HomeCelotehAda Penunggang Demo Tolak RUU HIP?

Ada Penunggang Demo Tolak RUU HIP?

“Kita mendesak sidang umum MPR untuk memberhentikan Jokowi sebagai presiden yang memberikan peluang yang besar bagi bangkitnya PKI dan Neo-Komunisme”. – Edy Mulyadi, Ketua Pelaksana Pergerakan Aksi PA 212 dan organisasi lain


PinterPolitik.com

Demonstrasi penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dilakukan oleh beberapa kelompok Islam beberapa waktu lalu. Ada Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF), Persaudaraan Alumni (PA) 212 dan beberapa kelompok lain yang ikut serta dalam demonstrasi di depan gedung DPR RI tersebut.

Tuntutannya tentu saja untuk menarik RUU tersebut dari pembahasan karena dianggap berpotensi membangkitkan komunisme – demikian klaim mereka. Hmm, emang udah pada baca nggak sih isi RUU tersebut?

Soalnya, buat yang pernah baca draft RUU tersebut, pasti bisa melihat dengan jelas bahwa RUU ini sebetulnya punya dimensi ekonomi yang lebih besar dibandingkan soal komunisme seperti yang dituduhkan. Mungkin ada perdebatan tentang eka sila dan yang lainnya, tapi persoalan ekonomi sebetulnya lah yang menjadi sorotan di dalamnya, utamanya terkait ekonomi Pancasila.

Nah, lebih anehnya lagi, ketika demonstrasi penolakan RUU ini berlangsung, muncul seruan untuk mendesak Presiden Jokowi dilengserkan! Iyess, nggak salah baca, beneran melengserkan Presiden Jokowi.

Edy Mulyadi, sang Ketua Pelaksana Pergerakan Aksi PA 212 dan organisasi lainnya tersebut, berorasi agar MPR melakukan sidang umum untuk memberhentikan Jokowi karena membiarkan komunisme kembali.

Wih, ngeri kali bahasa tuntutannya. Tapi, kayaknya salah alamat deh. Uppps.

Soalnya, RUU HIP itu merupakan usulan yang datang dari DPR. Artinya, nggak bisa dengan serta merta menuduh Pak Jokowi membiarkan komunisme kembali, jika menggunakan logika tuntutan terkait RUU HIP tersebut.

Hmm, jadi ketahuan kan agendanya buat nyisip-nyisipin narasi memberhentikan presiden. Uppps.

Tapi emang sih, namanya demonstrasi, pasti ada aja agenda terselubung di baliknya. Udah bisa dipastikan bahwa demonstrasi dan penolakan terhadap RUU HIP ini ada kepentingan yang lebih besar di belakangnya, katakanlah dari mereka-mereka yang merasa dirugikan jika semua aktivitas ekonominya jadi diatur-atur oleh negara.

Siapa mereka? Hmm, nggak bisa nuduh sembarangan ya. Ada asas praduga tak bersalah yang harus dijunjung tinggi. Yang jelas, bicara soal propaganda dan saling tunggang kepentingan – misalnya dalam hal pemberhentian presiden ini – udah terjadi sejak lama ketika manusia mengenal konsep kekuasaan.

Dulu di Romawi ada Octavian dan Mark Anthony yang terlibat dalam propaganda perebutan kekuasaan. Konteksnya mirip-mirip lah ya.

Intinya, masyarakat memang harus paham betul RUU HIP ini apa sebelum mengkritik atau menuduhnya komunisme. Jangan sampai kita terjebak dalam narasi besar kelompok-kelompok yang menggunakan isu ini untuk mengamankan kepentingannya.

Hmm, nulis gini aja pasti udah langsung dituduh pendukung komunisme. Jadi bikin takut kan. Yang jelas, kita memang harus tetap kritis. Karena itulah alasan menjadi masyarakat yang melek politik. Bukan begitu? (S13)

https://www.youtube.com/watch?v=ZecLbPRrC5U&t=68s

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.

MK Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran, Tapi Sahkan Prabowo?

Pendapat menarik diungkapkan oleh Denny Indrayana yang menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) bisa saja hanya mendiskualifikasi Gibran dan tetap mensahkan kemenangan Prabowo sebagai presiden.