sih.

Tapi, kalau gitu harus nyelesaikan banyak tanggung jawab juga dong ya. Itu kayak yang dilaporkan sama Majalah TIME. Terus soal Yayasan Supersemar juga, kan harus bayar Rp 4,3 triliun ke negara ya. Uppps. 

Kata-kata Soeharto pada tahun 1998 emang bunyinya “berhenti” dari jabatannya sih. Mungkin itu punya maksud bahwa ia dan keluarganya tak benar-benar “menghilang” dari panggung politik nasional.

Jadi mereka tetap ada dan akan kembali. Kalau kata bocah-bocah zaman sekarang: “Come back is real!” Hehehe.

Wajar sih, soalnya kalau minjem pemikirannya revolusioner Uni Soviet, Leon Trotsky, refromasi 1998 hanyalah political revolution yang sekedar mengganti pucuk kekuasaan tanpa mengubah struktur ekonomi dan sosial masyarakat.

Tapi kalau ngikut si Trotsky yang nawarin social revolution, bisa jadi ngeri juga ya. Perang saudara cuy. Uppps. Mending maen mobile legend sambil nunggu kapan keluarga Soeharto bermanuver lagi setelah Prabowo Subianto kalah pada Pilpres kali ini. Hehehe. (S13)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.

MK Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran, Tapi Sahkan Prabowo?

Pendapat menarik diungkapkan oleh Denny Indrayana yang menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) bisa saja hanya mendiskualifikasi Gibran dan tetap mensahkan kemenangan Prabowo sebagai presiden.