HomeCelotehJokowi Siap Gantikan Megawati di PDIP?

Jokowi Siap Gantikan Megawati di PDIP?

“Posisi Pak Jokowi menjadi figur paling mempunyai peluang untuk memimpin PDI Perjuangan pasca Bu Mega”. – Wempy Hadir, Peneliti Indopolling Network


PinterPolitik.com

Ketika terpilih sebagai presiden pada Pilpres 2014 lalu, Jokowi memang menjadi sebuah anomali tersendiri dalam politik Indonesia. Bukannya gimana-gimana ya, doi bukan berasal dari lingkaran elite politik utama nasional. Lalu nggak ada juga latar belakang militernya seperti katakanlah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Soeharto.

Makanya, nggak heran jika Profesor Jeffrey Winters dari Northwestern University menyebutkan bahwa Jokowi adalah presiden terlemah yang pernah memimpin Indonesia setelah Gus Dur.

Tapi, semuanya sepertinya mulai berubah dalam 2 periode kekuasaannya. Jokowi yang dulunya tidak dianggap – dan bahkan “ditekan-tekan” oleh partainya sendiri sebagai petugas partai – kini telah bertransformasi menjadi sosok elite politik yang diperhitungkan dan dikalkulasikan kekuatan politiknya.

Baca Juga: Pembelaan Mahfud MD Untuk AHY

Kabar terbaru bahkan muncul setelah nama Jokowi dibawa kembali ke perdebatan publik terkait siapa yang cocok untuk menggantikan Megawati Soekarnoputri di pucuk tertinggi kepemimpinan di PDIP. Bukan tanpa alasan, di usianya yang sudah lanjut, Mega tentu harus mulai memikirkan nasib partainya dan regenerasi kepemimpinan, jika tidak ingin terjebak dalam konflik kepengurusan seperti yang terjadi pada Partai Demokrat misalnya.

Nah, nama Jokowi ikut diperhitungkan untuk menjadi pengganti Mega karena dianggap punya faktor ideologis dan rekam jejak yang mumpuni. Selain itu, Jokowi juga lahir sebagai politisi dari bawah – hal yang tentu lekat dengan citra politik PDIP sendiri. Kemudian, dengan posisinya sebagai presiden saat ini, akan ada efek politik tersendiri yang bisa diberikan kepada PDIP.

Sebagai catatan tambahan, citra politik Jokowi masih sangat positif di hadapan mayoritas masyarakat. Tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahannya masih ada di atas 60 persen berdasarkan hasil survei beberapa lembaga.

Baca juga :  Operasi Bawah Tanah Singkirkan PDIP dari Ketua DPR?

Namun, tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh Jokowi adalah statusnya yang bukan berasal dari keluarga Soekarno. Soalnya, ada yang bilang bahwa pengganti Mega harus berasal dari keluarga Soekarno karena akan menjadi jaminan ikatan ideologis bagi semua kader dan simpatisan partai tersebut.

Selain itu, untuk jadi ketua partai juga harus punya dukungan finansial yang mumpuni. Ini mungkin akan jadi catatan bagi Jokowi sendiri. Saingan paling besar untuk Jokowi saat ini tentu saja dari anak-anak Megawati sendiri, misalnya Puan Maharani dan Prananda Prabowo. Keduanya mungkin menjadi pewaris tahta dari garis darah yang paling kelihatan di hadapan publik.

Hmm, pergantian ketua partai ini jadi berasa kayak pergantian Yonko di serial One Piece. Yonko adalah penguasa lautan dianggap seperti kaisar yang saling bersaing. Udah jelas Mega adalah salah satu elite inti di politik nasional Indonesia, sehingga pergantiannya akan menjadi kisah yang menarik untuk ditunggu. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.